13 - Hal Mudah ✨

1.9K 370 11
                                    

Nayla kembali menangis setelah menahannya selama sepuluh menit. Ia terus terisak hingga isakannya terdengar nyaring. Ia menutup mulut dengan tangan dan bahkan menahan napas agar tidak terisak. Namun, tetap saja sama, ia tidak bisa berhenti menangis apalagi setelah kalimat terakhir yang diucapkan ayahnya terngiang di kepala.

KAMU JADI SAMPAH MASYARAKAT AJA!

Selama ini, Nayla sering mendapat tatapan seolah ia adalah sampah. Di kelas apalagi. Orang pertama yang ia percaya menatapnya sebagai manusia adalah ayahnya. Namun, ayahnya kini bersikap sama, bahkan perkataannya tadi seolah mendoakan Nayla.

Nayla ingin menangis keras-keras. Sangat keras hingga meraung-raung. Ia benar-benar tak bisa menahan tangis, menguatkan batin, dan bersikap seolah tak terpengaruh. Tak bisa. Sudah banyak luka dan kesabaran yang ia simpan. Sudah berapa kali ia bangkit, tetapi hasilnya malah membuatnya kembali jatuh. Rasanya sangat sesak dan terkekang. Seakan hidupnya sudah di ambang kematian.

Tetapi, Nayla masih belum mau meninggalkan dunia.

Ia sangat ingin bertemu ibunya.

Ia ingin membuktikan pada semuanya kalau ia bukanlah anak tidak berguna.

Seketika seluruh kalimat pedas teman-temannya terputar kembali di pikiran. Ia mengingat kalimat Raffael, Calissa, Valro, Riko, Bu Bahar, hingga Bu Titi, membuat tangisannya semakin menjadi. Nayla duduk ke tepi kasur dan menempelkan wajahnya ke bantal agar tangisannya tidak terdengar.

Takut tiba-tiba ayahnya mendobrak pintu untuk menyuruhnya diam.

Ponsel Nayla berdering menandakan sebuah SMS masuk dari Sarah.

Sarah : Kenapa nelpon malem-malem begini?

Nayla : Gue mau nginep di rumah lo boleh kagak? Plis, gue butuh banget.

Nayla yang tidak ada pulsa itu akhirnya mengirim SMS saja, berharap Sarah mau membiayai collect SMSnya.

Panggilan dari Sarah pun masuk beberapa detik setelahnya, Nayla tergesa menerima dan berdiri di depan jendela agar orang di dalam rumah tidak mendengar percakapannya. Nayla berbicara dengan berbisik. Sebelum berbicara ia menarik napas terlebih dahulu. "Rah gue butuh bantuan lo."

"Ngapain lo bisik-bisik kayak begono? Sante aja elah Nay, sama Sarah aja, tuh," ujar Sarah dari seberang sana.

Nayla berusaha mengatur napasnya. "Gue mau ke rumah lo sekarang. Bisa kagak? Lo tadi bilang, kan, kalau lo males pulang karena ortu lo lagi keluar kota? Gue nginep ya."

"Lah? Seriusan?" Sarah terdengar senang. "Kebetulan gue lagi sendirian, nih, di rumah. Ish, Nay seneng banget gue. Kenapa nggak bilang dari tadi, sih? Oh ya, sekarang jam berapa ... eh udah jam sebelas, loh. Yakin lo ke rumah gue?"

Nayla berpikir sejenak. Untuk ke rumah Sarah di tengah malam sepertinya Nayla tidak bisa. Apalagi di daerahnya untuk anak perempuan sepertinya cukup berbahaya.

Oh ya, Nayla baru ingat. Ia, kan, jelek dan miskin, siapa yang mau menculiknya?

"Iya, rumah lo di mana?"

"Eh sebentar, lo lagi ada masalah ya sampai mau ke rumah gue di tengah malem begini?"

"Udah, nanti aja gue ceritanya." Nayla sudah membawa semua seragam sekolah, beberapa pakaian sehari-harinya, dan alat tulis. Ia membawa dua tas, tas ransel dan tas jinjing yang cukup besar. "Alamat lo di mana? Sebutin."

Ketika Sarah menyebutkan, Nayla langsung mencatatnya di buku catatan kecil yang selalu ia gunakan dulu untuk mencatat rumus matematika sebelum ulangan. Nayla menyadari bahwa rumah Sarah berjarak tak jauh dari sekolah. Itu berarti jauh dari rumahnya.

Heiyo Nayl! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang