Satu

34K 971 37
                                    

Hujan rintik-rintik di siang bolong bukanlah sesuatu yang asing di kota yang dijuluki kota hujan ini. Di tengah kota yang selalu padat dengan transportasi umum, terdapat satu kafe yang sangat nyaman untuk sekedar duduk atau bercengkerama dengan orang lain. Di balkon lantai dua kafe tersebut, tampak seorang gadis bertopang dagu memandangi jalan raya yang begitu padat diiringi suara klakson yang saling bersahutan. Kepulan asap dari cangkir kopi yang ada dihadapannya tak begitu ia pedulikan. Rambut ikal sepunggungnya ia biarkan tergerai, menari mengikuti arah angin membawanya.

"Vero, sorry ya lama?" Tanya seorang gadis dengan rambut sebahu yang baru saja datang. Terdapat titik air di bajunya yang cukup tipis.

Gadis itu menoleh seraya tersenyum. "Eh, Ra. Santai aja kali." Ujar gadis bernama Vero tersebut.

"Kok lo kesini ngedadak banget sih, Ver? Untung hari ini gue gak kuliah sampe sore."

"Gue lagi bete aja dirumah sendirian."

"Vero..! Indrii..!!" Panggil seorang lelaki bertubuh gempal yang berjalan kearah mereka.

"Reza ih, malu-maluin deh! Kan udah gue bilang, kalo ditempat umum jangan manggil nama." Jelas Indri.

"Terus gua harus manggil kalian apa dong? Kurcaci merah jambu?" Kilah Reza.

Indri melirik bajunya dan baju Vero yang ternyata berwarna sama, merah jambu.

"Sial! Nyebelin banget sih lo." Indri meninju lengan kiri Reza.

"Za, gue tau kalo gue sama Indri itu pendek, tapi ya nggak usah diperjelas gitu dong.." ujar Vero.

"ahahaha, maapin dah, Ver." Reza lalu duduk didepan mereka. "So, jadi kenapa lo tiba-tiba datang ke Bogor hari ini? Kangen gua ya?" Tambahnya.

"Gue butuh bantuan kalian nih gengs."

Indri dan Reza hanya menatap Vero dengan santai tanpa menginterupsi sahabatnya.

Setelah yakin mereka mendengarkan, Vero melanjutkan ucapannya.

"Jadi gini, komunitas gue mau bikin acara tahunan. Dan untuk tahun ini rencananya mau ajak komunitas lain yang ada se-Jabode aja. Nah, gue denger di Bogor ini banyak banget komunitas sosial yang penggeraknya pemuda inovatif dan target mereka adalah anak yatim atau anak jalanan."

"Terus gue harus gimana?" Tanya Indri.

"Pernah denger Bogor Ngariung?"

"Kayaknya nggak asing sih. Kalo gak salah temen gua juga sering ikut ngumpul."

"Nah, kebetulan banget! Minta kontaknya dong, Za.."

"Gampang. Gua kirimin langsung." Reza mengeluarkan ponselnya dan mengotak-atiknya sekejap.

"Cuma karena itu doang?" Tanya Indri yang wajahnya kini mulai cemberut. Namun dibalas cengiran lebar Vero.

"Ngapain lo repot-repot kesini kalo cuma minta kontak doang? Padahal kan lewat whatsapp juga bisa. Bego lo, Ver." Ujar Reza.

"Dih, biarin. Bego-bego gini juga laku. Emangnya kalian? Ahahaha.."

"Serah lu dah, Ver. Cewek mah selalu benar. Kecuali Indri tapi ya."

Kira memukul tangan Reza dengan keras. "Ih, Reza mah. Kok gue lagi sih yang kena? Gue udah mencoba jadi anak baik loh ini."

"Preet! Baik dari Hongkong!"

"Yaelah, kalian kapan bisa akur sih? Hati-hati jodoh loh."

"Gua? Sama nenek lampir ini? Ogah!!"

"Dih, siapa juga yang mau sama lo? Dasar remahan keripik lo!"

"Halah, bise aje nih kembalian micin."

ImpromptuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang