ekavimsati - all the possibility

1.4K 255 36
                                    

*

ratimaya — ekavimsati

*

Tuhan punya banyak tangan untuk mengulurkan bantuan kepada umat-Nya dan seorang Linggarjati Agrapana sangat mempercayai itu. Ia percaya pada 0,001% kemungkinan yang akan mencapai kata berhasil di hidupnya. Buktinya saja ketika ia sedang melayani pelanggan di Sudut siang tadi. Pamannya, Lito, menelpon lewat telepon kantor karena ponsel milik Lingga dimatikan. Pamannya memberitahu banyak informasi tentang ayahnya, dari mulai kondisi kesehatan, lokasi tempat tinggal, dan kabar-kabar yang memungkinkan ayahnya itu untuk cepat ditangkap oleh kepolisian. Singkatnya, ayah Lingga memang akar di balik tragedi meninggalnya Dewangga Mahapati, sang presiden Indonesia yang dicintai rakyatnya.

Lingga masih ingat saat suara tergesa-gesa dari pamannya saat ia mengangkat telepon.

"Halo? Ini dengan Linggarjati?" Pamannya memulai obrolan.

Lingga menjawab, "Iya, Pakde. Ini Lingga."

"Ling, setelah dengar kabar ini, Pakde mohon kamu jangan marah sama ayahmu. Jangan pernah membenci ayahmu secara berlebihan. Ling, ayahmu ada di Jakarta, dia tinggal di daerah dekat dengan kampusmu. Kontrakannya masuk gang kecil. Ayahmu, Ling, dia depresi. Linglung. Selalu ketakutan saat mendengar suara tapak kaki orang lain. Dia langsung nutup telinga dan berteriak kalau dia nggak salah dan nggak mau ditangkap. Ayahmu jadi boneka pejabat, Ling. Dia jadi wayang dari dalang yang membuang ayahmu setelah mendapatkan apa yang pejabat itu mau. Pakde tau ini semua dari teman Pakde yang juga aparat kepolisian. Cepat atau lambat, ayahmu masuk bui. Setelah kabar ayahmu masuk bui, pejabat itu berani unjuk diri."

Setiap huruf, setiap kata, dan setiap kalimat yang pakdenya ucapkan, Lingga mendengarkannya dengan khidmat. Ada dua keping magnet yang bertarung di kepalanya. Keping pertama berisi rasa lega karena ayahnya sudah jelas keberadaannya. Di keping pertama juga pertanyaan Lingga berhasil terjawab, yakni penembak misterius yang ia temukan mirip dengan ayahnya, memang sungguhan ayah kandungnya. Di keping kedua berisi remukan ekpektasi. Lingga kira ayahnya menembak Dewangga Mahapati karena latar belakang ketidaksukaan laki-laki itu dengan pemerintahan di bawah presiden tersebut, tapi Lingga salah, ayahnya dijadikan wayang oleh dalang yang hanya sekali datang, lalu membuang ayahnya tanpa rasa sayang.

Ini pelik. Kalau pamannya tidak memberitahu tentang kondisi mental ayahnya, Lingga akan mencari ayahnya itu saat ini juga dan akan berbicara tentang semua kebodohan pria paruh baya itu dengan nada suara tinggi. Tapi lagi dan lagi, semesta senang memainkan ekspektasi. Ini bukanlah kemungkinan yang Lingga harapkan, meski ia juga berdoa kalau Tuhan mengabulkan doanya agar ayahnya cepat dengan jelas ditemukan. Namun, sungguh, tidak dengan cara seperti ini segala kemungkinan itu dipaparkan.

Lingga tetap diam hingga ucapan dari pamannya tak lagi ia dengarkan. Telepon pun ditutup olehnya. Lingga mendesah dan semakin menyayangkan jalan hidupnya yang tidak berjalan dengan mudah.

*

Ini merupakan hari yang buruk bagi Lingga. Ia yang dikurung oleh emosi, tanpa sadar mengambil alih rapat tanpa persetujuan terlebih dahulu oleh Rajendra, padahal ia dan laki-laki itu sudah membagi tugas masing-masing. Ditambah lagi adegan di mana Janita yang terlihat perhatian kepada Rajendra, semakin membuat Lingga marah. Selepas rapat pun ia langsung pergi saja tanpa pamit dan kata-kata manis yang biasa ia tunjukkan kepada Janita.

RATIMAYA [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang