A&A-37

180 5 0
                                    

^•^

Gama menekan remote teve nya berusaha mencari channel yang menayangkan apapun yang seru menurutnya. Tapi setelah mengganti bahkan berulang kali hingga ia kembali pada channel yang sama, Gama menaruh pelan remotenya. Ia beralih pada iPad dan memainkan game apapun disana. Sudah sebulan lebih, atau lebih tepatnya ketika dokternya menyarankan Gama untuk rawat inap selama tiga bulan untuk melakukan pengobatan yang lebih baik. Ia hanya melakukan rutinitas membosankan setiap harinya. Paling terkadang setiap sore ia akan ke taman untuk mencari udara segar.

Tiba-tiba ponsel Bunda berbunyi. Gama yang awalnya memilih mengabaikan, tapi ketika ia melihat nama Bi Ani terpampang di layar. Berhubung Bunda tengah keluar membeli kopi, Gama yang mengangkatnya.

"Waalaikumsalam bi, kenapa?"

"Eh, den Gama kirain ibu. Ini den tadi itu saha namina, mm... neng Luna nah. Kemari, nyariin den Gama ceunah."

"Terus, Luna masih disana bi?"

"Udah balik baru aja. Tadi udah bibi tawarkeun buat nunggu ibu balik, eh moal ceunah si eneng."

"Oh yaudah bi. Makasih, Assalamualaikum."

Setelah menutup telponnya. Gama mengambil ponselnya yang sudah satu bulan ini ia sembunyikan di dalam nakas. Ia mencoba menghidupkan kembali ponselnya, hingga ratusan notifikasi yang mayoritas berasal dari Luna. Entah itu pesan ataupun panggilan suara, dan video. Gama mengusap pelan air mata yang keluar dari ujung matanya. Ia sangat merindukan gadis itu. Bahkan rasa sakit pada seluruh sendi-sendinya mampu terasa hambar ketika ia merasakan nyeri pada hatinya. Jika bukan karena keadaanya sekarang. Gama ingin sekali menemui Luna. Memeluknya. Kembali memberi sebagian cahayanya pada sang bulan.

Gama ingin kembali mematikan ponselnya dan menyembunyikannya. Sebelum salah satu pesan dari Luna menghentikan pergerakannya.

Aku harap kamu gak akan meninggalkanku.

Gama terdiam sejenak hingga pintu terbuka dan menampilkan Bunda yang tengah membawa sekantung plastik berlabel salah satu nama minimarket. Ia tersenyum ke arahnya hingga tiba-tiba saja senyum itu larut ketika matanya menilik ke arah ponsel Gama.

"Kamu udah siap memangnya?"

Gama menatap Bunda ragu. Ia lalu mengangguk pelan.

"Hari ini Bunda."

"Mau Bunda antar?"

Gama menggeleng. "Gama sama Pak Tono aja."

Bunda tersenyum lalu bergegas mengambil pakaian ganti untuk Gama. "Hari ini Gama ingin ke dermaga." Bunda menoleh ke arahnya. "Emang kamu tau darimana Luna ada di dermaga?"

"Feeling."

Bunda terkekeh. "Oke... kalau gituu... pake ini, ya?" Bunda memberinya hoodie. "Disana banyak angin. Pake ini biar gak masuk angin."

Gama lalu berbegas mengganti pakaiannya. Menggunakan parfume cukup banyak. Karena memang sudah hampir dua hari ini ia belum mandi.

Pak Tono sudah menunggunya di depan kamar. Bunda juga tadi sudah meminta izin pada dokternya. Dan syukurnya Gama diizinkan meski dengan catatan Gama tidak boleh terlalu banyak gerak yang mana akan membuatnya kelelahan.

Altair & Aquila Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang