Empat Puluh Satu

6.5K 340 38
                                    

Darrel duduk di sofa ruang keluarga, di tangannya terdapat setumpuk laporan yang harus di review untuk di serahkan ke klien besok pagi. Suara televisi yang samar-samar dan segelas kopi yang masih mengepulkan asap menemaninya malam itu.

Tak berapa lama, Vero keluar dari kamarnya. Ia berjalan seolah mengendap-endap agar tak menimbulkan suara ketika ia membuka pintu. Ia kemudian duduk di sebelah Darrel yang tetap terpaku pada laporan di tangannya.

Vero sengaja membuka pintu kamarnya lebar-lebar, waspada kalau Raka terbangun dari tidurnya dan menangis. Dua jam yang lalu, sebelum ibu mertua dan ibunya Raka pergi ke rumah sakit, Raka memang ditidurkan terlebih dahulu karena jam tujuh malam adalah jam tidurnya.

"Udah makan?" Tanya Vero.

"Belum."

"Mau gue buatin makan malem gak?"

"Gak usah, gue belum laper kok. Lo aja sana yang makan."

"Gue udah makan kok."

Hening.

Tak ada suara apapun selain suara televisi yang menayangkan berbagai macam iklan. Baik Vero maupun Darrel tak ada yang memancing obrolan, membuat kecanggungan di antara mereka terlalu nyata.

Suara tangisan Raka memecah keheningan diantara keduanya. Sontak Vero bangkit dan berlari ke kamar, menuju tempat dimana Raka tidur. Vero mengusap pelan punggung Raka dengan penuh kasih.

"Shhh.. bobo ya nak.." Beberapa kali Vero mengusap dan mencium pipi tembem Raka yang wangi minyak telon.

Raka kembali tenang saat tangan Vero mengusap punggungnya. Namun saat Vero berhenti, Raka kembali menangis. Bahkan kali ini ia tak bisa ditenangkan oleh usapan Vero. Alhasil gadis itu langsung menggendongnya.

"Shhh.. kenapa, hm?" Vero menangkupkan tubuh Raka di dadanya. Ia menepuk-nepuk punggung Raka dengan lembut.

"Dia haus kali." Sahut Darrel yang kini tengah bersandar pada pintu kamar Vero sambil melipat tangannya di depan dada.

"Iya apa ya?"

Darrel menghampiri Vero yang masih berusaha menenangkan Raka. "Tadi tante Dewi bilang kasih dia susu aja kalo nangis." Lelaki itu mengusap punggung Raka. "Lo tau kan caranya?"

Vero tampak berpikir. Ia lalu mengikuti arah pandangan Darrel yang disalahartikan olehnya. "Hah, maksud lo apa?" Tanyanya seraya membetulkan posisi Raka yang terus menangis.

Pletak!

Sebuah sentilan mendarat di dahi Vero, membuat gadis itu meringis kesakitan.

"Sakit, Rel!"

"Lo jangan mikir yang macem-macem ya. Gue gak mikir ke arah sana."

Vero mendengus sebal. "Alasan! Orang jelas-jelas lo liat ke punya gue."

Darrel yang tampak kesal, merebut Raka dari gendongan Vero. "Udah sana buatin susu, kasian dia nangis terus."

"Ada dimana?"

"Di meja makan. Instruksinya ada di kaleng susu formulanya, tadi gue yang minta tante Dewi buat nulis disitu."

Tanpa babibu, Vero langsung meluncur ke dapur dan membuatkan susu sesuai instruksi yang dituliskan Dewi. Sementara Darrel menepuk-nepuk punggung Raka seperti yang dilakukan Vero tadi.

"Hei, udah dong jangan nangis terus, nanti tenggorokan kamu sakit.." bisik Darrel.

Bukannya tenang, suara tangis Raka malah semakin kencang. "Duh, kamu beneran haus ya sayang? Sebentar ya, tante Vero lagi buatin susu dulu buat kamu." Darrel terus menepuk punggung Raka, sesekali mengusap belakang kepalanya.

ImpromptuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang