“Menangis saja. Tapi jangan terlalu lama. Sekiranya cukup. Sudah. Karna terlalu lama menangis tidak baik juga.”°•°
“Kamu serius ga bareng Lun?”
“Gausah Fan. Aku udah minta tolong Akash kok buat jemput,” Luna meyakinkan temannya dengan senyum. Fani mengangguk. “Kalau gitu aku duluan ya.”
Luna mengangguk seraya melampirkan tas—yang lagi-lagi milik Fani, dengan beberapa buku kosong didalamnya—di kedua pundaknya. Ia lantas sekilas melirik ke kursi belakang. Melihat laki-laki itu tengah tertidur, lagi dan lagi. Keadaan kelas pun sudah mulai sepi, Luna tidak tega untuk membangunkannya. Sepertinya, ia terlihat pulas.
Luna melihat jam dinding di kelasnya. Tadi sebelum Akash mengantarnya ke rumah Fani. Laki-laki itu mengatakan bahwa ia bisa menjemput Luna nanti jam empat sore. Dan sekarang masih jam setengah empat. Sepertinya, waktu setengah jam itu akan Luna pergunakan untuk menjaga Rama dulu.
Luna melangkah untuk menduduki kursi kosong di samping Rama. Sambil menelungkupkan kepala di atas meja, Luna memandang wajah laki-laki itu, yang kebetulan wajah laki-laki itu tengah menghadap ke arahnya. Jika seperti ini, Rama akan terlihat lebih tenang. Tidak ada aura bad sama sekali jika melihat laki-laki itu seperti ini.
Luna tersenyum ketika melihat Rama menggeliat. Sepertinya laki-laki itu mulai merasa gerah, terlihat dari peluh yang membasahi dahi hingga pelipisnya. Luna segera mengambil buku tulis dari dalam tasnya lalu mengipasi laki-laki itu.
Hingga tiba-tiba terdengar suara benturan cukup keras dari depan pintu, hingga suara itu membuat Rama terbangun.
Pergerakan Luna langsung terpaku.
Rama mengernyitkan alisnya ketika melihat Luna mengangkat sebuah buku tulis sambil menunjukan cengiran padanya, “mau ngapain lo?”
Ditanya seperti itu Luna segera memasuki bukunya kembali. “Ah-itu, aku mau kipasin kamu...
Rama masih memandangnya aneh.
...tadinya.” Lanjut Luna.
Sampai tiba-tiba seseorang memasuki kelasnya sambil berlari. Namun saat melihat mereka orang itu berhenti di depan kelas. Ia terdiam cukup lama, sebelum akhirnya berbicara, “Eh, gua kira udah gada orang. Sori ya,” ucapnya sambil mengambil sebuah bola futsal dan segera berlari keluar.
Oh ternyata asal suara tadi dari bola itu.
Luna mengerjap beberapa kali ketika mendengar gesekan kursi dan menyadari bahwa Rama sudah beranjak berdiri. Luna ikut berdiri dan sambil mengekori langkah Rama dibelakang. “Kamu langsung pulang kan?” tanya Luna di sela-sela mereka jalan ke arah parkiran.
Rama tidak menjawab.
“Kalau gitu, hati-hati ya. Jangan ngebut bawa motornya.” Luna berhenti melangkah dan membiarkan Rama berjalan ke arah dimana motornya terparkir.
“Inget! Hati-hati ya!!” Luna berteriak saat Rama sudah menjalankan motornya.
Luna lalu melanjutkan jalannya hingga ke depan pintu gerbang. Dan ternyata Akash sudah berada di sana. “Dari tadi?” tanya Luna dan Akash menggeleng. “Baru. Udah buruan naik.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Altair & Aquila
Teen FictionLuna berpikir, hidupnya tak jauh beda seperti bulan sabit. Redup, sendiri, dan tak utuh. Padahal, jauh dari kehidupannya masih ada yang memiliki kekelaman yang lebih kejam darinya. Luna tidak tahu, ia hanya berpikir. Hanya dirinyalah yang paling me...