Duduknya Jimin di ruang kerja milik pimpinannya ini bukan tanpa maksud. Mau tak mau kini ia harus menunggu sang pimpinan yang tengah melakukan meeting dengan beberapa klien. Hampir 20 menit ia menunggu di sana, duduk di sofa tanpa melakukan apapun selain menunggu.
“Kau ternyata yang menungguku, kenapa? Bukannya seharusnya kau sedang syuting?” sang pemilik ruangan masuk tanpa aba-aba.
Bangkitnya Jimin dan mendekat ke meja kerja Bang PD menjadi tanda bahwa ia ingin mengakhiri dialog ini dengan cepat, tanpa basa basi. Bang PD yang duduk di kursi kulitnya itu menatap Jimin, ia dapat merasakan bahwa Jimin bukan membawa berita baik.
“Aku sudah memegang Ahseul kembali.”
“Ap-apa? Apa——“
“Aku pikir Pd-nim harus tahu, jadi aku memberi tahumu secara langsung. Aku tidak akan melepas Ahseul lagi.” Tak ada keraguan di sana, keraguan yang kerap muncul saat ia berhadapan dengan Ahseul membahas masalah ini. Kini malah ia terlihat lebih tegas dan teguh pada keputusannya.
“Kau tahu apa yang kau katakan sekarang?” pengintimidasian terdengar jelas di sana, seolah menjadi senjata kuat Bang PD melemahkan lawannya.
“Iya, aku tahu betul apa resikonya. Tapi, aku tidak akan menyerah lagi pada Ahseul. Sekarang——“
“Kau akan jatuh saat memilihnya——“
“Kalau begitu, biar aku jatuh asal tetap bisa menggengam tangannya.”
“Park Jimin!!” sahutan keduanya terkesan cukup lantang, hingga berakhir dengan panggilan penuh emosi yang didominasi nada tinggi oleh Bang PD.
“Aku hanya ingin mengatakan hal itu. Aku pamit.” Tak lupa Jimin memberikan salamnya di sana, ia tak ingin melupakan hal yang sudah seharusnya itu.
Bukan sekali Bang PD menggeram di sana, menyebut nama Jimin dengan penuh emosi sama sekali tak mendapat balasan dari si pemilik nama yang tetap keluar dari ruangan miliknya. Napas panjang milik Jimin berhembus di sana, sesaat ia menutup pintu ruangan milik Bang PD. Keraguannya selama ini telah berakhir, ia memilih Ahseul apapun yang terjadi.
Melangkahnya Jimin menjauh dari ruangan Bang PD, ia lakukan seraya mengecek ponselnya. Tentu bukan hanya sekedar mengecek, seseorang ingin ia hubungi saat ini.
“Halo, Seul-ah.”
“Hm, Jimin-ah. Kenapa?”
“Kau di mana?” Jimin telah masuk ke dalam lift, bahkan tombol yang mengantarkannya ke lobi utama pun duah ditekan.
“Hm ... kantor, kau?”
“Mau ke lokasi. Pulang nanti aku ke apartemenmu, ya ....” Langkah Jimin kembali berlanjut kala lift terbuka, menyusuri lobi utama agar keluar dari gedung itu.
“Tidak usah, pulang saja. Kau pasti lelah selesai syuting nanti.”
“Tidak~ aku mau melihatmu.” nada memelas khas Jimin yang dipenuhi aegyo-nya pun terdengar.
“Kalau begitu, aku yang akan ke tempatmu. Kirimkan alamat tempat syutingmu," ujar Ahseul yang berusaha menahan senyumnya di sana.
Senyuman tersungging di sana, bahagia akan ucapan Ahseul. Dialog mereka berakhir kala Jimin menyanggupi permintaan Ahseul, mereka akan bertemu di lokasi syutingnya nanti. Panggilan berakhir, Jimin segera masuk ke dalam mobil van yang sudah menantinya sedari tadi.
Di sisi lain, nyatanya Ahseul kembali berdusta untuk kesekian kalinya pada Jimin. Ia tak berada di kantor seperti yang dikatakannya tadi pada Jimin. Rumah sakit menjadi tempatnya bernaung sejak 3 jam yang lalu, lengkap dengan pakaian rumah sakit untuk mengikuti beberapa tes yang disarankan sang dokter.
KAMU SEDANG MEMBACA
BEHIND THE SCENE (B.T.S)
Fanfic__Park Jimin__ Ketika ia yang kau cintai mengatakan untuk menghancurkan mimpimu Ketika kau harus menghancurkan hatinya demi membiarkan hidup mimpimu Ketika kau harus membuat luka baru demi melupakan rasa sakit pada luka lainnya __Lee Ahseul__ Keti...