Chapter 27

3.5K 491 58
                                    

Rengkuhan Jimin pada Ahseul semakin erat kala tubuh gadisnya terasa begitu bergetar hebat. Terasa jelas bagi Jimin bagaimana Ahseul memusatkan seluruh kekuatannya pada Jimin saat ini, ia seolah tak sanggup menopang tubunya sendiri saat ini.

“Ak-aku ... me-merin-rindukanmu ....”

Bola mata Jimin yang sedari tadi terpejam, menikmati aroma Ahseul yang sudah lama tak dinikmatinya sontak terbuka, kala mendengar suara parau dan serak milik gadisnya yang tengah menenggelamkan wajah mungilnya itu di dada bidang miliknya. Sedikit mendorong kedua pundak mungil milik Ahseul ia lakukan saat hendak memandang wajah gadisnya.

Keinginan Jimin itu sedikit tertunda kala Ahseul menundukkan wajahnya, seolah tak ingin Jimin melihat kondisinya yang cukup kacau saat ini.

“Seul-ah ... lihat aku ...,” lirih Jimin dengan kelembutan khasnya ditambah suara serak miliknya.

Tak ada pergerakan yang dilakukan Ahseul membuat Jimin menggerakkan pelan telunjuk kanannya, mengangkat pelan dagu milik Ahseul. Hingga matanya berhasil mengunci Ahseul.

“Kenapa kau menangis?” kembali Jimin berlirih seraya membawa ibu jarinya mengusap pelan wajah Ahseul. Bagian bawah matanya menjadi favorit Jimin jika mengelus wajah gadisnya itu.

“Karena aku terlalu merindukanmu.” Hampir tak ada suara yang keluar di sana, Jimin hampir tak mendengarkannya jika tak melihat Ahseul sedekat ini.

“Maaf, ini salahku. Maaf membuatmu merasakan rindu yang menyakitkan itu, aku salah.” Anggukan pelan serta senyuman pahit Jimin tunjukkan di sana, penyesalan benar-benar ia rasakan kali ini. Lagi, ia hanya bisa menggoreskan luka pada gadisnya.

Ahseul tak sanggup, pertahanannya sudah benar-benar hancur saat ini. Menenggelamkan wajahnya kembali pada dada Jimin menjadi tindakannya kemudian. Ia tak sanggup menatap wajah malaikat milik Jimin. Tak perlu ucapan di sana, Jimin sudah mengerti bahwa Ahseul butuh dirinya saat ini dan ia pun begitu. Mempererat pelukannya kembali dilakukan Jimin, menuntaskan kegiatan melepas rindunya kembali dilakukan.

Namun, bukan hanya kerinduan yang meruntuhkan pertahanan seorang Lee Ahseul. Sebuah fakta menyedihkan berhasil mematahkan harapan hidupnya.

“Sebenarnya, perlu beberapa tes yang lebih akurat lagi untuk memastikan dugaan ini. Saya menduga Nona Lee Ahseul mengidap multiple sclerosis. Itu semacam penyakit yang menyerang saraf dan menyebabkan kelumpuhan pada tubuh nantinya.”

“Lu-lumpuh?”

“Iya, tapi ini hanya dugaan. Apa mungkin tanganmu sering bergetar?”

Tak ada jawaban, perubahan ekspresi yang cukup signifikan menjadi respon di sana. Keberanian tak ia rasakan untuk menjawab hal itu, karena hal itu benar memang ia rasakan.

“Mudah lelah, atau bahkan sering kesemutan dan tak sanggup berdiri menjadi gejala di penyakit ini. Banyak orang juga kurang menyadari hal ini jika tidak dilakukan tes.”

Benar! Semua itu benar! Gejala yang disebutkan oleh sang dokter memang ia rasakan. Gejala yang selama ini yang ia remehkan karena memang ia berpikir itu hanya bagian dari tubuhnya yang protes jika ia terlalu lelah. Kebungkaman sudah menguasai Ahseul di sana, tak ada ucapan lagi yang terucap di sana. hanya ekspresi tak percaya dan berharap sang dokter hanya bergurau saat ini. Jiwanya telah hilang.

Bulir air mata Ahseul kembali mengalirkan cairan hangat itu pada wajahnya. Mengingat hal yang terjadi padanya hari ini. Sedikit menoleh ke sisi kanan ia lakukan, menatap Jimin yang kini melangkah beriringan dengannya, seraya menggenggam tangan kanannya erat. Seperti biasa, mereka turun di persimpang apartemen Ahseul dan berjalan dari sana.

BEHIND THE SCENE (B.T.S)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang