navadasa - badai hampir datang

1.4K 258 49
                                    

*

ratimaya - navadasa

*


Gara-gara semalam, Janita akhirnya tidak tidur sampai pagi karena Jagar yang terus-menerus menggodanya karena memergoki kakak perempuannya itu di dalam dekapan Rajendra. Jagar memanas-manasi sambil tertawa terbahak-bahak mengingat Rajendra yang hampir saja mendaratkan bibirnya di kening Janita. Bukan cuma Janita yang dikelilingi rasa malu, tapi Rajendra juga. Grup pertemanannya dengan Jagar dan kawan-kawan sudah ramai sejak semalam. Isinya cuma satu, yakni membocorkan apa yang Rajendra lakukan pada Janita dan itu membuat Mahesa dan Taraksa heboh.

Mama sudah heboh sejak pagi tadi. Saat Janita memberi tahu kalau rapat BEM kampusnya diselenggarakan di rumahnya pukul empat sore nanti, Mama langsung mengeluarkan bahan makanan dari kulkas dan menyuruh Jagar dan Janita membersihkan rumah, membuat kedua anaknya itu mengorbankan jam-jam terbaik untuk bersantai.

"Maaa, Jagar aja yang bersih-bersih dong. Aku capek mau tidur. Masa orang sakit disuruh romusha." Sambil menggelar tikar dengan wajah yang cemberut, Janita protes ke Mama. "Aku semalem nggak tidur tau," katanya terus memberi penjelasan.

Jagar menyambar. "Iya, nggak tidur gara-gara dipeluk sama Bang Ajen."

"Mulut lo tuh ya minta dijahit!" geram janita dengan menjambak rambut Jagar.

Mama sendiri yang tengah berada di dapur hanya geleng-geleng kepala. Semalam ia tahu kalau Rajendra main ke rumah ini. Jagar membangunkannya dan mengajak Mama untuk makan mi instan berdua sambil menonton Janita dan Rajendra dari jarak jauh. Mama juga melayangkan senyum saat Rajendra memeluk hangat putrinya, lalu mengecup pucuk kepala Janita dengan lembut. Ia tahu kalau Rajendra menyayangi Janita. Mama tahu kalau Lingga juga seperti itu. Bedanya kalau Rajendra masih pemula, sedangkan Lingga sudah dari lama.

"Udah, ah, Yaya mau ke atas." Perempuan ini menyerah dan membiarkan Jagar melanjutkan tugas bersih-bersih rumah. Kalau tidak ada Mama, perang mulut pasti akan terjadi. Beruntung Mama ada di dapur. Kalau tidak, segala perabotan akan berubah jadi alat tempur.

Sesampainya di kamar, Janita langsung menyetel televisi. Hanya membiarkan televisi itu menyala, bukan melihatnya. Janita justru sibuk membaca pesan gambar yang Lingga kirim duapuluh menit yang lalu. Isinya sederhana, sederhana laki-laki itu menyayangi Janita.

kalau nanti ada waktu, bolehkah laki-laki ini bertamu? tidak ingin berbuat banyak, hanya duduk dan mengunjungi segala titipan di hari-harimu.

kalau nanti ada ruang, bolehkah laki-laki ini mendapat ucapan selamat datang? sekilas tak apa, hanya sebagai bukti kalau masih ada dan tidak dibuang.

kalau nanti sudah biasa dan sudah bisa menerima, bolehkah laki-laki ini jadi milikmu seutuhnya? menjadi laki-laki yang tanpa beda, tanpa cela, tanpa segala yang membuat celah di antara kita.

kalau waktu dan ruangnya masih dibangun dalam jangka panjang, sudikah kau menemaniku hingga beribu pagi menjelang? menyelami malam yang semakin kelam. menyapa ramai yang disemai. mengenal sepi yang tak kunjung berdamai dan menjadikanmu tempat untuk segala penat.

bolehkah rasa ini semakin merekah?
aku janji kau tak akan jengah ataupun berubah.

-agrapana, 2019.


Selalu, Linggarjati Agrapana selalu membuat Janita tersenyum malu-malu. Laki-laki itu pandai membuat Janita kaku dengan caranya sendiri. Laki-laki selembut ia memang pantas untuk dicintai. Tapi kenapa Janita sangat sulit untuk merealisasikan itu? Janita merasa kalau Lingga hanya cocok dijadikan teman, tidak lebih dari itu meski segala perhatian yang Lingga layangkan, Janita menikmatinya juga.

RATIMAYA [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang