Chapter 42

3.6K 499 138
                                    

Seharusnya saat ini mereka sudah berada di pesawat, bukan di ruang rawat inap rumah sakit dengan kepala tertunduk atau hanya memandangi sosok Jimin yang terbaring tak sadarkan diri di ranjang pesakitan itu. Duaq manajer terdekat mereka pun berada di sana ikut terdiam dan tak berani untuk sekedar bertanya apa yang sebenarnya yang terjadi.

Hoseok yang menjadi satu-satunya saksi akan perbuatan Jimin pun lebih memilih diam dengan menggengam tangan Jimin dan sekali-kali mengelus pelan pergelangan tangan yang kini sudah terbalut perban itu. Jin yang berdiri berlawanan arah dengan Hoseok hanya menatap wajah Jimin yang benar-benar terlelap akibat efek obat. Wajah Jimin sungguh luar biasa jika bisa ia bilang; lebih kurus dari yang biasanya ditambah dengan pucatnya itu semakin membuat Jin miris akan hal itu.

“Artikelnya sudah keluar?” terdengar cukup pelan suara Namjoon yang membuka suara ditengah kesunyian itu. Tatapannya ditujukan pada kedua manajernya yang saling menghadap sebelum salah satunya menjawab, “Hm, sudah keluar tadi. Tidak bisa dicegah karena langsung menjadi top pencarian sesaat artikelnya keluar.”

“Apa isinya?”

“Hanya menyebutkan Jimin dilarikan ke rumah sakit tanpa sebab yang jelas, rata-rata menyebutkan kelelahan dan selebihnya hanya rumor yang mereka ada-adakan.”

“Saat merilis pernyataan resmi nanti, jangan katakan hal yang sebenarnya. Sedikit—“ Namjoon bahkan bingung bagaimana harus menjelaskan kebohongan yang akan mereka ciptakan.

“Jangan khawatir, kami tahu apa yang harus kami lakukan. Kondisi Jimin sebenarnya hanya kami berdua dan dokter yang tahu. Aku juga tidak akan membicarakan ini pada Bang PD. Kalian cukup jaga Jimin saja, selebihnya biar kami yang urus.” Penjelasan salah satu manajernya itu bukan hanya membuat Namjoon yang bernapas lega, melainkan beberapa dari mereka juga; saat yang lainnya seolah tak mendengar apapun karena masih terfokus pada Jimin.

“Terima kasih, Hyung.” Sedikit tolehan kepalanya ia tunjukkan pada manajernya itu, membuat Taehyung mendapat balasan anggukan dan senyuman simpul. “Kami keluar dulu, Bang PD sudah telepon dari tadi.” Manajer itu kemudian sedikit menepuk pundak Taehyung dan Jungkook sebelum benar-benar keluar.

Suasana kembali direnggut kesunyian sepeninggal dua sosok dari ruang rawat Jimin itu. Tak ada yang memulai pembicaraan untuk beberapa saat. Hanya fokus pada daya pikir masing-masing seraya menatap Jimin dari posisi masing-masing, atau hanya sekedar duduk di sofa dengan rasa frustasi memeluk.

“Ayo kita bawa Jimin ke psikiater.” Suara pelan dan parau Hoseok berhasil mengambil alih seluruh atensi dengan serempak, menimbulkan beberapa tatapan penuh tanya dengan harap ia menjelaskan lebih di sana.

“Aku takut Jimin akan melakukan hal yang lebih dari ini. Dari semalam aku melihatnya terus-menerus menarik karet di pergelangan tangannya, dan aku yakin itu bukan hanya malam tadi saja. Ia pasti sudah melakukannya cukup lama, tapi kita tidak sadar.” Beberapa hembusan napas sempat menjadi jeda saat mengekspresikan rasa tak percaya dengan apa yang didengar dari Hoseok, dengan apa yang Jimin lakukan selama ini.

“Saat pagi tadi, aku sengaja melihat ke arah pergelangan tangannya, itu ... itu sangat merah dan nyaris berdarah hanya karena sebuah karet. Aku membayangkan seberapa seringnya Jimin  melakukan hal itu sampai pergelangan tangannya separah itu. Aku menegurnya ... tapi ....”

“Hei, apa yang kau lakukan?” Hoseok menarik pergelangan tangan Jimin yang terluka itu sedikit tinggi, menariknya dengan cukup kuat hingga Hoseok dapat memperhatikannya lebih jelas. Dan, hal itu membuat Hoseok lebih tercengang kala melihat luka itu.

“Kau gila?! Kenapa kau lakukan ini? Huh?!” Hoseok dengan nada tinggi dan emosinya bukanlah hal biasa, Jimin benar-benar berhasil membuat Hoseok gila dalam sekali pukulan; jika bisa dibilang. Namun, respon Jimin malah membuat Hoseok semakin dibuat bergidik takut. Jimin tersenyum, senyuman khasnya yang konon membuat hati para ARMY berdebar itu. “Anehnya itu tidak sakit sama sekali, hyung. Sungguh.”

BEHIND THE SCENE (B.T.S)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang