Nayla terdiam selama perjalanan, memikirkan hidupnya yang akhir-akhir ini amat berantakan. Merasa tidak berguna dan menyusahkan orang lain saja. Seolah dunia ini sudah tak pantas menjadi tempat tinggalnya. Apapun pilihannya selalu berujung fatal dan semakin parah.
Membayangkan apa yang dilakukan Sarah barusan sangat menyakitkan. Ia tidak menyangka Sarah sudah mempersiapkan semua ini untuk mengusirnya secara mengerikan langsung dengan menelepon Wartoni. Dari mana Nayla tahu itu? Wartoni menjelaskannya sendiri selama perjalanan.
Yang paling menusuk hatinya lagi adalah ketika ia mengetahui bahwa Sarah langsung memasukkan pakaian kotor, pakaian yang ia jemur dan belum kering, beserta pakaian bersih dalam dua tasnya itu. Tidak ada yang terpisah. Semua bergabung.
Selama ini Nayla melakukan kesalahan apa pada Sarah?
"MASUK!" teriak Wartoni keras ketika Nayla lambat melangkah masuk ke dalam rumah. "Ya Allah Nayla, Astaghfirullah Al-'Adzim bapak sudah bingung harus gimana ke kamu."
Kalimat itu.
Makin menekankan bahwa Nayla sudah tidak berguna.
Tangis yang tertahan akhirnya Nayla luapkan ketika langkahnya sampai ke ruang tamu rumah yang sudah ditinggal pergi empat belas hari yang lalu. Kakinya tak sanggup menahan beban tubuh hingga ia tersungkur di depan pintu.
Napasnya tercekat, dadanya sesak, ia pun terisak. Air matanya turun dengan mudah. Pasrah sudah dirinya dengan apa yang akan dilakukan Wartoni setelah ini. Sudah tak ada lagi orang yang membelanya, memihaknya.
Kamu itu pengaruh buruk untuk ibu kamu sendiri.
Bapak sudah bingung harus gimana ke kamu.
Lo pernah nonton teater nggak sebelumnya?
Nayl, mau ya lo nikah sama gue?
Entar lo jadi kerja? Gue jemput aja gimana?
RAPPA, HABIS LO APAIN NAYLA?
Lo juga! Lo nggak bisa feminin dikit memangnya? Lo mau jadi apa, kenapa pemalas banget jadi cewek?
Eh guys ada Nayla, ciah kunticungkring, burik banget woi. Semua teriak apa? HEIYO NAYL!
Anak siapa sih itu? Nakal banget. Mamanya ke mana?
Semua kalimat itu menghantam pikiran dan perasaan Nayla saat ini. Sesak, hancur, kelabu, dan panas. Suara, tawaran, dan teguran itu terputar terus di kepalanya seperti sebuah lagu.
Tanpa henti.
Nayla memekik keras sembari mencengkram kepalanya. Ia tak sanggup lagi. Tangisnya semakin menjadi, ia meraung-raung ketika tahu fakta pahit dari segala yang ada. Ia menghentakkan kepalan tangan ke lantai, berulang kali. Terus terisak, begitu pula dengan air mata yang terus turun.
Tangan kanannya memegangi dada yang terasa sesak. Ia keluarkan semua napasnya, membiarkannya semakin sesak.
Ia keluarkan semua apa yang dirasakannya sekarang. Di depan Wartoni, ayahnya sendiri!
Tak ada orang.
Siapapun.
Sepi.
Nayla merasa sendiri.
Semua harapan sirna dalam satu hari.
"Nayla?" Mariska mendekat. "Kenapa? Kenapa?" tanyanya terlihat panik sambil mendekati Nayla.
Bukannya membiarkan ibu tirinya itu datang dan menenangkan. Nayla malah meneriakinya, "JANGAN DEKET-DEKET!" Dirinya kembali sesunggukan.
"NAYLA!" bentak Wartoni yang menatap Nayla kecewa. Kepalanya menggeleng pasrah melihat Nayla yang tidak meresponsnya. Tak lama kemudian, ia berlutut dan memegangi bahu putrinya itu. "Bapak butuh pengakuan kamu," ujarnya sedikit tertahan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Heiyo Nayl!
TeenfikceNayla merasa dirinya jelek, lusuh, gadis pemalas, pembangkang, dan beban orang tua. Ejekan dan bully dari teman-teman sudah menjadi makanan sehari-hari. Proses belajarnya di sekolah juga tidak berguna, tidak masuk di otak, dan tidak ikhlas. Nayla te...