Tiga Puluh Delapan

5.9K 332 14
                                    

Darrel duduk di sofa ruang keluarga. Di depannya TV menyala, menampilkan tayangan film bioskop yang seringkali diputar di TV pukul sembilan malam. Tiba-tiba saja pintu kamar Vero terbuka, gadis penghuni kamar itu keluar dengan menenteng sebuah koper berukuran sedang.

"Mau kemana?"

"Semarang. Lusa kan kakak gue mau nikah."

"Gak besok malem aja bareng gue?"

Vero menggeleng. "Udah beli tiket buat hari ini."

"Sendiri?"

"Nggak, sama Indri."

"Yang cowok gak ikut?"

"Reza? Dia baru bisa nyusul besok."

"Oh. Perlu gue anter ke bandara gak?"

"Gak usah, taksi gue udah nunggu di depan."

"Hm, oke. Take care ya."

"Oke." Vero beranjak pergi meninggalkan Darrel yang tetap duduk di tempatnya.

Vero selama ini bersikap biasa saja, memilih bungkam seolah tak terjadi apa-apa. Meskipun jauh di dalam lubuk hatinya, ia ingin sekali bertanya tentang siapa wanita yang sempat ia lihat bersama Darrel waktu itu.

***

Vero dan Indri sampai di Semarang tepat pukul tiga dini hari. Mata kantuk keduanya tak bisa ditutupi oleh apapun. Mereka dijemput di bandara oleh sepupu Vero, sehingga mereka bisa tidur di mobil barang sejenak.

"Mbak Vero, bangun. Kita udah nyampe nih."

"Mmm."

"Mbak? Oi!"

"Iya Raka, mbak denger kok." Vero berusaha menegakkan duduknya. "Ndri, udah sampe Ndri."

"Udah ya? Kok cepet banget sih? Masih ngantuk tau."

"Lah, salah sendiri. Kenapa pesen tiketnya malem banget coba?"

"Yaa, gue kan nyari yang termurah, Ver. Lumayan tau. Lagian kan kita juga kerja sampe sore."

"Iya, iya. Yuk, tidurnya di dalem aja." Mereka berdua turun dari mobil, menyusul Raka yang sudah turun sedari tadi.

"Makasih ya, Raka. Udah mau direpotin."

"Iya, mbak. Santai aja. Raka duluan ya mbak."

"Iya."

Vero dan Indri masuk ke rumah yang memang sengaja tidak dikunci. Mereka langsung menuju kamar Vero yang berada di lantai dua rumah itu.

"Raka ganteng ya, Ver. Sopan, ramah lagi." Ujar Indri yang kini duduk di tepi ranjang.

"Kenapa? Lo suka?" Vero menaruh kopernya di sebelah lemari.

"Ish, nggak lah. Masa gue sama berondong sih? Eh tapi, gak apa-apa juga sih. Cuma beda empat tahun kan?"

"Iya. Tuh, gak terlalu jauh kan bedanya? Diluaran sana banyak tuh yang sampe beda belasan tahun."

"Itu kan di luar, Ver. Kita di Indonesia. In-do-ne-sia. Lo tau sendiri orang-orang kita doyan nyinyir, yang ada gue di bully sama mereka."

ImpromptuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang