57 - Asal Panggilan ✨

1K 238 16
                                    

Raffael mengajak Rangga melangkah ke tempat di mana semua anak OSIS berkumpul untuk persiapan acara Pengenalan Lingkungan Sekolah bagi kelas sepuluh. Mereka menghampiri Malvin yang sedang sibuk mengatur sound system.

"Ngapain ke sini, sih, Rap? Ampun dah," keluh Rangga sambil menarik sahabatnya itu ke arah sebaliknya. Sekarang mereka sedang berada di depan aula sekolah, menunggu kedatangan Malvin dari dalam.

"Lo pengin tau nama cewek tadi, 'kan? Udah keliatan dari tatapan lo Ngga. Gampang, tinggal minta tolong sama Malvin. Kebetulan dia deket sama mba ketos, tinggal bilang aja." Raffael tetap kukuh berdiri di tempat.

Kesempatan Rangga untuk menarik Raffael menjauh berakhir ketika Malvin sudah keluar dari ruangan untuk menghampiri. Rangga pun pasrah dan memaklumi saja semua tindakan Raffael kali ini.

Raffael berkata, "Mal, entar lo cari tau ya nama anak yang keliling terus di daerah tata usaha." Ia menunjuk sekilas ke arah seorang gadis yang sepertinya sedang mencari teman baru itu.

Malvin menyipitkan mata ketika melihat ke arah pandangan Raffael. "Yang mana?"

"Yang rada buluk." Sontak Rangga menepuk bahu Raffael yang lagi-lagi asal berbicara ini. "Loh kenapa Ngga? Emang bener yang gue bilang!" elak Raffael.

Malvin yang paham pun mengangguk. "Mau dicariin namanya pakai metode apa?"

"Sembarang aja. Kalau pun misalnya disuruh maju satu per satu buat kenalan, saranin mba ketos buat manggil nama dia ya," ujar Raffael dengan nada jailnya seperti biasa.

Rangga yang sedari tadi menggeleng akhirnya menimbrung, "Jangan Mal, jangan!"

"Kenapa memangnya?"

Raffael menyengir. "Iyain aja Mal. Si Rangga nih lagi ngelirik cewek yang itu. Orang yang bisa nebak kepribadian memang beda. Bantuin ya Mal. Nanti pas acara, kami sempat-sempatin nyempil di aula. Ayo Ngga ke kelas!" Ia pun menarik Rangga untuk menjauh dari sana.

"Mal jangan Mal, jangan!"

"Bubye Rangga, tenang aja, pasti gue bantuin." Malvin melambai sambil tertawa.

"Parah lo Mal, nggak usah, gue bisa sendiri," ujar Rangga terus-menerus selama ditarik Raffael menjauh.

"Halah, masa bisa sendiri? Nggak yakin gue." Raffael semakin mengeraskan tarikannya. "Ayo, udah nggak pa-pa. Kami niat bantuin kok. Nggak pa-pa naksir tu, hal biasa."

* * * * *

"Jadi gitu cerita awalnya, Rangga duluan yang naksir terus gue kasih tau Malvin," simpul Raffael setelah menjelaskan awal mula ia mendapatkan ide untuk menyuruh ketua OSIS memanggil Nayla melalui Malvin.

"Iya, pas itu kebetulan beberapa anak disuruh maju sama ketua OSIS," tambah Malvin, "gue rekomendasikan Kak Tiyas untuk manggil Nayla pas itu."

"Kenapa nggak langsung nanya nama aja daripada ribet sampe ngelibatin OSIS segala?" tanya Dhika.

"Udah mau otw nanya, tapi Naylanya sendiri yang menjauh pas dideketin." Raffael meraih minumnya di ujung meja. "Pas itu nggak nyangka aja, sih, sampai satu geng kita bisa punya panggilan khusus buat Nayla."

* * * *

Tiyas sang ketua OSIS mulai menunjuk siswa-siswa yang menjadi perwakilan maju ke depan, termasuk Nayla yang merupakan rekomendasi terakhir dari Malvin. "Eh dek, kamu! Seragam SMP kamu cukup beda dari yang lain. Kamu sendirian?"

Nayla yang duduk di tengah-tengah aula itu hanya mampu menunjuk dirinya sendiri. "Saya?" tanyanya tanpa suara.

"Iya, kamu, sini maju!" titah Tiyas menyuruh Nayla maju.

Heiyo Nayl! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang