Lima Puluh

6.3K 477 132
                                    

Haaaaaaaiiiiiiii..
Apa kabar?
Maafkan daku yg sempat menghilang ya 🙏
Bukan berniat menggantung cerita, tapi memang karena nyari ide itu suliiiidhhhh
Jangan benci sama aku yaaaa
Ku sayang kalian 😘

***

Semburat merah mentari pagi menyembul di ufuk timur. Sejak kakeknya meninggal, Darrel jarang sekali bahkan hampir tidak pernah lagi jogging pagi seperti yang kini ia lakukan. Terlebih, memasuki musim hujan seperti ini, pagi yang cerah dengan sinar matahari yang menghangatkan tubuh memang sangat langka ia dapati.

Darrel bergegas pulang ke rumah saat matahari mulai meninggi dan taman kompleks yang mulai ramai pengunjung. Ia masih berlari-lari kecil hingga ia sampai di depan gerbang rumahnya.

"Rel."

Darrel melirik sekilas Fara yang kini sudah berdiri di sebelahnya.

"Ada yang ketinggalan?" Tanya Darrel tanpa menatap Fara.

"Aku minta maaf."

"Hm."

Darrel membuka gerbang rumahnya, dan masuk diikuti Fara.

"Aku mabuk waktu itu, Rel. Aku gak sadar dengan apa yang udah aku lakuin. Aku kira-"

"Kamu gak ada kewajiban untuk menjelaskan hal ini. We broke up, Ra. There is no relationship between us anymore."

"No, Rel. I don't want to break up. Kita bisa selesaikan semuanya. Kalo kamu keberatan dengan adanya anak ini, aku bisa-"

"Lo gila ya?!" Bentak Darrel. Ia tahu apa yang akan Fara ucapkan selanjutnya. Ia benar-benar tak menyangka bahwa orang yang ia sayangi bisa berpikiran sedangkal itu. Apalagi ini menyangkut kehidupan seseorang yang bahkan belum sempat menghirup udara yang sama dengannya. "Masih kurang puas nyakitin gue, dan sekarang lo mau jadi pembunuh? Gila!"

Fara menggenggam lengan Darrel. "Aku gak mau putus, Rel." Air mata Fara lolos begitu saja membasahi pipinya.

"I'm sorry." Darrel melepaskan tangan Fara dan masuk ke dalam rumah tanpa menghiraukan Fara yang terus meneriakkan namanya di balik pintu.

***

Darrel memegang satu gelas jus mangga dengan tangan kanannya, dan PC tablet di tangannya yg lain. Ia lalu duduk di sofa ruang tengah sambil terus menatap layar sepuluh inch ditangannya. Entah pada artikel ke berapa yang sudah baca saat ponselnya yang ia letakkan di atas meja tiba-tiba berdering. Ia menatap sekilas layar ponselnya. Tertera nama Joe disana.

Joe merupakan sahabatnya sejak sekolah dasar yang sudah hampir sepuluh tahun ini tinggal dan menetap di Cambridge, UK. Sejak ia pindah kesana, hanya beberapa kali saja mereka bisa bertemu. Bahkan saat Darrel menikah pun, Joe tidak bisa hadir karena tuntutan pekerjaan. Meski begitu, komunikasi diantara mereka tetap terjalin kuat. Darrel menyunggingkan senyumnya sebelum mengangkat panggilan tersebut.

"Hei, Joe. Apa kabar lo?"

Terdengar tawa di seberang. "Kabar gue baik. Lo gimana?"

"Gue juga baik."

"Gue lagi di Jakarta nih. Lo sibuk gak?"

"Loh, dari kapan?"

"Dua hari yang lalu."

"Wah, parah ya lo, gak bilang-bilang."

"Loh, kan ini gue bilang."

"Iya deh, iya."

ImpromptuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang