22 - Mati Lampu ✨

1.6K 322 14
                                    

Raffael membalikkan tubuh menghadap lilin lagi. "Gue butuh cerita baik-baik ke kalian berdua."

Nayla dan Sarah serempak berdecak, Raffael terlalu banyak mengulur waktu.

"Tiap hari fans gue makin banyak. Rasanya susah buat hidup tenang. Gini kali ya rasanya jadi selebriti sekolah," ujar Raffael masih dengan senyum jailnya, "gerakan gue jadi terbatas. Gue tuh mikir, kenapa gue aja ya? Kenapa Gang Apollo nggak ada yang dikejar kayak gue, gitu."

"Ya karena lo anaknya jail parah, berisik, ribet, sok manis, sok ganteng, makan tu cewek-cewek," celetuk Nayla.

"Tuh!" Sarah menyetujuinya.

"Gue nggak milih dideketin para cewek begitu." Raffael bersedekap dan menunjukkan ekspresi murungnya. "Ah, nggak seru lo berdua diajak curhat. Banyak komen di mukadimah."

"Ya udah sih ya. Memang lo lebih baik jangan curhat." Sarah memeletkan lidah ke kakaknya itu. "Lo sih caperan banget jadi anak."

Raffael melotot. "Apa tadi? Coba ulang."

"Moh."

"Kira-kira gue harus apa ya? Lo ada saran nggak Nayl?" Raffel beralih menatap Nayla. "Menurut lo gue anaknya gimana?"

Haruskah Raffael bertanya pertanyaan tidak berbobot itu? Selama ini, tidakkah Raffael menyadari bagaimana tingkahnya terhadap Nayla? Tanpa ditanyakan pun, Raffael sudah tahu sendiri jawabannya. Mengapa harus bertanya? Itu memancing rasa kesal Nayla untuk menghujatnya.

Nayla memalingkan wajah sebagai respons.

"Nayl!" Raffael menarik lengan Nayla hingga terpaksa menoleh ke arahnya. "Jawab elah."

"Lo kenapa sih?" Sarah menyeletuk lagi, "Lo kayak orang yang udah ngeliat Malaikat Izrail, tumben nanya begitu."

"HEH!" Sontak laki-laki heboh itu mengusap wajah adiknya. "Sembarangan aja ngomong!"

"Lah mana tau, kan? Itu mah persepsi gue aja."

"Jangan gitu juga kali, adikku tersayang. Kalau gue meninggal beneran mampus lo nggak ada yang temenin kalau ditinggal bokap-nyokap!"

"Ya udah sih ya, gue penyesuaian aja. Bisa juga gue ajak Nayla nginep lagi tanpa lo, ble!" Sarah dan Raffael mulai berdebat.

"Ya udah sih ya, nggak usah nyolot gitu adek laknat!"

"Ya udah sih ya kakak sinting juga ngaca!"

"Lo apaan sih kok makin nyolot jadi adek? Kartu keluarga mana? Sini, mau gue sobek di nama terakhirnya!" Raffael hampir saja berdiri jikalau ia tidak melihat posisi Nayla yang sekarang.

Gadis dengan rambut panjang yang kusut itu kini memeluk dan menenggelamkan kepala ke kedua lututnya. Rambutnya yang tak terikat menutup wajahnya, memberikan kesan seram yang langsung membuat perdebatan dua saudara itu berhenti.

Raffael panik. "Na-nayl?" tanyanya lirih, takut spekulasinya benar. "Jangan bilang lo kesurupan." Perlahan tangannya terulur untuk membuka rambut yang menutupi wajah Nayla.

Sarah sudah memeluk lengan Raffael sedari tadi dan mendadak akur. "Rappa, awas," ujarnya.

Nekat, Raffael menepuk bahu Nayla. "Nayl, woi woi woi!" sahutnya membuat Nayla tiba-tiba menoleh dengan tatapan sinis bercampur senang.

"Iya?" tanyanya disusul tawa cekikikan.

Sontak, Sarah berlari ke atas sofa dan menutup wajahnya dengan kedua tangan. Ia benar-benar takut dengan hal berbau horor walaupun di kala siang dirinya terlihat seperti singa betina yang menerjang semua rintangan tanpa rasa takut.

Heiyo Nayl! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang