Chapter 21

3.6K 541 64
                                    

Layar komputer masih menyala, tumpukan kertas di atas mejanya masih menjadi prioritasnya saat ini. Ahseul bahkan lupa bahwa waktu bekerjanya sudah melewati batas, ia seolah tengah menyibukkan dirinya. Berniat hanya bekerja 2 jam lagi saja, membuatnya tak sadar bahwa waktu sudah menunjukkan pukul 2 dini hari.

Drrt ... drrt ....

“Halo?”

“Oh? Seul-ah ....”

Refleks ia menghentikan permainan jarinya di atas keyboard. Suara Jimin sukses membuatnya sedikit terbelalak di sana. Nyatanya, Jimin tak kalah terkejut kala panggilannya terjawab. Ia yang awalnya hanya iseng memanggil Ahseul di waktu dini hari seperti ini, tak menyangka bahwa Ahseul benar-benar mengangkat panggilannya.

“Oh ... Jimin-ah.” Ahseul tak bisa mengontrol suaranya yang masih bergetar akibat keterkejutan itu.

“Kenapa kau mengangkatnya? Kau tidak tidur?”

“Oh? Hm ... aku terbangun dan hendak minum air.” Bukan hal baru jika Ahseul berdusta pada Jimin, ia selalu berdusta kala faktanya akan membuat Jimin lebih khawatir.

“Bohong! Kau tidak akan mengangkat panggilan secepat ini jika di rumah. Kau di kantor?” Bukan Jimin pula namanya jika ia tidak mengetahui kedustaan Ahseul.

Ahseul bungkam, bukan karena tak tahu harus mengatakan apa lagi. Melainkan dirinya cukup canggung saat ini. Bagaimana tidak? Mantan kekasihnya menelpon di waktu seperti ini, apa hal itu wajar?

Tak hanya Ahseul yang larut dalam kebungkamannya, Jimin pun begitu. Ia yang melakukan panggilan malah tak tahu harus berkata apa lagi. Status mantan kekasih yang membuatnya tak tahu harus berbuat apa jika seperti ini. Jujur, ini hal pertama bagi keduanya. Ahseul merupakan kekasih
pertamanya, begitu pula dengan Jimin bagi Ahseul. Keduanya tak pernah putus selama ini, dan kini status baru membuatnya berubah.

“Jim—“

“Seul—“

Keduanya sama-sama tercekat pula, saat hendak memecah kecanggungan di antara mereka dan kini malah semakin canggung.

“Kau duluan,” ujar Jimin sedikit ragu.

“Tidak, kau saja yang duluan.”

Jimin menelan air liurnya begitu berat, terasa begitu serat di tenggorokannya.

“Seul-ah, bisakah aku sesekali menghubungimu?”

Degg!

Lagi, Ahseul dibuat sedikit terbelalak di sana. Hatinya sedikit mencelos kala pertanyaan yang tak diduganya terlontarkan.

“Setelah melepasmu, aku kesulitan. Kehadiranmu sangat berarti dalam hidupku, hilangnya kau secara tiba-tiba membuatku kosong. Tempat yang kau tinggalkan terlalu besar, aku ... aku tidak bisa menutupinya sendiri,” lirih Jimin begitu tulus, suara lembut sedikit serak milik Jimin semakin membuatnya terdengar begitu pilu.

“Jim—“

“Aku tidak akan memintamu menemuiku, aku juga tidak akan menemuimu. Aku janji! Aku mohon, hanya saling menghubungi saja. Tidak terlalu sering juga tidak apa-apa, hanya ... hm ....” kecepatan nada bicara Jimin di awal tak pula berlaku di akhir kalimatnya yang mulai menujukkan kebingungan, bingung bagaimana cara agar Ahseul mengabulkan permintaannya ini.

“Jimin-ah, kalau begitu ... haruskah kita kembali menjadi teman? Kembali seperti 7 tahun yang lalu, sebagai teman.”

Jimin bungkam sesaat, berusaha memikirkan kalimat dari Ahseul. Ia bukannya tak mengerti, tapi berusaha meyakinkan dirinya, bisakah ia menjadi teman lagi dengan Ahseul? Setelah 7 tahun ini? Selama 7 tahun ia menjadi lelaki bagi Ahseul dan kini kembali menjadi teman? Bisakah ia? Jimin bergelut dalam pikirannya di waktu yang sebentar itu.

BEHIND THE SCENE (B.T.S)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang