46 - Usaha Rangga ✨

1.3K 260 15
                                    

"Sorry kalau gue kesannya akhir-akhir ini kayak jauhin lo," ujar laki-laki dengan tangan yang masuk ke dalam kantung jaket hitamnya itu, "gue mau jelasin sesuatu nih."

Nayla tersenyum sekilas. "Jelasin apa? Tumbenan amet lo pake mukadimah. Biasanya main jelasin aja."

Rangga tertawa kecil. Iya juga. Sejak kapan Rangga pernah bersikap sok merasa tidak enak ke Nayla?

"Kalau semisal—"

"RANGGA!" teriakan itu menyentak keduanya. Sepertinya, dari suara saja sudah tertebak siapa. Raffael berlari menghampiri keduanya. Kali ini ia mengenakan pakaian olahraga, berbeda dari siswa lain yang mengenakan seragam putih abu-abu. "Wus, lagi bahas apa nih?" tanyanya dengan nada yang dibuat asik.

"Lagi mau bahas persoalan tentang gimana ceritanya gue akhir-akhir ini kesannya kayak asing ke Nayla." Rangga menatap gadis di sebelahnya. "Iya, 'kan, Nayl?"

Refleks, Nayla menaikkan sebelah alisnya.

"Ah itu nggak penting!" Raffael iseng mendorong bahu Rangga. "Nayl, stay strong ya!"

Nayla mengernyitkan dahi. "Dah lah, gue mau ke kelas."

"Eh, lo nggak mau nyemangatin gue gitu Nayl? Gue bakal lomba dua hari ini. Gila, sih. Hari ini lomba bulutangkis, besoknya langsung turnamen. Kebayang nggak, tuh, pegelnya?" Raffael mengeluh ke arah Nayla yang menjauh.

Nayla hanya menoleh lalu mengangguk dan meninggalkan keduanya begitu saja. Bukannya apa, ia sedikit syok mendengar ucapan Rangga barusan. Takut jika menggubris Raffael soal keluhannya itu, bisa-bisa laki-laki ini tak sengaja membahas kejadian memalukan kemarin. Ya, peristiwa ia dipaksa pulang ke rumah.

Ketika Nayla sudah cukup menjauh, Rangga langsung bertanya, "Dia udah balik ke rumahnya?"

Raffael mengangguk. "Tau dari mana?"

"Ada."

"Sebenernya gue punya pertanyaan buat lo Ngga dari kemarin-kemarin sejak prom di rumah Kak Haryan pas itu. Cuman, males gue debat sama lo. Gue mau fokus ke lomba dulu. Semangatin kek."

"Iya Rapp, semangat. Semoga menang. Semoga baik-baik aja. Semoga lolos. Semoga dapat medali emas kali ini." Rangga mengguncang bahu sahabatnya itu. "Ah ngomong sama lo versi begini jadi berasa gay. Dah lah, gue mau ke kelas."

"Eh eh bentar!" Raffael menahan Rangga dengan raket yang dibawanya. "Kalau emang lo niat suka sama Nayla. Lo kejar. Jangan diem aja, atau ngode-ngode nggak jelas. Ngomong aja langsung kalau lo punya rasa. Soalnya, gue udah nangkep dia risih sama lo."

Rangga mengangguk. "Yoi, thanks."

"Yoi-yoi aja lo, dilakuinnya kagak, awas ya!"

* * * * *

Sarah memalingkan wajah begitu Nayla masuk ke kelas. Ia bersikap dingin seolah tidak mengenal Nayla itu siapa.

Begitu Nayla melangkah ke arahnya, Sarah hanya memberikan tatapan dari bawah ke atas, lalu membuang muka, membuat gadis itu risih dan kembali ke tempat duduknya.

Kini, Clara menjadi teman bicara Nayla.

"Nayl, barang yang gue pesen katanya pas itu PO tiga hari dan lo bilang hari ini lo bakal bawa. Mana ya?" tanya Clara membuka obrolan. "Gue udah bawa uangnya nih."

Nayla yang baru saja duduk ia termenung sebentar. Sejak insiden pemaksaan dirinya pulang kemarin, sepertinya ia hanya membawa dua tasnya yang berisi bajunya sendiri dan paper bag make-up yang berujung disita Wartoni. Lantas, ke mana semua barang jualannya?

Panik. Nayla segera berpikir keras di mana terakhir kali ia meletakkan semua barang jualannya. Ia sudah mengambil beberapa barang yang dipesan itu dari Mba Isti dan siap membawakannya ke sekolah.

"Kenapa Nayl?"

Nayla memijat pangkal hidungnya sekilas. "Sebentar."

Oh iya, Sarah.

Jangan bilang sekali lagi Sarah menyimpan barang jualannya. Apa yang diinginkan gadis itu sekarang? Menyiksa Nayla?

Valro tiba-tiba saja datang untuk berkomentar. Ya biasa, tukang komentar apapun tentang Nayla. "Eh Nayl, tumben lagi rambut lo ruwet begitu."

Clara menambahkan, "Eh iya bener. Lagi ada masalah ya Nayl?"

Nayla menggeleng. "Iya ada. Tapi nggak pa-pa."

Begitu Nayla menoleh ke belakang, tak sengaja ia melihat sekelompok siswa perempuan sedang berkumpul dan bercerita di belakang kelas sambil sesekali melirik ke arahnya.

"Eh-eh diam, anaknya ngeliat ke sini."

Itu suara Calissa yang membuat kuping Nayla menjadi panas dan yang paling membuatnya lebih kesal adalah Sarah turut bergabung dengan mereka.

Sarah tak sebaik yang ia kira.

Nayla berdiri dan menghampiri sekelompok teman kelasnya. "Rah, gue mau bicara."

Sarah malah mengernyitkan dahi. "Lah, guenya yang nggak mau."

Perkataan itu.

Bukan Sarah yang Nayla kenal.

"Oh ya Nayl, barang yang pesen kapan lo bawa?" Tiba-tiba beberapa teman kelas Nayla bertanya.

"Iya gue udah nunggu nih."

"Katanya hari ini."

"Niat jualan nggak, sih?" Pertanyaan Calissa itu berhasil membuat Nayla mengalihkan pandangannya.

Sarah hanya menatap Nayla tak berdosa.

Nayla menatap seluruh temannya yang membeli dagangannya itu. "Sorry guys, lagi ada kendala. Nanti gue bawa. Gue harus pastikan dulu gue bisa ambil barangnya. Jadi tolong, kalian sabar dulu ya." Ia kemudian berjalan keluar dari kelas untuk mengikuti apel pagi.

* * * * *

Rangga berjalan menuju rak di ujung perpustakaan dan mulai mencari sebuah buku tentang motivasi yang cocok baginya untuk dibaca. Ia pun duduk di sana dan menunggu Nayla yang biasanya akan ke sini di kala senggang.

Ya, tebakannya benar. Gadis itu ke sini lagi, tetapi hanya sendiri, tak seperti biasa yang selalu menarik Sarah.

Rangga memposisikan duduknya menghadap Nayla dan mulai membaca buku sambil sesekali melirik. Aktingnya mulus. Tak sama sekali berhasil membuat Nayla terpancing untuk menatapnya di ujung juga.

Rangga pun berdiri dan menghampiri Nayla. Kembali lagi ke strategi pertama. "Nayl."

Dalam hati, Rangga bertanya pada dirinya, Habis ini nanya apa? Sendirian aja? Ah, enggak, terlalu nampak capernya. Apa kabar? Duh, itu malah kelihatan betul nggak punya mata buat analisis. Lagi baca apa? Ah, nanti disembur

"Loh?" Nayla sedikit menjauhkan posisi duduknya dari Rangga. "Setelah berhari-hari gue akhirnya liat lo di sini. Tumben."

Rangga memerlihatkan sampul buku yang ia baca. "Gue lagi nyari solusi makanya baca buku motivasi."

Nayla hanya menganggukkan kepala saja dan memilih untuk melanjutkan baca walau isi kepalanya terus memikirkan solusi bagaimana caranya agar ia mengetahui alasan Sarah berubah sangat drastis sejak kemarin.

Tak sadar, Rangga dan Nayla diperhatikan oleh seorang gadis yang duduk di ujung ruangan bersama beberapa teman kelasnya. Buru-buru ia memanggil seluruh teman untuk memfokuskan pandangan ke dua orang itu. Ia juga mengeluarkan ponsel dan mengetikkan sesuatu.

Ya, menyindir di media sosial.

Cowok kok hobinya nabur harapan ke banyak cewek.

Luthvia merasa sebal menatap Rangga yang duduk dengan tenang di samping Nayla.

= Heiyo Nayl! =

Heiyo Nayl! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang