Dugaan mengenai Jimin ke tempat tinggal Ahseul bukanlah sekedar dugaan kala memang itulah yang terjadi. Wajahnya terkesan kelelahan, matanya sembab dengan tirus wajahnya seolah mengecil dalam keadaan semalam saja.
Sandi ditekannya seperti biasa, namun apa daya saat pintu itu tak terbuka seperti biasanya. Sandinya salah. Ahseul telah menggantinya. Secepat itukah? Tanpa aba-aba, ada gejolak yang mencoba mencuat dari dalam dirinya saat tahu secepat itu Ahseul menghapus satu hal mengenai dirinya.
Dengan tangan yang masih di perban ia menekan bel berkali-kali, dengan tempo cepat seolah tak mengenal arti kata sabar. "Seul-ah. Buka pintunya." Tak hanya menekan bel, Jimin bahkan menggedor pintu yang cukup tebal itu dengan begitu keras. Nyeri pasti mulai menghampiri tangannya, namun ia sama sekali tak perduli.
"Lee Ahseul, aku tahu kau di dalam. Bukan pintunya, aku mohon." Tak ada sisa emosi dan nada dingin semalam, ia hanya memohon dengan seputus asa yang ia bisa saat ini.
Cukup lama, bagi Jimin untuk melihat sosok yang dinantinya di balik pintu ini. Ahseul tak kunjung keluar, sampai Jimin mulai mendapati kekesalannya.
"Aku tidak akan pergi dari sini sebelum-" pintu terbuka, kalimat Jimin langsung terpotong saat melihat Ahseul tepat di hadapannya dengan tatapan tanpa arti. Ah, dulu Jimin sangat mengerti tatapan Ahseul, ia tahu apa yang dirasakan Ahseul hanya dengan menatapanya. Dulu? Ya, Jimin hampir tak pernah menatap gadisnya begitu lekat lagi akhir-akhir ini. Semalam? Ia dibutakan emosi hingga tak mampu melihat apapun pada gadis yang bukan miliknya lagi.
"Seul-ah, kita bicara sekarang. Kita bicara dan-"
"Kau datang untuk menghancurkan hatiku?"
"Seul-ah!" Jimin menyeru kala melihat Ahseul dengan kalimat yang sebenarnya ia sesali. Jimin menyesalinya. Hal itu yang membuat ia pagi buta ke tempat Ahseul. Karena, Jimin menyesal.
"Kau menyesal?"
"Iya, ak-"
"Kau menyesal baru mengatakannya sekarang 'kan?" Ini bukan Ahseul, Jimin dengan tatapan seolah tersentakkan dengan kalimat Ahseul itu dibuat terbungkam beberapa sekon sebab tak terpikirkan respon yang tepat untuk itu. Untuk kalimat yang tak pernah ia bayangkan akan terucap dari seorang Lee Ahseul.
"Sejujurnya kau juga lelah 'kan? Kau saja lelah, bagaimana denganku? 7 tahun, ah ... kita terlalu lama bersama. Bahkan orang-orang zaman sekarang bercerai kurang dari setahun pernikahan mereka. Manusia memang seperti itu seharusnya," ujar Ahseul kembali dengan sosok yang sama sekali tak dikenal oleh Jimin.
"Kenapa denganmu? Benarkah kau Lee Ahseul? Kenapa kau melakukan ini padaku?"
"Kau yang kenapa! Aku mohon hentikan! Apapun itu, tentang kau! Aku! Dan, kita! Hentikanlah ...." Ahseul memohon dengan nada tingginya, Jimin tercengang dengan hati yang bergemuruh hebat. Suasana kian mencekam, dingin menusuk tajam ke setiap saraf, Jimin ingin mati saja rasanya.
"Kau bersungguh-sungguh?" Jimin lemah, nada suaranya kian melemah dengan tatapan yang sebelumnya penuh harapan pun kini hilang. Tak tersisa.
"Berhenti bertanya seperti itu, aku lelah." Ahseul tak selemah semalam, ia begitu yakin dan penuh ketegasan kini. Ahseul benar-benar menunjukkan betapa muak dan lelahnya ia. Ahseul ingin menghentikan semua ini.
"Aku tidak akan bisa mengembalikanmu sebagai teman. Membiarkanmu di sisiku? Jangan bermimpi! Aku bahkan akan berpaling saat melihatmu. Jika kau meninggalkanku sekarang, aku benar-benar akan menghapusmu dari hidupku. Kau yakin bisa?" Entah mendapat keberanian dari mana Jimin mampu berucap seperti itu. Jimin seolah tengah mengancam Ahseul saat ini. Jimin membuat Ahseul membayangkan bagaimana ia akan memperlakukan Ahseul jika mereka akan berakhir seperti ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
BEHIND THE SCENE (B.T.S)
Fanfiction__Park Jimin__ Ketika ia yang kau cintai mengatakan untuk menghancurkan mimpimu Ketika kau harus menghancurkan hatinya demi membiarkan hidup mimpimu Ketika kau harus membuat luka baru demi melupakan rasa sakit pada luka lainnya __Lee Ahseul__ Keti...