Wartoni menjalankan motornya menuju SMA Nusantara Jaya untuk sekadar lewat di depan sekolah dan berharap bertemu dengan Nayla. Namun pada kenyataannya, ia sudah tak pernah bertemu lagi dengan putrinya itu.
Sejak kepergian Nayla, Wartoni menjadi pribadi yang lebih sering mengintropeksi diri. Ia menyadari bahwa selama ini ia cukup kasar dengan putrinya itu. Seharusnya sebagai satu-satunya orang tua kandung, ia mengerti apa yang diinginkan Nayla, bukan memaksanya melaksanakan segala sesuatu berdasarkan keinginan pribadi.
Wartoni kini bekerja lebih keras untuk melunasi semua utangnya. Bakatnya terhadap perbaikan beberapa mesin ia gunakan. Ia mulai membuka jasa perbaikan barang untuk menambah penghasilan sekaligus menyibukkan diri agar tidak terlalu kehilangan Nayla.
Tetapi, begitu mengingat sikap pembangkang Nayla, Wartoni pasti akan tersulut emosi dan menjadi pusing sendiri lalu menyesal setelah melampiaskan amarah. Selalu begitu.
Ia selalu berpikir Nayla adalah anak keras kepala yang tidak bisa diatur. Sangat susah untuk diajak berbicara yang pasti berujung dengan perdebatan.
Wartoni merasa dirinya sudah mencoba melakukan yang terbaik. Ia sering memaksa Nayla bukan hanya untuk kebaikannya, melainkannya kebaikan Nayla juga. Ia ingin Nayla bahagia. Tidak terlihat tersiksa.
Wartoni yang tidak menemukan Nayla dari jalan depan sekolah itu pun menjalankan motornya lagi. Terpaksa, ia ingin membiarkan Nayla menenangkan diri sesuai perkataan Agung.
Dalam hati, Wartoni terus berdoa semoga anak perempuannya itu mau kembali ke rumah lagi.
Suatu hari.
Ya, suatu hari dengan kesadaran diri sendiri tanpa paksaan.
* * * * *
Di tempat lain pada waktu yang sama.
Mariska berdiri di depan jendela, memandangi jalan di depan rumah dengan tangan yang menyilang di depan dada.
Ia memikirkan Nayla yang menghilang tanpa kabar. Sudah sepuluh hari berlalu. Berita dari Agung mengenai keberadaan Nayla juga sama sekali tidak ada.
Agung hanya berkata, Nayla saat ini perlu menenangkan diri. Lalu apa respons Wartoni? Ia mendengarkannya.
Mariska menjadi bingung dengan keluarga ini, terlebih lagi dengan anak tirinya.
Apa yang harus dilakukan? Biarpun dulu keinginan besarnya adalah menyingkirkan Nayla, ini bukanlah jalan yang tepat.
Ya, Mariska pernah memiliki hasrat untuk menyingkirkan Nayla dengan menyekolahkannya di sekolah yang cukup jauh atau membujuknya untuk menikahi Agung. Tentu saja ia berharap keadaan Nayla tetap baik-baik saja setelahnya.
Jika kaeadaannya malah memburuk dengan kaburnya Nayla dari rumah, Mariska tetap bisa khawatir. Ia merasa sedikit bersalah dan tak tega. Semudah itu Nayla pergi?
Ia meraih ponsel di lemari ruang keluarga untuk menelepon seorang teman, ibu dari teman Dion dalam les matematika sekaligus teman arisannya sejak lama.
Mariska menggeser ibu jarinya sampai menemukan sebuah kontak yang dicari dengan nama: Bu Ningsih. Ia meletakkan ponsel mendekati telinga hingga terdengar suara dari seberang sana.
Seingatnya, Raffael dulu pernah ke rumah ini untuk memberikan kunci.
Itu berarti ia adalah teman Nayla.
Mungkin remaja laki-laki satu itu tahu Nayla di mana. Mariska berharap Ningsih mau memberikan nomor telepon putranya itu.
* * * * *
KAMU SEDANG MEMBACA
Heiyo Nayl!
JugendliteraturNayla merasa dirinya jelek, lusuh, gadis pemalas, pembangkang, dan beban orang tua. Ejekan dan bully dari teman-teman sudah menjadi makanan sehari-hari. Proses belajarnya di sekolah juga tidak berguna, tidak masuk di otak, dan tidak ikhlas. Nayla te...