*
ratimaya — dvasasa*
Ini sudah jam lima lewat lima belas menit ketika Lingga baru saja keluar dari Sudut. Pekerjaannya sudah selesai dan digantikan dengan orang lain. Banyaknya pengunjung yang datang membuat ia harus bekerja lebih banyak dari waktu yang ditentukan. Pekerjaan sebagai pengracik kopi, teh, dan susu, sudah ia lakukan sejak menjadi mahasiswa tingkat satu. Lingga membiayai semua keperluan hidupnya, termasuk kuliah, dari uang hasil bekerja paruh waktunya. Sisanya dari Paman dan Bibinya.
Laki-laki dengan lesung pipi yang akan terlihat ketika dia tengah tersenyum itu sedikit tidak fokus hari ini. Kedatangan Janita ke sudut dan jawaban yang keluar dari mulut Rajendra, mampu membikin Lingga menyimpulkan segala kemungkinan yang akan terjadi. Seluruh anak BEM kampus tahu kalau ia menyukai Janita sejak masa pendaftaran BEM kampus, apalagi Rajendra. Hubungan pertemanan Lingga dan Rajendra sendiri dimulai saat Lingga kesusahan mencari kostan untuk tempatnya tinggal. Rajendra banyak sekali membantunya selama di Jakarta, hingga saat ini. Maka dari itu, jika satu kesimpulan yang ada di pikiran Lingga benar-benar terjadi, Lingga tidak tahu harus berbuat apa. Ia menyayangi Janita dengan tulus, tanpa paksaan, dan tanpa terlalu menginginkan untuk lebih dari teman. Tapi Lingga juga tidak ingin membiarkan orang lain mencoba mengambil apa yang sudah ia tanam sejak dulu, termasuk Rajendra.
Lingga
Jan, flashdisk-nya udah dibuka?Pesan tersebut belum dibalas oleh Janita saat Lingga masih menyetir menuju kostan. Tadi siang juga ia mengirimkan pesan yang serupa, tapi Janita menjawab kalau ia belum membuka flashdisk miliknya. Lingga hanya bisa berharap kalau perasaannya tidak sia-sia. Ia hanya bisa berdoa bahwa usahanya akan menemui kenyataan.
Sesampainya di kostan, Lingga langsung membersihkan badan, lalu merebahkan tubuhnya setelah itu. Ia menyisir rambutnya yang lebat dengan tangan. Kalau saja ada ibunya, Lingga pasti akan dimarahi. Ibunya pasti akan mengomel karena mendapati kasur Lingga basah karena air yang menetes dari rambut laki-laki itu. Ibunya pasti akan diam beberapa jam, lalu kembali menyapanya dengan hangat.
Persetan dengan keberadaan ibunya yang sulit ditemukan, Lingga hanya merindukan wanita itu dengan penuh kecemasan.
Ponselnya bergetar, ada nama Janita di layar.
Janita
Ini mau gue buka.
Isinya nggak ada yang aneh, kan?Lingga
Harus enjoy, ya!
Enggak lah. Btw, udah makan?Janita
Belum.
Oh iya, dapat salam dari Mama. Katanya, kapan ke sini lagi?Lingga
Makan dulu, nanti sakit.
Sekarang juga bisa meluncur ke situ.Janita
Iya, nanti.
Kalau capek nggak usah, Ling. I know you're tired.Lingga
Jangan nanti-nanti.
Maka dari itu, gue ke rumah lo supaya nggak capek lagi.
Udah, gue mau siap-siap ke rumah lo. Tunggu di teras, ya!
Lingga mengeringkan rambutnya sekali lagi dengan handuk. Setelah dirasa cukup, ia menyisir rambut dengan sisir dan menyemprotkan minyak wangi ke pakaian. Lingga menyambar kunci di meja dan keluar untuk pergi ke rumah Janita.*
Sambil menunggu Lingga datang, Janita membuka isi flashdisk Lingga. Sekiranya ada dua folder di flashdisk itu. Folder yang pertama berisikan foto-foto pemandangan kota Jakarta di pagi, siang, sore, dan malam. Rupanya Lingga benar-benar ingin menunjukkan keindahan kota Jakarta yang belum sama sekali terlintas di pikiran Janita. Di folder kedua, ada foto scan tulisan Lingga. Hanya satu foto, tapi mampu membuat janita mengigit bibir dan menahan teriakannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
RATIMAYA [✓]
Storie d'amoreyou're the light you're the night you're the light in my night #note : republish