24 - Yakinkan Saja ✨

1.6K 295 16
                                    

"SARAH!" Nayla memekik begitu masuk ke dalam kamar Sarah, siap berangkat ke tempat Mba Ici mengenakan hoodie hitamnya.

Sarah yang sedang memainkan ponsel sambil berbaring itu terbangun. "Apaan? Kaget gue."

"Gue bakal dianter sama Kak Rangga," ujar Nayla dengan suara yang sangat kecil dan terlihat gelisah, "duh gimana dong?"

"Lah, kan, kemaren lusa lo udah pernah dianter sama dia juga?" Sarah beranjak dari kasurnya. "Apa masalahnya?"

Nayla terlihat semakin gelisah. Ia bahkan menggigit bibir dan sesekali berjinjit di tempat. "Ehm." Ia merentangkan kedua tangan. "Menurut lo, penampilan gue gimana?"

Sarah melotot. "Hm? B aja gitu kok."

Nayla berdecak.

"Oh, lo butuh bantuan gue buat make over lo, gitu?" Sarah terkekeh begitu sadar dengan tujuan Nayla menanyainya. "Ya ampun Naylaku, kenapa nggak bilang dari kemarin-kemarin? Sini-sini, gue pinjamin--"

"RANGGA!" teriakan Raffael yang menggema itu membuat Nayla dan Sarah sontak berlari keluar kamar.

Raffael tengah memeluk Rangga, sedangkan Rangga berusaha membebaskan diri. "Wah, ngapain lo ke sini? Nginep? Ayo, ayo nginep, kita nonton film fantasi akhir dunia lagi! Gue ada film baru dapet kemaren." Ia menarik sahabatnya itu masuk.

Namun Rangga tetap berdiam di tempat. "Gue malam ini sibuk mau ke balai desa."

Wajah Raffael semakin ceria. "WAH! Kok lo baik banget sih sampe jemput gue ke sini? Kenapa nggak bilang-bilang dulu tadi? Kan, gue bisa siap-siap dulu jadinya. Lo tunggu dulu kalau gitu, gue ganti baju bentar."

Rangga tertawa. "Gue nggak jemput lo. Kegeeran lo. Gue mau berangkat bareng Nayla." Ia melambai ke dua perempuan di ruang keluarga. "Ayo Nayl!"

Sarah mendorong Nayla. "Udah pergi aja dulu sana, nanti kalau ada sesi ketiga baru lo gue cakepin," ujarnya pelan, membuat Nayla pun berjalan menghampiri Rangga.

"LOH KOK GITU?" Raffael menunjukkan wajah kecewa dan tidak terima. "KOK LO LEBIH PILIH DIA?" Tangannya terulur menunjuk Nayla.

"Lah memang kenapa?" Rangga kini sudah berjalan ke arah motornya disusul Nayla. "Jangan bilang lo belok dan punya rasa lebih ke gue, gitu? Kayak di cerita hidup kelas sepuluhnya Dhika?"

"Enggaklah, najis!" Raffael mengambil kunci motornya. "Gue ikut ah kalau gitu."

"JANGAN RAPPA!" Sarah tiba-tiba menarik Raffael untuk masuk ke dalam rumah lagi dengan tenaga yang besar. Bahkan, kini pintu sudah tertutup rapat seolah membiarkan Rangga dengan Nayla berbicara berdua. Sarah memang mengerti keadaan, Raffael hampir saja menganggu dua orang itu. "Udah pergi sana, Rappa gua yang ambil alih! DADAH NAYLA!" serunya begitu motor Rangga berjalan keluar dari pekarangan rumah.

"ARRRGH GUE PENGIN IKUT!" rengek Raffael yang langsung mendapat pukulan dari Sarah. "Gue lapor mamak nanti, mampus lo jadi adek KDRT teros!"

* * * * *

Tak seperti hari-hari sebelumnya, Nayla mulai merasakan gejolak dalam dada. Rasanya menjadi canggung ketika berbicara dengan Rangga yang terlihat santai saja.

Ketika mendapat pertanyaan, Nayla selalu menarik napas sebelum menjawab untuk menetralisir kegugupannya. Apa yang Nayla harapkan dari Rangga? Sudahlah, jangan sampai itu terjadi. Ingat, perkataan Sarah.

Ingat perkataan Sarah.

Ingat perkataan Sa--

"Oh ya, Sabtu depan teater gua udah pentas. Lo ada niatan dateng?" tanya Rangga selanjutnya. "Gue ngarepnya sih lo dateng. Biar lo lihat lampu yang gue tata dari kemarin-kemarin," jelasnya tertawa kecil.

Heiyo Nayl! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang