A&A-25

209 12 0
                                    

^•^

Rama mengenalnya sebagai Om Tirta. Pertama kali bertemu Om Tirta ketika ia dan Gama dibawa Bundanya ke sebuah toko roti. Bunda mengenalkan Om Tirta sebagai teman rekan kerjanya di kantor. Saat itu yang Rama kira pertemuan mereka adalah sebuah kebetulan. Ia suka dengan sikap Om Tirta yang ramah. Selain itu, Om Tirta juga sangat baik dengannya dan juga dengan Gama. Ia suka memberinya mainan, dan selalu membawa keripik singkong pedas yang mana cemilan itu adalah salah satu cemilan favorit Rama dan Gama.

Rama senang ketika Om Tirta datang ke rumah. Saat itu ia ingin sekali memperkenalkan Om Tirta pada Ayahnya. Namun, Bunda melarang. Bunda bilang jika Rama memperkenalkan Om Tirta pada Ayah, pekerjaan Ayah akan terganggu. Rama yang saat itu tidak terlalu peduli akan semua urusan orang dewasa hanya bisa menuruti. Begitu juga pada Gama, Bunda memperingati hal sama pada Gama.

Lambat laun, semua terbongkar. Malam itu, Ayah yang entah kenapa tak biasanya pulang lebih cepat. Bunda yang baru saja pulang kerja dengan diantar Om Tirta mengejutkan Ayah.

Bunda juga ikut terkejut ketika melihat Ayah sudah berada di rumah.

Rama dan Gama yang menyaksikan di balik jendela masih tidak mengerti dengan apa yang terjadi, saat itu usia mereka masih 10 tahun. Yang mereka tahu, Bunda diantar pulang oleh Om Tirta, dan itu adalah hal biasa, Bunda setiap hari pulang bersamanya. Lalu kenapa Ayah harus marah?

"Ini yang saya takutkan saat saya membiarkan istri bekerja, bukanya mengurus anak, malah asik pacaran!"

Pacaran? Rama dan Gama saling tatap. Mereka mengerti arti kata itu. Namun yang membuat mereka bingung, siapa yang berpacaran? Bunda dan Om Tirta mereka hanya berteman.

"Mas, biar aku jelasin ya mas."

"Apa lagi yang harus di jelasin, hah!?"

Gama ingin menghampiri Ayahnya. Namun, Rama menahan. Ia menggeleng. "Kita masih kecil, gak akan ngerti sama urusan orang dewasa, udah kamu disini aja."

Gama mengangguk nurut.

"Dani, saya bisa jelasin hubungan saya dengan Raini..." Sesaat Om Tirta mengucapkan itu, Ayah memukulnya. Om Tirta tersungkur cukup jauh, Bunda berteriak lalu menghampiri Om Tirta dan memeluknya. Ayah terdiam, menyaksikan dimana seseorang yang selama ini ia cintai melindungi orang lain. Sorot mata Ayah terpancar kekecewaan yang sangat nyata. Bunda masih terus mengatakan kata maaf. Yang mana semakin membuat Ayah semakin merasa jatuh.

Masih berada di balik jendela. Rama merasakan sesak yang ia juga tidak paham mengapa ia merasakan hal ini. Tetapi, yang ia ketahui selama ini ia telah mengkhianati Ayahnya. Selama ini ia telah bersekongkol dengan Bunda untuk menyakiti Ayahnya. Selama ini, ia berteman baik dengan musuh Ayahnya.

Rama marah sama Bunda. Rama marah dengan Om Tirta. Dan Rama marah dengan dirinya sendiri.

Semenjak malam itu. Rama sudah menebak kelanjutan dari masalah keluarganya ini.

Beberapa minggu selanjutnya. Ayah datang setelah beberapa minggu ini tidak pulang ke rumah dan lebih memilih menginap di hotel. Ayah datang membawa sebuah kertas yang entah bertulisan apa dan meminta Bunda untuk mentanda tanganinya. Saat itu Bunda menangis dan sempat menolak, namun setelah perdebatan yang ada, akhirnya Bunda menyetujui untuk mendatangani.

Dan karena selembar kertas sialan itu. Hidup Rama hancur.

Rama dipisahkan oleh Gama. Kembarannya yang selama sepuluh tahun ini selalu bersamanya. Rama dan Gama adalah satu jiwa yang terpisah oleh dua raga. Mereka satu, tak bisa dibagi dua. Mereka sama tak bisa dipisah. Namun, karena keegoisan orang dewasa mereka harus berpisah.

Gama dibawa Bunda pergi ke Singapura, tinggal bersama nenek mereka, Ibu dari Bunda.

Sedang Rama tetap ditempat yang sama, bersama Ayahnya.

Dan mulai saat itulah kehancuran hidup Rama dimulai.

Ayah yang selama ini ia banggakan. Ayah yang selama ini ia jadikan panutan. Menghancurkan semua angannya. Ayah menjadi seorang yang temperamental. Sebuah kesalahan kecil menjadi hal besar untuknya. Rama ia jadikan sebagai samsak untuk menyalurkan amarahnya. Rama ia jadikan alasan ketika ia mengingat tentang Bunda. Masa-masa itu menjadi hal yang menyakitkan untuk Rama.

Kenapa hanya Rama yang dihukum?

Yang mengkhianati Ayah bukan hanya dirinya, ada Gama ada Bundanya.

Namun, Ayah hanya menyalahkan Rama, memukul Rama, mengurung Rama, mengguyur Rama, menyiksa Rama.

Hingga akhirnya, semua siksaan itu berakhir. Setelah tiga tahun ia mengalami siksaan terus-menerus dari Ayahnya akhirnya semua usai. Ayah tertangkap KPK karena telah menyalahgunakan uang perusahaan, ia terduga melakukan suap, dan mengkorup uang perusahaan. Ayah divonis lima belas tahun penjara. Tetapi, ditahun pertama Ayah ditemukan sudah tidak bernyawa di dalam selnya. Diduga Ayah depresi dan memilih untuk bunuh diri.

Semenjak Ayahnya masuk penjara sebagai tahanan. Rama menjadi orang dewasa lebih awal diusianya yang masih sangat muda. Ia harus hidup seorang diri, mengurus dirinya sendiri. Apapun ia lakukan demi mencukupi kebutuhannya. Meski saat itu ia hancur, ia harus tetap sekolah. Ia tak ingin dirinya yang sudah tak berharga ini menjadi sangat murah, setidaknya ia harus lebih bernilai dibanding anak jalanan lainnya.

Meski semua siksaan dihidupnya sudah berakhir. Namun dendam itu masih ada. Dendam akan ketidakadilan itu masih ada.

Rama tidak mau hanya dirinya yang menjalani hukumannya. Rama ingin Gama juga merasakan sakit yang selama ini ia alami. Mungkin Gama tidak akan mengalami siksaan fisik seperti yang Rama alami. Tapi setidaknya siksaan hati lebih perih ketimbang luka tubuh yang mudah di obati.

Saat ia menggengam kelemahan Gama. Saat itulah ia merasa menang. Saat itulah ia merasa dapat menghukum Gama dengan telak. Tetapi lagi dan lagi, ia diragukan oleh hatinya. Perasaan menang yang ternyata baru ia sadari itu memiliki makna kemenangan lainnya. Ia sadar, rasa kesalnya selama ini bukan hanya senantiasa menjauhkan gadis itu dari Gama. Dalam lubuk hatinya yang terdalam, ada suara kecil yang membisikan arti lain. Dan rasa sesak saat ini memperjelas artinya.

"Rama."

Rama terdiam, jantungnya berdegub lebih kencang ketika bibir itu kembali bersuara untuknya.

"Aku mau kita putus."

Lantas degub itu berhenti, terganti rasa hampa yang mengusai, sesak ikut menyerbu. Rama menoleh, alisnya menaut tidak mengerti. Bukan, ia mengerti dengan apa yang dikatakan Luna. Namun, tidak mengerti pada respon hatinya saat ini.

Ada apa?

Apakah ia mulai jatuh cinta?

Kenapa lagi-lagi Rama yang harus kena hukuman?

Apakah sebesar itu dosa yang telah Rama perbuat?

Luna jalan melewatinya begitu saja untuk memasuki rumahnya. Meninggalkan Rama tanpa kembali menoleh. Meninggalkan Rama dengan semua ketidakpercayaan.

Rama keliru.

Saat ia mengira akan menghukum Gama. Ternyata dirinyalah yang menghukum dirinya sendiri.

Altair & Aquila Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang