Ahseul masih belum menemui titik sadarnya kala waktu sudah berjalan hampir 4 jam. Kata dokter, ia tengah terpengaruh oleh efek obat yang disuntikkan dokter beberapa saat lalu. Selama itu pula, Jihoon tak sedikit pun menjauhkan Ahseul dari atensinya. Ia setia menatap berbaringnya gadis itu dalam sakitnya.
Kesekian kali ia berhela napas dengan berat dan panjang, berusaha menetralkan pikirannya yang ikut kacau dan mulai menyesakkan dadanya. Kondisi Ahseul seperti ini, serta masalahnya pula turut andil dalam memumatkan pikiran Jihoon. Pikirannya kemudian kembali berputar saat dokter bercakap dengannya, membicarakan kondisi Ahseul.
“Stres menjadi sumber penyakitnya. Kekurangan nutrisi, istirahat, serta banyaknya pikiran menjadi alasan kondisi fikisiknya ikut menurun. Tapi, apa mungkin ia memiliki penyakit lainnya?Tangannya sedari tadi bergetar hebat dengan suhu cukup rendah.”
“Aku pikir ia hanya ketakutan, apa mungkin—“
“Ah, benar. Kalau ketakutan hebat bisa saja itu terjadi. Tenanglah, lagipula ia sudah melakukan tes tadi.”
“Terima kasih, kau bisa menghubungiku lebih lanjut jika ada yang ingin disampaikan lagi tentang kondisinya.”
Pria inggi berjas putih itu mengangguk pelan dengan senyumnya, memasukkan kedua tangan miliknya ke dalam saku jas putihnya itu. Sedikit membungkuk beberapa derajat, sebelum pergi meninggalkan Jihoon di sana.
Sesaat setelah ia larut dalam pikirannya, ia meraih ponsel Ahseul di nakas sebelah ranjang Ahseul—sisi kanannya. Kosong, tak ada pemberitahuan apapun di sana saat Jihoon berpikir akan ada puluhan panggilan tak terjawab atau mungkin pesan di sana. Jimin, nama yang ia kira bakal memenuhi isi ponsel Ahseul sama sekali tak menunjukkan apapun di sana. Jihoon menyeringai dengan sedikit helaan napas terdengar di sana, mendeskripsikan ketidakpercayannya.
“Euhng ....” erangnya pelan seraya membuka kelopak matanya yang terasa berat itu.
“Noona, kau sudah bangun?” Jihoon sigap meletakkan ponsel Ahseul di atas ranjang dan mendekat pada Ahseul—berusaha membantu Ahseul duduk.
“Rumah sakit?” sungguh paraunya suara gadis ini, rasanya tak ada cairan di dalam tubuhnya.
“Sudah 4 jam.”
“Apanya?” Ahseul menatapnya bingung dan tatapan itu sungguh menyesakkan Jihoon. Gadis ini bahkan tak menyadari bagaimana parahnya kondisi tubuhnya.
“Tidurlah lagi, sehabis cairan infusnya kita pulang.” Jihoon tak ingin berdebat saat ini, ia memilih bersikap dewasa dengan tak memancing apapun yang dapat menaikkan uratnya kembali.
Ahseul masih tampak bingung, menatap sisi kiri dan kanannya, tubunya yang kini terduduk di atas ranjang, selang infus yang berada dalam kulitnya. Ia masih berpikir kenapa ia bisa berada di sini. Ah! Jimin! Ia ingat kali ini, masalahnya dengan Jimin kini tengah menjadi berita terpanas saat ini.
“Mana ponselku?”
“Kenapa? Aku bilang tidur saja.” Jihoon masih berusaha unuk tenang di saat ia mulai kesal, menatap Ahseul yang mencari ponselnya sesaat ia sadar.
Ahseul tak mengindahkan Jihoon, ia malah sibuk mencari ponselnya itu. Dia atas nakas, di bawah bantal, dan akhirnya ia menemukannya di atas ranjang sisi kirinya.
"Jangan! Jika kau ingin menghubunginya, maka jangan," lirih Jihoon menahan tangan Ahseul yang sudah menggengam ponsel itu.
"Lepaskan ...."
"Dia tidak menghubungimu sedari tadi! Tidak ada satu pesan pun darinya!" Jihoon meninggikan suaranya, tak bisa tenang lebih lama.
Ahseul benar-benar tak menghiraukan Jihoon, ia melepas pelan genggaman Jihoon itu dan mulai mengutak-atik ponselnya. Sedangkan Jihoon, ia hanya bisa diam seraya menghela napasnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
BEHIND THE SCENE (B.T.S)
Fanfiction__Park Jimin__ Ketika ia yang kau cintai mengatakan untuk menghancurkan mimpimu Ketika kau harus menghancurkan hatinya demi membiarkan hidup mimpimu Ketika kau harus membuat luka baru demi melupakan rasa sakit pada luka lainnya __Lee Ahseul__ Keti...