Tiga Puluh

6.2K 331 9
                                    

Spesial pake telor buat bendyaranii yang sering nagih belakangan ini 😅
Semoga suka!

***

Bulir-bulir embun menghiasi kaca jendela taksi yang ditumpangi Vero dari Bandara Internasional Ahmad Yani menuju rumah orang tuanya yang berada di daerah Brotojoyo, Semarang Utara. Ia mengambil penerbangan paling pagi agar sampai di rumah sebelum siang. Hal ini dilakukannya karena ia ingin membantu persiapan acara pertunangan kakaknya yang akan diadakan besok malam.

"Maaf, bu. Sudah sampai."

Ucapan sopir taksi membuyarkan lamunannya yang berkelana entah kemana.

"Oh iya, pak. Maaf."

Segera saja Vero mengambil tasnya. Ia mengeluarkan beberapa lembar uang lima puluh ribuan dan menyerahkannya.

"Maaf, bu. Kembaliannya.."

"Mboten usah pak, dinggo bapak'e..*"

"Matur suwun, bu."

"Iya, pak. Terimakasih ya."

"Iya."

Vero keluar dari taksi dengan membawa tas berukuran sedang. Rumah di hadapannya tampak berbeda dengan terakhir kali ia lihat. Beberapa orang tampak berlalu-lalang. Ada yang tengah menghias tenda dengan kain, ada yang merapikan pot bunga, juga ada yang tengah merapikan teras rumah. Hiasan bunga tampak memenuhi taman depan rumah tersebut.

"Verooo!"

Meira berlari dan memeluk adik semata wayangnya itu. Ia lalu melepaskannya dengan cepat. "Kaki kamu gimana?"

"Udah baikan kak. Udah enak juga pas jalan."

"Syukurlah.. yuk, masuk!" Meira lalu mengajak Vero untuk masuk ke rumah.

"Persiapannya gimana kak?"

"Udah 90%, tinggal ngurus catering dan detail buat besok aja sih."

"Eh, anak bunda udah dateng." Seru ibunya yang tengah berdiri di ruang tengah sambil menata vas bunga. Ia lalu menghampiri kedua anaknya dengan senyum mengembang.

"Bunda.." Vero memeluk ibunya sejenak.

"Kamu sehat, nak? Gimana kaki kamu?"

"Sehat, bun. Kaki Vero udah sembuh kok. Udah bisa jalan kayak biasa." Vero menggerak-gerakkan kaki kanannya yang memang sudah sembuh. "Oh iya, ayah kemana?"

"Ya kemana lagi kalo bukan ke kantor, Ver?"

"Ayah tuh pekerja keras banget sih, bun? Udah tua juga, masih aja rajin ke kantor."

"Itu namanya tanggung jawab. Nanti tuh suami-suami kalian harus kayak ayah."

"Pekerja keras?" Tanya Meira.

"Bertanggungjawab."

Tanpa sadar, senyuman tersungging di bibir mungil Vero.

"Udah ah, yuk lanjutin beres-beresnya!"

Mereka bertiga lalu membubarkan diri dan bergabung dengan kelompok-kelompok kecil yang tak jauh dari tempat mereka berbincang tadi. Sebelumnya, Vero sempat menyimpan tas dan barang bawaannya ke kamar yang biasa ia gunakan sebelum ia menikah dan pindah ke rumah Darrel.

***

Malam harinya, Vero tidak bisa tidur. Berbagai macam cara sudah ia lakukan agar tertidur, namun semua usahanya nihil. Matanya tetap terjaga meskipun ditengah temaramnya lampu kamar.

ImpromptuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang