sunya - janita, mama, dan cerita musiknya

16.7K 999 30
                                    

*

ratimaya - sunya

*

Mama pernah bilang kalau semasa ia mengandung Janita, setiap harinya ia selalu mendengarkan musik dari radio jadul yang sekarang sudah dipajang di lemari antik milik Opa. Jenis musik yang Mama dengar kebanyakan merupakan musik yang memiliki irama yang pelan, hangat, dan nyaman. Mirip seperti musik pengantar tidur yang selalu Janita mainkan dari kotak musik pemberian Papa sewaktu kecil. Secinta itu Mama dengan musik, hingga sebelum proses melahirkan pun Mama ingin bermain piano di spot ternyaman di rumah, tepatnya di ruangan khusus buatan Mama dan Papa yang berisi rak buku, piano, dan kandang tiga kucing kesayangan.

Pernah suatu hari Mama bercerita kepada Janita, bahwa ia sangat menyukai musik sebagaimana ia mencintai Opa, Oma dan Papa. Meski ia bukan penyanyi dan tidak mengikuti ekskul paduan suara, Mama memiliki suara yang cukup enak untuk didengar. Papa juga pernah bicara pada Janita kalau sewaktu muda, Papa pernah memberikan piringan hitam klasik yang ia beli di toko antik sebagai pengganti cincin saat Papa menyatakan kesiapannya untuk menikah dengan Mama. Heran, saat perempuan lain menginginkan kalung atau cincin emas, Mama justru tidak berminat pada kedua barang tersebut. Ia baru memakai cincin sehari setelah pernikahan.

Mungkin karena kesukaan Mama terhadap musik, Janita turut ikut menyukai kesukaan Mama tersebut. Sejak kecil, Janita sudah terbiasa mendengar Mama bermain piano dengan Papa yang bernyanyi di sampingnya, atau bergantian Mama yang bernyanyi saat Papa bermain gitar. Kaset-kaset pun berjejer di lemari kaca milik Papa. Dari mulai Koes Ploes, The Beatles, Bon Jovi, Dewa 19, Peterpan, sampai kaset anak-anak kepunyaan Janita pun dipajang di lemari kaca. Maka dari itu, diusianya yang mulai menginjak duapuluh tahun, Janita masih tetap menyukai musik seperti Mama dan Papa. Kalau ada waktu luang, Janita akan pergi ke acara musik yang menampilkan band-band favoritnya. Terutama kalau menyangkut Sheila On 7.

Suara halus milik Mama terdengar di telinga Janita. Badannya mulai menggeliat bersamaan dengan Mama yang membuka gorden jendela.

"Bangun, udah pagi." Mama mengecup pelipis Janita dengan lembut. Diusia Mama yang menginjak hampir empat puluh lima tahun, kebiasaannya tak pernah berubah. Mama selalu memperlakukan Janita seperti anak kecil.

Janita turun dari tempat tidur, lalu mencium pipi Mama. "Aku udah bangun. Mama nggak usah nyiapin aku makan, nanti aku masak sendiri. Tera juga mau main ke sini." Setelah itu Janita berjalan ke arah pintu, mengambil handuk yang ada di cloth hanger.

"Tapi Mama udah masak ikan, Ya. Kamu nggak usah khawatir sama kondisi Mama. Mama masih kuat masak, beres-beres, nyiram tanaman, Ya." Ia tetap bersikeras. Benar-benar keras kepala, yang justru menurun kepada anak-anaknya.

Yaya, nama kesayangan yang diberikan Mama untuk Janita. Kata Mama, pengejaan nama Janita bukanlah menggunakan J, melainkan Y, yang semula Janita menjadi Yanita. Tapi karena petugas catatan sipil salah mengetikan huruf, jadilah ejaan nama Janita yang sekarang.

"Ma, usiaku udah kepala dua. Aku bisa bantu Mama masak, beres-beres rumah, menyetrika baju, menyiram tanaman, ataupun pekerjaan Mama yang lainnya. Mama tinggal istirahat dan biarkan aku yang bekerja. Di usia Mama yang sekarang, Mama harus banyak istirahat, jangan terlalu banyak melakukan ini dan itu."

"Mama cuma nggak mau kamu kecapekan, Ya. Kamu kuliah juga belum tentu langsung pulang ke rumah. Pasti aja kamu kumpul rapat, kalau libur pun kamu seringnya main keluar bareng Tera."

"Mama," Janita mengambil jeda, "Yaya nggak capek sama sekali. Capeknya aku lebih sedikit daripada capeknya Mama. Papa pasti sedih kalau lihat Mama kayak gini terus."

RATIMAYA [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang