Babbo Nampyeon

595 105 23
                                    

Sandara sampai di depan mobil Jiyong. Dan pria itu segera membuka pintu itu agar dara dapat masuk. "Kemana kita pergi sekarang?" tanya Sandara saat gadis itu sudah menyecahkan bokongnya di kursi penumpang disamping kursi pengemudi.

"Itu rahasia. Kau bisa tidur sebentar jika kau ingin," ucap Jiyong melajukan mobilnya. Sandara meliriknya dengan alis berkerut, "Perjalanannya tidak sejauh yang kau fikirkan tapi ini memang membutuhkan waktu yang cukup lama." Jiyong menjelaskan pertanyaan tak terucap sandara.

"Aku ingin tetap terjaga sampai ke tempat yang kau maksud." Jiyong menjawabnya dengan sebuah anggukan mengerti. Ia melajukan mobilnya tak terlalu kencang dan tak terlalu pelan juga. Ia hanya ingin menikmati momen bersama istrinya.

Menggenggam tangan istrinya dengan tangan kanan, sedangkan tangan kirinya menggenggam setir. Berbincang dan menertawakan hal yang menurut mereka lucu saat bertukar cerita. Dengan sebuah lagu klasik yang menemani mereka hingga mereka sampai di sebuah tempat yang pernah mereka datangi dulu saat mereka berpisah.

Namsan Tower.

Sandara melirik suaminya dengan alis berkerut. Mereka memang pernah kemari sekali tapi itu sangat lama sekali karena sejak Jiyong mengambil strata duanya, pria itu mulai sibuk dan tak memiliki waktu yang banyak. Dan lagi Jiyong tak mengambil program magisternya di Seoul melainkan di Eropa.

Pintu Sandara terbuka menampilkan suaminya yang mengulurkan tangan untuk ia genggam. Sandara meliriknya lalu menggapai jemari pria itu untuk digenggam. Mereka berjalan dengan bergandengan tangan sampai pintu masuk.

Sudah sangat lama sejak mereka dapat merasakan hal itu. Dan malam ini entah mengapa Namsan Tower terlihat cukup kosong. Sandara melirik jam putih ditangan kirinya, pukul 8.45 dan jika tak salah wisata romantis ini akan tutup pukul 23.00.

Otaknya bekerja.

Ia melirik kearah samping dimana prianya tengah mengantarnya kesebuah tempat yang seperti telah dipersiapkan oleh pria itu. Ia melirik ke depan, menatap jalanan yang ia lewati. Terdapat beberapa bunga disepanjang jalannya.

Mungkin jika itu adalah bunga biasa Sandara tak akan berfikir bahwa ini adalah ulah prianya. Tapi dengan bunga favorit dan warna pilihan yang menarik membuatnya yakin bahwa prianya menyiapkan segalanya untuknya.

Mereka sampai di puncak.

Mata sandara mulai berair.

Ia dapat melihat kelopak bunga yang berceceran di tempatnya berpijak. Terdapat sebuah meja kayu dengan dua kursi elegan. Dan jangan lupakan bunga lilin-lilin kecil yang mengelilingi ruangan terbuka itu.

Tangan pria itu melingkar di pinggang Dara, hampir mengejutkan gadisnya dengan bucket bunga yang berada di genggaman pria itu. Sandara menutup mulutnya karena terlalu banyak kejutan yang telah pria itu lakukan dihari yang sama.

Tadi siang ia dikejutkan dengan makan siang istimewa dirumah, buatan mereka berdua. Pria itu bahkan menyiapkan sesuatu yang tak Dara ketahui. Dan ini bukan apa yang Dara pikirkan. Ia benar-benar hilang akal.

"Shall we," tawar pria itu mengangkat tangannya di depan Dara meminta berdansa dengan gadis itu. Dara hanya menyimpan tangannya di telapak tangan Jiyong dan musik menyala. Ia sedikit terkejut sehingga tertawa kecil karena keterkejutannya sendiri.

Ia hanya tidak bisa berfikir ini akan terjadi. Ini benar-benar diluar akal sehatnya.

Lengan Sandara di genggaman Jiyong dengan bunga diantara mereka dan satu tangan Dara yang lainnya berada di pundak Jiyong. Tangan Jiyong berada di pinggang Dara, merapatkan tubuh mereka tanpa celah.

Mereka bergerak seirama dengan musik yang mengiringi dansa mereka. Hingga Jiyong mengingat jadwal mereka tak hanya disitu. Ia melepaskan pelukannya dan membawa gadisnya ke meja yang terdapat disana. Mempersilahkan gadisnya duduk seperti seorang gentleman.

JanusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang