*
ratimaya - dasa
*
Dulu, kalau Janita merasa takut saat tidur sendirian karena habis mendengar cerita horor, Papa akan datang ke kamarnya dan mengusap serta mengecup kepala Janita dengan lembut, lalu Janita akan tertidur di dekapan Papa sampai pagi tiba. Belum ada orang yang mengalahkan aura hangat yang Papa pancarkan, termasuk Mama. Tapi tadi, saat Rajendra memeluknya, Janita bisa merasakan aura yang sama dengan Papa. Kulit Rajendra yang hangat menyentuh kulitnya yang dingin, sama seperti yang Papa lakukan saat dulu kala. Janita bisa merasakan kehadiran Papa di pelukan Rajendra. Sekarang tangisnya sudah berhenti, pelukan juga sudah terurai. Janita melihat ke arah samping jendela mobil, sebisa mungkin ia menghindari tatapan atau menatap Rajendra. Tidak tahu kenapa, darahnya berdesir lebih cepat setelah pelukan itu terlepas.
Rajendra sendiri masih fokus menyetir. Untungnya tadi ia mengikuti apa kata Sena untuk memutar balik. Kalau tidak, bisa sampai sore ia terjebak macet di sana.
"Ke minimarket dulu, ya? Lo belum minum air putih semenjak berhenti nangis. Kalau nggak minum, nanti dehidrasi." Rajendra menghentikan mobilnya di halaman minimarket. "Mau ikut turun atau enggak?" tanya laki-laki itu sambil melepas sabuk pengaman.
"Di mobil aja, boleh?"
"Boleh. Mau nitip apa selain air putih?"
"Susu kotak rasa stroberi."
"Udah, itu aja?" Janita mengangguk, lalu ia melihat Rajendra pergi keluar mobil dan masuk ke minimarket.
Lewat kaca depan mobil, Janita bisa melihat Rajendra yang pergi ke rak roti dan cemilan. Ia juga terlihat membawa dua buah botol air mineral dan satu kotak susu stroberi ukuran sedang. Sekarang Rajendra menyerahkan barang bawaannya dan mempersiapkan uang pembayaran. Tidak butuh waktu yang lama untuk itu, Rajendra sudah keluar dari minimarket membawa satu kantong kresek warna putih ukuran besar.
"Ini air putih, susu, dan roti buat lo." Rajendra mengeluarkan satu per satu makanan dan minuman yang ia sebutkan tadi dari dalam keresek.
"Nanti uangnya gue ganti, ya?" Janita jadi tidak enak hati. Rasanya hari ini ia banyak merepotkan Rajendra.
"Udah, nggak usah." Rajendra menjawab seraya mengeluarkan mobilnya dari parkiran.
"Nggak enak, Raj."
"Belum juga dimakan, udah bilang nggak enak."
"Maksud gue bukan nggak enak masalah rasa, tapi masalah hati." Janita menjelaskan, ia tidak mau Rajendra salah paham.
Rajendra memberi perintah. "Udah nggak apa-apa. Rotinya dimakan. Susunya diminum."
Perempuan itu menurut. Janita membuka bungkus roti rasa keju dan memakannya. Ini aneh, sejak kapan Rajendra tahu kalau Janita suka keju dan tidak terlalu menyukai coklat?
Ini cuma kebetulan, Jan. Pikir Janita mencoba positif.
"Oh iya, tadi lo kenapa bisa ada di halte? Sendirian lagi," tanya Rajendra dengan tangan yang memegang kemudi. "Emang nggak tau kalau hari ini ada demo."
Kepala Janita menggeleng. Ia menelan roti yang dikunyah sebelum menjawab. "Gue mau nyamperin Tera, dia kebetulan buka stand makanan di area GBK. Mumpung hari Minggu dan gue nggak ada kelas, gue mau ikut nemenin Tera jualan. Eh, nggak taunya pas gue turun di halte, banyak banget orang yang memenuhi jalan."
"Emang nggak diantar sama Jagar?"
Janita berdecih. "Adik gue mana sudi antar gue ke sana-sini, padahal duit les dia 50% pakai duit gue. Kerjaannya kalau Minggu, tidur mulu, terus bangunnya pas mau Dzuhur. Giliran diomelin, dia malah jawab, 'Ini kan hari Minggu, bebas dong mau bangun jam berapa aja,'." Ia meniru suara Jagar di akhir kalimat.
KAMU SEDANG MEMBACA
RATIMAYA [✓]
Romantikyou're the light you're the night you're the light in my night #note : republish