36 - Cantik, Katanya ✨

1.6K 301 46
                                    

Tawaanya menyembur, lesung pipinya timbul. Sesekali ia berhenti untuk mengambil napas panjang lalu tertawa lagi. Raffael menggila menatapi Nayla yang benar-benar tampil dengan make up di depannya.

"Apa sih? Terlalu tebel ya?" tanya Nayla sambil berulang kali melihat cermin.

Bukannya menjawab Raffael malah semakin tertawa hingga terduduk, hendak berguling kalau seandainya ia tidak ingat bahwa jas kesayangan tengah dikenakan.

Sarah yang melihat kakaknya semakin hari semakin miring otaknya itu melewatinya begitu saja dan menghampiri Nayla. "Nggak kok, tetap natural. Cantik. Nggak usah pedulikan tawanya Rappa tu. Memang gila dia kalau liat cewek cantik tiba-tiba."

"Ya udah, sih, kalau masih ketawa kita nggak usah jalan aja." Nayla lontarkan tatapan menantang ke Raffael.

Masih cekikikan, Raffael terpaksa berdiri dan meraih kunci mobil milik ibunya yang tidak pernah dipakai dalam dua minggu ini. "Kuy ... pfft." Ia lanjut tertawa lagi, entah apa alasannya.

Nayla mengernyitkan dahi. "Ni anak kenapa, sih?"

"Seriusan lo mau bawa mobil?" tanya Sarah menggelengkan kepala. "Lo nggak usah sok jago bisa nyetir mobil gitu dong. Nanti gue laporin nyokap nih."

"Gue udah izin sama emak dan katanya iya kok," balas Raffael dan melirik Nayla lagi. "Lo kok bisa cakep, sih?"

"Muji ya muji, hina ya hina. Jangan muji-muji niatannya hina. Jangan hina-hina niatannya muji. Yang bener niatnya." Nayla sudah terlihat malas meladeni laki-laki di sebelahnya.

"Kuy jalan!" Tiba-tiba saja Raffael menarik tangan Nayla menuju mobil yang sudah tersedia di halaman rumah, meninggalkan Sarah yang berdiri di ambang pintu. "Rah, jaga rumah yang bener. Dah!"

"Jaga temen gue yang bener!" teriak Sarah begitu mobil telah keluar dari pekarangan rumah, meninggalkan pintu pagar terbuka. "Aih," keluhnya sambil melangkahkan kaki ke pagar untuk menutupnya.

* * * * *

Manik mata Nayla bertemu dengan sebuah rumah besar di pekarangan yang amat luas tersebut. Perlahan, ia melangkahkan kaki keluar dari mobil dengan pandangan yang terus mengamati dari ujung pekarangan hingga ke sisi lainnya. Benar-benar luas.

"Orang-orang kenapa bisa kaya ya?" tanya Nayla pada Raffael yang baru saja keluar dari mobil juga dan berdiri di sebelahnya.

"Kerja keras, aset, dan modal kuat dong," jawab Raffael, "temen gue yang punya rumah ini anak dari CEO, sih, jadi ya wajar aja. Ayo jalan ke sana! Lo gandeng tangan gue ya."

Nayla menatap malas. "Ah, nggak mau."

"Loh, harus mau!" Raffael menyengir lagi. "Kalau enggak, nanti nggak kelihatan kayak pasangan. Kita pasti nggak masuk."

"Alasan!" Nayla melangkah lebih dulu.

"Ah, dasar Nayla!" keluh Raffael mengikuti langkah gadis bergaun abu-abu itu melewati pintu masuk tanpa berakting layaknya pasangan kekasih, melainkan pasangan yang niat datang untuk makanan saja.

Keduanya melangkah masuk ke dalam rumah yang amat luas itu. Di ruangan pertama, yakni di lobby, mereka bertemu banyak orang yang tengah menunggu masuk ke ruangan acara berlangsung untuk memberikan kartu pelajar.

"Seriusan ini masuknya pakai kartu pelajar SMP?" tanya Nayla dengan berbisik ke Raffael.

"Makanya jangan jauh-jauh dari gue." Raffael berdiri tepat di samping Nayla dan mulai mengantre di barisan depan pintu masuk. "Nah, kalau kita udah masuk, kita bakal ngeliat ruangan rumahnya yang luas banget kayak aula sekolah."

Heiyo Nayl! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang