navavimsati - katanya, mau bicara

1.2K 264 24
                                    

*

ratimaya — navavimsati

*


Seharusnya malam ini Janita tidur nyenyak sambil meluruskan kaki panjangnya ke tembok. Atau melapisi dirinya dengan balutan selimut yang hangat karena cuaca malam ini cukup dingin. Tapi itu tidak terjadi sama sekali, yang ada ia hanya menggerutu sambil berteriak dalam hati. Jagar sukses membawa teman-teman tongkrongannya untuk main ke dalam kamar, termasuk Rajendra yang baru saja mengantar Janita pulang ke rumah, yang tangannya lekas ditarik oleh Jagar untuk kumpul bersama.

"Sinting tuh bocah!" Kelewat kesal, Janita pergi keluar kamar dengan memakai piyama warna coklat dan rambut yang masih basah. "WOY, JANGAN RIBUT, DONG! BADAN GUE PEGEL, ABIS LONCAT-LONCAT LIAT MAS DUTA DKK." begitu teriakannya di depan pintu kamar Jagar sambil berkacak pinggang.

Pintu kamar Jagar terbuka dan yang membukanya adalah Rajendra. "Pegel loncat-loncat atau pegel karena dipeluk Lingga?"

Janita melihat Jagar, Javas, dan Hasta, Renjana, dan Cakra yang cekikikan. Sementara Mahen dan Taraksa hanya tersenyum simpul.

"Apaan sih lo." Janita mendorong bahu Rajendra, yang membuatnya bisa masuk dengan bebas ke kamar Jagar. Kemudian ia menatap tajam orang-orang di kamar tersebut. "Bubar. Lo semua tau orang capek, nggak, sih? It's oke kalau lo semua mainnya sambil bisik-bisik lewat batin. Tapi yang lo semua lakuin itu ketawa kenceng sambil mukul-mukul tembok. Emangnya tembok rumah gue terbuat dari besi dan baja?"

Renjana yang baru saja memasukkan kuaci ke mulutnya bangkit dari karpet. Ia menggenggam sekaleng Pepsi. "Nih, minum dulu. Gue tau Kak Yaya pegel karena nggak dapat minuman bersoda pas joget-joget di GOR, kan?"

Janita menerima kaleng minuman tersebut. Ia meminumnya hingga tandas tanpa bertanya benda itu milik siapa. "Lo bener. Gue nggak dapat makanan sama minuman yang enak." Bekas kaleng tersebut dibuang ke tempat sampah. Janita lalu duduk di samping Taraksa, yang memang sudah memberi kode kepadanya.

Taraksa menepuk-nepuk punggung Janita. "Duh, anak gue kecapekan," godanya, lalu ia mengambil handuk kecil milik Jagar dan menggosok rambut Janita agar cepat kering.

"Tolong dong, Sa, bilangin sama temen lo yang itu," Janita menunjuk Rajendra yang sibuk melahap satu buah cheese burger. "Kalau cemburu, langsung bilang aja, nggak usah banyak omong. Terus, kalau minta dipeluk kayak Lingga tuh bilang, jangan ngode nggak jelas."

Selepas Janita berkata seperti itu, keheningan menyapa semua yang ada di kamar Jagar. Rajendra sendiri sudah berhenti memakan burger-nya. Renjana gagal membuka kaleng fanta. Mahen langsung melotot. Javas, Cakra, dan hasta, langsung bertepuk tangan. Sedangkan Jagar, ia menyeletuk, "Lo mabok Pepsi atau gimana sih, Kak?"

"Mabok cinta Bang Ajen ini mah," timpal Hasta.

"Lo ngantuk apa gimana sih, Ya? Ngelantur gini." Mahen melihat perpindahan kepala Janita yang semula dari bahu Taraksa, kini berada di bahunya. Mata perempuan itu terpejam.

Rajendra tahu kalau mata Janita sedari tadi terbuka ke arahnya, yang kemudian terpejam lagi. Ia tahu kalau perempuan itu ingin dirinya jujur dengan perasaannya sendiri. Sebab selama di perjalanan pulang, Rajendra selalu menyudutkan Janita yang berpelukan dengan Lingga. Sewaktu ditanya apakah cemburu, Rajendra mengulur-ulur waktu.

"We need to talk, Jan," kata Rajendra tiba-tiba, yang langsung mendapatkan semua perhatian dari teman-temannya, kecuali Janita. Perempuan itu masih nyaman berada di bahu Mahen. "Katanya, mau gue jujur. Ya udah, ayok, ngobrol." Rajendra bangkit dari duduknya dan menarik lengan Janita untuk berdiri.

RATIMAYA [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang