Sembilan Belas

7.5K 363 9
                                    

Dafi turun dari motornya dan melepas helm yang ia pakai. Ia baru akan masuk ke dalam rumah Darrel ketika ponsel di sakunya berbunyi. Ia lalu mengusap layar untuk mengangkat panggilan tersebut.

"Halo, bu? Iya, Dafi udah di rumah Darrel kok ini. Ibu masih lama?"

"Kayaknya sih gitu. Tolong sampein ke kakek ya.."

"Oke, siap." Klik. Sambungan terputus.

Dafi melihat kakek dan kakaknya tengah tertawa. Hal yang paling sering ia lihat ketika mereka bersama. Dan yang ia ingat, Darrel hanya bisa sebahagia itu jika bersama kakek. Tanpa sengaja, seulas senyum tersungging di sudut bibirnya.

"Daf, ngapain senyum-senyum sendiri disitu? Gabung sini.." pinta kakek saat menyadari kehadirannya.

Dafi tersenyum lebar, memamerkan giginya yang rapi. "Hehe. Abis kalian ketawa seneng banget. Ngomongin apa sih?"

"Ya apalagi kalo bukan tentang Darrel dan istrinya."

"Maksud kakek?"

"Buruan kawin makanya, ntar juga lo tau."

"Anjir, lo kira gue kambing. Kawin seenak jidat."

Darrel tertawa terbahak. Begitupun dengan kakek yang juga tergelak.

"Lo minum apa?"

"Biasa ajalah, yang anget tapi."

"Oke."

Darrel lalu bangkit dan berjalan menuju dapur. Sementara Dafi mengobrol dengan kakek.

Sudah lama Dafi tak bertemu dengan Vero. Sehingga ia memutuskan untuk menyusul Darrel ke dapur dibanding hatus menunggu lama di ruang tengah bersama kakek. Samar-samar ia mendengar pembicaraan Darrel dan Vero yang lebih seperti bisikan.

"Ahaha. Otak lo aja yang ngeres. Emang kalo ada yang bilang pengen, itu selalu menjurus ke hal-hal porno?"

"Ya nggak sih.."

"Tapi lo tuh aneh, selalu akting seolah-olah kita emang suami istri kayak kebanyakan pasangan lain."

Deg! Dafi tertegun mendengar ucapan Vero.
Maksud Vero apa? Bisiknya dalam hati.

"Kan emang gitu perjanjian kita. Di hadapan kakek dan orang lain, kita emang suami istri yang harmonis dan romantis. Atau.." Dafi melihat Darrel memeluk pinggang Vero dari belakang. Dagunya ditempelkan di bahu Vero. "Lo mau gue perlakukan kayak istri beneran, hm?"

Vero melepaskan rangkulan Darrel dan berbalik menghadapnya. "Lo gak boleh kayak gini, Rel. Gue tau kalo pernikahan kita cuma diatas kertas, tapi bukan hak lo mempermainkan gue kayak gitu! Gue cewek, Rel. Kalo gue sampe jatuh cinta sama lo gimana?"

"Entahlah. Itu masalah lo sendiri. Toh, dari awal gue udah bilang kalo kita nikah cuma untuk menepati janji kedua orang tua kita, bukan karena cinta. Dengan kata lain, kita nggak bener-bener nikah."

Dafi tak tahan lagi. Ia akhirnya buka suara.
"Yang gue denger barusan itu, apa benar?"

Mereka terkejut dan menoleh kearahnya. Darrel mengusap wajahnya dengan kasar, sementara Vero memalingkan wajahnya kearah yang lain.

"Daf, jangan sampe kakek tau!" Ancam Darrel.

"Kenapa?"

"Lo tau sendiri kondisi kakek sekarang gimana. Gue cuma gak mau kakek shock. Gue gak mau kakek kenapa-napa."

"Kalo emang itu mau lo, kenapa lo mulai hal gila ini? Kenapa harus pura-pura?"

"Penjelasannya panjang, Daf. Lo gak ngerti masalahnya." Vero mencoba menengahi mereka.

ImpromptuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang