"SARAH!" teriak Nayla cukup nyaring, membuat seisi kelas yang awalnya riuh hendak ke lapangan menjadi hening.
Yang dipanggil justru tidak merespons. Ia tetap melangkah pada rak sepatu untuk memakai sepatunya.
Nayla semakin tidak terima. "RAH!" teriaknya sambil melangkah dengan cepat menghampiri adik Raffael yang tak jauh menyebalkan itu.
"Semuanya cepat berkumpul di lapangan. Eh itu yang di atas, turun!" tegur salah satu siswa OSIS menggunakan pengeras suara dari lapangan.
"Ehm, ayo semuanya turun!" titah Valro mengajak teman-temannya untuk tidak berdiam di depan kelas saja dan menunggu drama. "Nayla juga, ayo!"
"Nggak. Gue nggak akan turun sebelum Sarah jelasin maksud dia jadi begini!" tegas Nayla yang memberikan tatapan tajam pada Sarah. "Rah, lo kenapa, sih? Kenapa lo berubah banget? Lo kenapa?! Gue ngelakuin kesalahan apa?"
Sarah yang sudah memakai sepatu kini mendorong Nayla untuk menjauh. "Semua udah jelas," katanya singkat kemudian berjalan meninggalkan Nayla dan Valro menuju halaman.
Valro yang melihat itu hanya bungkam dan meninggalkan Nayla di lantai dua.
"NAYLA!" Suara dari pengeras suara itu terdengar lagi. Rupanya, yang menjadi pengatur dan pemimpin barisan apel pagi kali ini adalah Malvin. "Kak Arisia di lantai tiga juga! Mas Evan dan kawan-kawan, turun!"
Nayla pun berlari ke lapangan setelah mendapat teguran itu. Ia baris di barisan belakang, tak jauh dari kelompok kakak kelas cantik yang selalu mengibaskan tangannya.
"Ih lama betul mulainya," protes salah seorang dari kakak kelas XII itu.
"Iya nih, kebiasaan kalau Malvin yang mimpin pasti lama."
"SAYA MAU HITUNGAN KETIGA SUDAH TIDAK ADA YANG BERSUARA!" Suara itu berasal dari pengeras suara lagi. Malvin kini berubah menjadi yang lain daripada yang lain.
Morzapollo yang berbaris di tengah hanya mampu tertunduk. Untuk apa? Untuk menahan senyum. Akting Malvin hari ini bagus juga. Semoga saja ia tidak melihat kelakuan teman-temannya. Karena kalau sampai iya, maka habislah Malvin di atas podium.
"SATU ... DUA ... TIGA," Malvin memberi jeda, "Baiklah, berdoa mulai."
Ketika berdoa selesai, Malvin turun dari podium dan digantikan oleh seorang gadis dari kelas XI untuk menjadi dirigen selama seluruh siswa menyanyikan lagu Indonesia Raya.
Setelah sesi menyanyi selesai, dirigen itu turun dan kini Malvin yang berdiri di atas podium lagi untuk membacakan Sumpah Siswa Smantaraya yang akan diikuti seluruh siswa.
"Okeh, Malvin cakep banget hari ini," komentar salah satu kakak kelas di sebelah Nayla.
"Dia memang cakep. Cuman yah, kalau sudah gabung sama bubuhan bobrok itu pasti sintingnya nggak karuan udah," balas gadis yang bersedekap itu.
Gadis yang mengibaskan tangan sedari tadi pun menambahkan, "Tapi bobrok-bobrok begitu mereka produktif juga."
"Yah itu karena pimpinannya Rangga!"
"Eh eh sssh!"
Beberapa siswa menoleh ke kelompok mereka dikarenakan suara Luthvia barusan.
Ketika mendengar nama Rangga, Nayla buru-buru menunduk dan memasang kuping.
"Entah kenapa ya, Rangga itu ...."
"Bentar Kaluth, bentar." Gadis itu kini menghadap ke depan lagi dan menepuk bahu Nayla. "Gue tau lo nguping!"
"ARISTA!" panggil Malvin bertepatan setelah seluruh siswa ia perintahkan untuk istirahat di tempat. "KAK LUTHVIA SAMA KAK FRADELLA. Kalian bertiga, MAJU!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Heiyo Nayl!
Teen FictionNayla merasa dirinya jelek, lusuh, gadis pemalas, pembangkang, dan beban orang tua. Ejekan dan bully dari teman-teman sudah menjadi makanan sehari-hari. Proses belajarnya di sekolah juga tidak berguna, tidak masuk di otak, dan tidak ikhlas. Nayla te...