Sembilan

9K 457 2
                                    

Pagi ini, masih seperti beberapa hari terakhir. Vero dan Darrel masih saling berdiam diri. Entah kapan terakhir kali mereka sarapan atau makan malam satu meja yang sama, karena sejak kejadian tempo hari, mereka jadi jarang bersama. Entah Vero yang menghindar, atau Darrel yang terlalu menutup diri.

Vero berangkat ke kampus lebih pagi hari ini. Ia tampak sedang memakai sepatunya di ruang tamu. Darrel duduk di sofa yang tak jauh darinya. Ia menaruh secangkir kopi di meja bersamaan dengan Vero mengambil tugasnya. Alhasil kopi tersebut tumpah mengenai tugas milik Vero.

"Tugas gue!" Pekik Vero.

Darrel terkejut bukan main. Ia benar-benar tidak sengaja.

"Lo apa-apaan sih? Kalo lo emang gak suka sama gue, bilang. Jangan kayak gini caranya. Kayak anak kecil, tau!" Gerutu Vero.

"Maafin gue, Ver. Gue gak sengaja. Lagian salah siapa yang nyenggol tangan gue?"

"Jadi gue yang salah?" Vero beranjak keluar rumah. Darrel mengejarnya.

Darrel menarik tangan Vero dan menahannya. "Gue minta maaf."

Vero melepaskan cengkraman tangan Darrel di tangannya. "Lo tau sendiri semalem gue sampe begadang demi tugas itu. Terus dengan mudahnya lo rusakin dan bilang maaf?"

"Vero.."

"Gue tau minggu lalu gue udah salah sama lo. Gue udah minta maaf. Tapi kenapa lo masih kayak gini? Sensi terus sama gue, nyuekin gue. Bahkan gue-"

Darrel memotong ucapan Vero. "Sorry, bentar." Potongnya. Ia lalu mengangkat telepon yang terus menerus berdering. "Iya, selamat pagi pak."

Vero mendengus dan melangkahkan kakinya keluar gerbang rumah tanpa menoleh lagi ke arah Darrel. Ia benar-benar kesal dibuatnya.

"Vero, tunggu Ver!" Panggil Darrel.

Kebetulan taksi lewat. Vero menghentikannya dan langsung menaiki taksi tersebut saat Darrel menghampirinya.

Tiba-tiba saja ponselnya berdering. Vero langsung mengangkatnya tanpa melihat siapa yang menelpon.

"Iya, halo."

"Selamat pagi, anak ayah yang cantik. Gimana kabar kamu, nak?"

"Ayah? Vero baik, yah. Ayah sama bunda gimana?"

"Kami baik-baik saja. Kamu gimana selama tinggal bareng sama Darrel? Darrel anak yang baik kan?"

Baik apanya? Yang ada bikin sakit kepala tiap hari. Ujarnya membatin.

"Ya nggak gimana-gimana, yah. Darrel baik kok."

"Ayah minta maaf ya, kamu terpaksa menikah dengan orang yang tidak kamu cintai seperti ini. Ayah terlalu egois.."

"Sst.. ayah, udah ah, jangan bahas ini lagi."

"Kamu baik-baik ya sama Darrel. Jangan sampai kalian bercerai hanya karena beda pendapat. Ayah yakin, cepat atau lambat, kalian pasti saling mencintai. Maka dari itu, kamu harus bisa melayaninya dengan baik ya, Vero. "

"Iya, ayah. Vero ngerti."

"Ya udah, salam buat Darrel."

"Iya, nanti Vero sampein."

"Daah, Vero."

"Daah, ayah." Vero mematikan sambungan telpon.

Vero memandangi jalan raya yang sudah mulai macet. Apa iya kami bisa saling mencintai seperti yang ayah bilang barusan? Hampir setiap hari kami bertengkar, bagaimana bisa kami jatuh cinta? Dan apakah gue masih bisa membuka hati untuk orang lain, setelah apa yang Angga lakuin ke gue? Pikir Vero.

ImpromptuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang