D-Day SeoArt Night Part II

532 104 11
                                    

Acara telah sampai di acara puncak dan selama acara itu dimulai yang Sandara lakukan hanya berkirim pesan dengan prianya yang berdiri dibelakangnya. Ia sesekali melirik pria itu dan tak jarang akan ada pria yang akan mendekatinya dan mengajaknya berbincang membuat pria itu naik darah, sehingga mengirim pesan ancaman agar Sandara bergerak menjauhi pria itu.

Satu persatu peserta lomba dansa dipanggil untuk mempersiapkan diri. Sandara melirik ke belakang meminta izin, Jiyong menganggukkan kepalanya dan langsung pergi entah kemana. Sandara menarik nafasnya sebelum menghampiri tempat yang ditunjuk sebagai tempat bersiap.

15 menit berlalu dan musik mulai terdengar. Mereka diminta untuk menari sesuai lagu yang ada hingga selesai dan lima penari yang menarik akan dijadikan pemenangnya. Terdapat 25 pasang dilapang dansa yang kini saling berhadapan untuk menari. Sandara melirik suaminya yang tersenyum hangat kearahnya lalu melirik pria di depannya.

Musik dimulai dan sandara mulai melangkahkan kakinya, menari balet dengan iringan musik klasik yang cukup memiliki beat. Beberapa orang terpukau dengan penampilan sandara yang berbeda dari para peserta lainnya. Tak ada peraturan yang dapat mengurangi penilaian. Para peserta diperbolehkan menarik satu orang lainnya untuk dijadikan pasangan berdansa jika ia membutuhkan.

Ia melirik prianya tengah tersenyum bangga pada dirinya dengan ibu jari yang diangkat gadis itu tahu bahwa prianya bangga memiliki gadis sepertinya. Musik berhenti setelah lima menit berputar dan kini saatnya para juri memilih lima diantara mereka yang beruntung untuk bisa berkencan dengan pasangan mereka masing-masing.

Sandara menatap para tamu yang diundang dengan gugup. Tangannya tak berhenti bergetar akibat gugup. Ia melihat suaminya masih menatapnya dan itu tak mengurangi rasa gugupnya. Bahkan kupu-kupu di perutnya semakin liar berterbangan membuatnya tak fokus pada apa yang host katakan.

"Sandara Park!!!" maniknya beralih pada seseorang yang menyebut namanya dengan membahana. Ia melirik sekitar dan melihat semuanya bersorak. Ia melirik Bom, Minzy dan Chaerin yang bahkan telah duduk disalah satu bangku di depan mereka. Ia melirik kearah samping dan melihat dua orang wanita dan dua orang pria tengah memandangnya dengan tepukan tangan.

Seseorang berjalan kearahnya dan memberikan sebuah bunga dan tulisan yang menandakan ia memenangkan juara satu dalam lomba itu. Ia lalu melirik Jiyong ditempatnya semula yang bertepuk tangan dengan senyum bangga tak henti diwajahnya.

Acara puncak telah dilewati dan kini mereka tengah berdansa dengan pasangan masing-masing. Ia duduk disalah satu kursi panjang dengan cocktail di tangan kanannya. Ia menatap teman-temannya yang tengah berdansa di depannya. matanya berkeliling mencari prianya.

Senyum diwajahnya luntur melihat pria itu tengah berdansa dengan wanita lain. Meskipun ia tak melihat senyum yang biasa pria itu berikan padanya tapi ada rasa sakit dihatinya. Dan saat manik mereka bertemu, Sandara segera memalingkan wajahnya.

Bahkan mereka tak bisa berdansa bersama di acara pesta dansa seperti ini. Ia memang akan pergi berkencan dengan prianya, tapi pemikiran ia tak bisa memiliki prianya sebagaimana mestinya membuat hatinya ngilu. Ia kembali melirik prianya yang masih berdansa dengan wanita itu dengan manik menatap kearahnya.

Ia beranjak dari duduknya untuk pergi ke arah toilet. Ia memasuki toilet dan membasuh wajahnya dengan air dingin agar terasa lebih segar. Ia fikir datang ke tempat ini akan membuatnya bahagia. Setidaknya ia akan merasakan apa yang bisa sepasang pasangan lakukan pada umumnya. Berdansa dan bercengkrama seperti pasangan normal. Ia salah. Dengan posisi mereka yang masih sama semuanya terasa lebih berat.

Ia teringat perkataan Haejin yang mengatakan akan keluar jika ia bersamanya. Apakah Jiyong akan melakukan hal yang sama untuknya? Tapi kapan? Saat ia memintanya? Tidak bisakah pria itu mengerti bahwa ia juga ingin merasakan apa yang pasangan normal lakukan di publik?

Ia menatap pantulannya di depan. Wajahnya basah akibat air yang masih mengalir diwajahnya yang telah dipoles dengan make up beberapa jam yang lalu. Tangannya meraih tissue yang berada disamping wash basin. Mengelap wajahnya dengan perlahan agar tak merusak make up yang telah ia pakai. Ia menarik nafas sebelum merapikan rambutnya sebelum keluar dari toilet.

Langkahnya terhenti saat seseorang mengejutkannya di depan pintu keluar. Prianya tengah bermain dengan ponselnya menunggu seseorang. Ia berbalik untuk melihat orang lain yang kemungkinan ditunggu olehnya.

Kepala pria itu terangkat dan mata mereka bertemu. Dengan senyum hangat terpancar di wajah tampannya, pria itu mendekati gadisnya yang menatapnya dengan alis berkerut. Ia mencium kening itu menghilangkan kerutan yang mengatakan bahwa ia bingung.

"Aku menunggumu, apa kau lelah?" tanya pria itu menyentuh tangan gadis didepannya. Sandara menatap Jiyong lalu mengangguk, "Tapi bisakah kita ke sebuah tempat terlebih dahulu? Aku ingin mengajakmu ke sebuah tempat untuk menyempurnakan acara malam ini." ucapan pria itu mulus keluar dengan senyum masih terpancar di bibir merah mudanya.

Dara mengangguk sebagai jawaban.

Jiyong menarik tangan gadis itu untuk mencari jalan tikus untuk sampai diparkiran. Di tengah jalan Sandara ingat pada teman-temannya, ia hendak kembali saat namanya dipanggil oleh suara yang tak asing baginya.

Tanpa melirik Jiyong berbisik di telinga Sandara bahwa ia akan menunggu di mobil. Ia yakin sahabat istrinya itu melihatnya dan ia tak ingin mereka tertangkap basah tengah berdua. Ditambah tangan Jiyong melingkar sempurna di pinggang gadis itu. Ia tak ingin istrinya menjadi bahan bully yang sempurna.

"Apakah itu Baby Boy?" tanya Bom saat gadis itu berada dihadapan Sandara, Sandara melirik pria yang kini berada cukup jauh diantara mereka dan mengangguk sebagai jawaban untuk pertanyaan bom, "Ia tak masuk?" Bom beralih pada gadis didepannya.

"Ia hanya datang kemari untuk menjemputku. Lagi pula acaranya telah selesai dan ia cukup kelelahan dengan tugas-tugasnya." Sandara beralasan, ia lalu melirik pintu masuk yang kosong. "Aku baru saja ingin berpamitan pada kalian bahwa aku ingin pulang lebih awal," ucap Sandara kembali beralih pada Bom.

Bom hanya mengangguk, "Sayang sekali aku terlambat untuk melihatnya." Bom merenggut kecewa membuat Sandara tertawa pelan melihat mimik kecewa yang diberikan sahabatnya. "Aku harap kita bisa bertemu. Tapi ia mengingatkanku pada seseorang." mata Sandara membulat. Dalam hatinya ia berharap bahwa Bom tak mengenalinya. 

"Ia seperti seseorang yang kuketahui tapi aku lupa dimana aku melihatnya. Punggungnya terlihat familiar," lanjut gadis itu, "Kau harus segera memperkenalkannya pada kami!" telunjuk Bom tepat mengarah pada hidung Sandara.

Sandara mengangguk dengan gigi terlihat menampilkan senyumnya, "Aku akan mengenalkannya pada kalian tapi tidak sekarang. Ia memiliki banyak tugas yang harus ia selesaikan terlebih dahulu," ucap Sandara

"Apakah kekasihmu seorang pengusaha?"

Sandara mengangkat bahu lalu melirik ponselnya, "Aku harus pulang," ucap Sandara menggoyang ponsel berisi pop-up pesan Jiyong, Bom mendesah dengan anggukan kepalanya. gadis itu segera pergi meninggalkan Bom di ruangan itu.

---WHAT-IS-NEXT---

JanusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang