A&A-29

144 9 2
                                    

"Mari kita pikirkan sejak awal. Banyak hal indah yang sebelumnya dan akan kita umpat sesal kemudian."

^•^

Karena bosan menunggu Fani mandi dan siap-siap di dalam kamar. Luna memilih untuk menunggu gadis super lama itu di ruang keluarga sambil menonton serial kartun Doraemon yang memang sedang tayang saat ini. Luna bukan tipe gadis yang menyukai hal menye-menye contoh seperti kartun. Apapun itu judulnya. Hanya saja ia malas memegang handphone dan juga malas mencari channel yang lain jadilah ia mau tak mau.

Meski tidak terlalu suka dengan kegiatannya saat ini tapi ini lebih baik daripada harus duduk berdampingan dengan satu sosok yang sangat ia benci dan hindari di rumah ini. Siapa lagi kalau bukan Eliana. Gadis tidak tahu malu dan selalu merasa tak punya masalah itu tiba-tiba saja duduk di sampingnya sambil menyemili Lays rumput laut di tangannya. Juga tertawa-tawa dan menyenggol lengan Luna sok akrab.

Luna mendesis seraya mengusap lengannya. Ia lalu berniat untuk pindah ke sofa kecil sambil mencoba mengganti channel TV. Ia baru ingat, Eliana suka banget sama Doraemon.

Akhirnya gadis sok akrab itu kesal dan bersuara. Ia berdecak. "Ngapain hari minggu pagi-pagi gini uda rapih?"

Pertanyaannya bukan lagi sekedar basa-basi. Dan hal itu semakin membuat Luna jengkel. Sebenarnya Luna tidak mengerti maksud kehadiran gadis itu. Seperti memang absensi gadis itu hanya untuk mencari ribut dengan Luna. Karena sedang tidak mood dan juga ini masih pagi, karena Luna percaya akan teori kalau suasana pagimu sudah rusak pasti harinya juga akan rusak. Luna tidak mau hal itu terjadi. Maka, menghindari Eliana adalah pilihan yang bagus untuk saat ini.

"Gue gak ngerti. Gue kira, semenjak lo putus dengan Rama. Rama gak akan lagi membahas lo. Atau bener-bener jauh dari lo. Tapi, malah hal itu yang buat kalian deket." Luna dapat mendengar getaran dari kalimat tersebut meski ia tahu, Eliana mencoba menyembunyikannya.

Luna menoleh. Kini gadis itu sudah menatap Luna seperti mana dulu Luna menatap gadis itu. Kebencian berada di mata bulat gadis itu. "Ini gak adil Lun. Gue yang bertahun-tahun selalu ada untuk Rama. Kenapa harus lo?"

"Aku gak mau bahas ini. Apalagi ini di rumah. Aku gak mau Papa tau kita ribut."

Eliana tertawa sinis. Ia lantas berdecih. "Kenapa sekarang kaya berbalik ya. Lo yang jadi sok baik. Bukannya ini kesukaan lo, cari ribut sama gue, lalu nunjukin ke Papa lo kalo lo gak suka gue, gak suka nyokap gue, dan gak mau kehadiran kita."

Luna benar-benar tidak mau membahas ini. Jadi ia lebih memilih beranjak dari sini. Keputusannya untuk tidak menunggu Fani di dalam kamar ternyata salah.

"Lo gak tau kan Lun. Betapa sakit hatinya saat lo lakuin hal itu ke gue dulu. Gua ngerasa seakan gue emang gak bisa di terima di dalam sebuah keluarga utuh. Dari dulu, gue menginginkan ini. Tapi nyatanya, gue punya ayah yang gak bisa tanggung jawab. Setelah hamilin nyokap gue dia malah kabur, setidaknya sebelum kabur nikahin nyokap gue dulu kek. Biar gue gak dicap anak haram. Terus nyokap gue juga, udah tau dia yang berbuat salah malah gue yang disalahin. Gue ditinggal hidup berdua sama nenek gue yang udah rentan, cuma karena malu punya anak haram kaya gue. Terus lagi saat nenek gue meninggal dia tiba-tiba dateng dengan gak tau malunya dan memperkenalkan keluarga barunya. Gue dipaksa berbaur, dipaksa baik-baik aja ketika salah satu anak sambungnya membenci gue mati-matian. Lagi-lagi, bahkan di satu keluarga utuh. Gue masih gak diinginkan." Eliana mengusap air mata yang tidak diinginkan jatuh itu dengan kasar. Ia pun bangkit dan meninggalkan Luna yang masih berdiri di tempatnya sedari tadi. Masa bodoh dengan apa yang gadis itu pikirkan sekarang. Eliana juga masih tidak mengerti mengapa ia tiba-tiba mengatakan hal itu.

Altair & Aquila Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang