Sandara tengah menyiapkan makan malam mereka. kedua orang tua pria yang dicintainya masih belum datang, mungkin masih dalam perjalanan pikirnya.Suara mobil terdengar dari luar rumah. Ia tersenyum dan segera mencuci tangannya. Menyambut pria yang menemaninya sejak 7 tahun yang lalu. “Aku pulang”teriak pria itu membuat senyum Sandara semakin melebar.
“Kau sudah pulang oppa?” tanya gadis itu berlari kearah prianya, pria itu hanya mengangguk lalu memeluk tubuh mungil di dekapannya. “Kau lelah? aku sedang menyiapkan makan malam untuk kita” ucap Sandara dengan bangga.
“Benarkah? Apakah eomma dan appa belum datang?” tanya pria itu. Gadis di depannya menggeleng, “Baiklah, aku akan mandi terlebih dahulu lalu membantumu di dapur” ucap pria itu
“Arraseo” ucap Dara melepaskan pelukannya, pria itu mencium pipi Dara sebelum berjalan kearah kamar mereka sedangkan Dara kembali ke dapur untuk melanjutkan aksi memasaknya.
20 menit kemudian pria itu berjalan mendekati Dara yang berada di dapur menyiapkan makan malam mereka di meja makan, “Mereka akan sampai sebentar lagi” ucap pria itu memeluk pinggang mungil istrinya.
“Benarkah?” tanya Dara, pria dibelakangnya mengangguk, “Bagaimana latihannya?” tanya Dara setelah pria itu mencium pipi Dara dan duduk dikursinya. Dara ikut duduk disampingnya, menatap pria yang ia cintai.
“Sedikit lebih baik, beberapa pemain flute masih belum bisa mengimbangi suara yang lainnya” ucap pria itu, “Bagaimana denganmu?” tanya pria itu, menatap istri tercintanya
“Lebih baik dari hari sebelumnya karena kau tidak banyak membuatku kesal” kalimat tersebut cukup membuat pria di depannya tertawa, Dara merenggut mendengar suara tawa itu. Ia memang mencintai suara tawa yang selalu keluar dari mulut manis suaminya tapi tidak saat ia menertawakannya
“Maafkan aku babe, aku hanya tidak bisa fokus dengan jadwalku. Aku terlalu sibuk dengan jadwalku diluar kampus” ucapnya, Dara mendelik tajam kearah pria itu, “Aku sudah pernah mengatakan bukan ingatkan aku setiap hari” ucap pria itu
“Aku hampir mengingatkanmu setiap pagi tuan, tapi apa yang kau lakukan? Kau bahkan mengganggu waktu belajarku beberapa kali” ucap Sandara kesal. Tawa renyah itu masih terdengar dengan jelas.
Entah untuk yang keberapa kali Sandara merajuk akibat sikap dan sifat pelupa pria di depannya itu. Sejak pria tampan yang berada di depannya memutuskan untuk menjadikannya asisten dosen secara sepihak, Sandara memiliki beban yang lebih berat.
Tak ada pembicaraan diantara mereka sebelumnya saat Kwon Jiyong menunjuknya sebagai asisten dosennya. Setelah mereka sampai di rumah Sandara merajuk hingga makan malam.
“Mengapa kau tidak mengatakannya terlebih dahulu padaku? Kau tidak tahu bagaimana reaksi para mahasiswa senior yang mengikuti kompetensimu. Mereka menatapku seolah aku adalah seorang yang melakukan kesalahan” ucap Sandara kembali merajuk pada suaminya.
“Maafkan aku, aku baru ingat bahwa aku akan menjadikanmu asisten dosenku saat aku berada di ruang dosen. Ayolah babe berhenti merajuk” ucap Jiyong pada istrinya, mata sandara masih menatap tajam kearah prianya,
“Berjanjilah untuk tidak membuatku susah” ucap Sandara, “Aku masih baru disini dan aku tidak tahu bagaimana menjadi seorang asisten dosen” ucap Sandara mengucapkan alasannya.
Kwon Jiyong mendekatinya dan memeluk tubuh mungil itu, Sandara membalas pelukan itu, “Aku janji, bukankah aku telah mengatakan padamu aku akan mengajarinya?” ucap Jiyong
“Mengajari pantatmu, kau bahkan meninggalkanku tadi siang” ucap Sandara lagi yang dibalas dengan cengiran bodoh Kwon Jiyong.
“Aku lupa bahwa aku memiliki janji denganmu” ucapnya membuat Sandara memukul pundak kekar itu pelan, “Itu mengapa aku membutuhkan seorang asisten, aku ingin ada seseorang mengatur jadwalku. Setidaknya sekarang ada yang mengatur jadwalku di universitas” ucap Jiyong
“Bagaimana dengan jadwalmu diluar universitas?” tanya Sandara menjauhkan tubuhnya dari tubuh itu.
“Biar aku yang mengaturnya” ucap Kwon Jiyong, “Kau yang akan mengatur jadwalku di universitas dan aku yang akan mengatur jadwalku diluar universitas karena jadwalku diluar lebih rumit dari di universitas” ucap pria itu lagi
Suara mobil mengembalikan Sandara dari lamunannya, “Itu pasti eomma dan appa” ucap Jiyong beranjak dari duduknya untuk menyambut kedua orang tuanya. Sandara ikut berdiri dan mengikuti Jiyong keruang depan.
Pintu terbuka menampilkan kedua orang tua Jiyong dengan satu orang pria di belakang mereka. Kedua pasangan muda itu menyambut keduanya dengan hangat, berpelukan dan mengajak keduanya langsung ke ruang makan karena makan malam telah siap.“Menantuku semakin baik dalam memasak” ucap Nyonya Kwon membuat Dara merona, “Bagaimana hidup bersama?” tanya Nyonya Kwon pada kedua pasangan yang baru hidup bersama satu tahun.
“Well semakin membaik karena kini aku tak merasa kesepian lagi” ucap Jiyong menggenggam tangan mungil Sandara diatas meja makan, “Aku bisa merasakan semakin mencintainya setiap hari. Disambut dengan wajah cantik disetiap pagi dan ditutup dengan wajah cantik dimalam hari, aku tidak tahu bahwa semua ini akan seindah pada kenyataan” ucap Jiyong
“Apakah kalian memiliki niatan untuk membuatkan kami cucu?” tanya Nyonya Kwon, yang diperingati oleh Tuan Kwon karena melihat perubahan ekspresi pada anak dan menantunya,
“Mereka bahkan baru bersama, tidak perlu terburu-buru. Sandara masih terlalu muda untuk menjadi seorang ibu. Dan bukankah diuniversitasnya dilarang adanya hubungan antara dosen dan mahasiswa?” tanya Tuan Kwon yang dibalas dengan anggukan kepala keduanya. “Lalu bagaimana kalian menutupi hubungan kalian? Apakah kalian bersikap tidak saling kenal?” tanya Tuan Kwon yang dijawab dengan anggukan dari keduanya.
“Kau masih menikmati tugasmu sebagai dosen disana?” tanya Nyonya Kwon yang dijawab dengan anggukan kepala anak lelakinya. “Darah eomma benar-benar mengalir di darahmu. Berhentilah sebelum semuanya berantakan” ucap Nyonya Kwon memberi saran.
Sandara melirik suaminya dan menggenggam tangan diatasnya erat, “Kami masih berada di titik aman eomma, dan untuk cucu” Sandara kembali melirik Jiyong yang kini menatapnya, “Mungkin akan kami usahakan jika waktunya memang sudah tepat” ucap Sandara.
Senyum manis diwajah tampan itu terlihat jelas, kalimat terima kasih dan syukur dapat Dara rasakan meskipun Jiyong tak mengucapkan kalimat apapun. Seolah matanya dapat berbicara dan menyampaikan pesannya tersendiri.
----WHAT-IS-NEXT---

KAMU SEDANG MEMBACA
Janus
Fiksi PenggemarJust like a janus who has two face. Sandara membenci pria itu hingga keujung rambutnya. Sandara mencintainya dengan seluruh hatinya. Sandara Park. 20. Mahasiswi semester 2. Asisten dosen Kwon Jiyong. Dosen musik di Universitasnya. Dosen yang menjadi...