End you end up crying
End I end up lying
Cus I'm just a sucker for anything that you do-Heartbreak girl - 5SOS
^•^
Gama melangkah ke dalam kamarnya dengan wajah lesu yang tak bersemangat. Ia langsung menjatuhkan tubuhnya ke atas kasur, matanya menerawang ke atas plafon. Pikirannya menilik sambil bertanya-tanya. Sebenarnya apa yang salah dengan dirinya sampai membuat Luna menjaga jarak padanya. Gama mengusap wajahnya berguna untuk menetralisir pikirannya. Sampai sesuatu mengganggu di dalam tempurung kepalanya.
Gama bangun, menegakan tubuhnya seketika. Gak mungkin. Pikirannya seakan bicara. Gama lalu berdiri. Baru ingin melangkah, cairan merah sialan itu lagi-lagi kembali menetes. Kini mereka mengotori lantai kamarnya. Gama melirik luka di jarinya yang mengering yang memang belum sempat ia balut plester.
Sampai tiba-tiba pintu terketuk beberapa kali. Suaranya pelan, namun seiring berjalannya waktu ketukan itu semakin keras. Lalu pintu terbuka dengan tergesa. Seorang wanita berumur sekitar lima puluh berjalan enam puluh, dengan setelah daster rumahannya datang menghampiri Gama. Ia adalah Mbok Siah. Pengasuh sekaligus pekerja rumah tangga di rumah Gama. Mbok Siah memang masih menjadi pengasuh Gama sampai saat ini semata-mata karena Bunda yang memang jarang bisa berada di rumah.
Gama tersenyum mendapati kedatangan Mbok Siah. Ia mengangguk sebelum Mbok siah berlari mendekatinya.
^•^
Luna masih belum bisa melepas senyumnya. Seakan tak rela bila kebahagiannya surut begitu saja. Namun semesta berkata lain. Ia seakan memaksa Luna untuk melepas senyum itu seiring dengan kedatangan Eliana yang tengah menuruni anak tangga. Untung saja kamar Luna bukan di atas, jadi ia tak perlu repot menaiki tangga dan berhadapan dengan Eliana.
"Wah kayanya kamu lagi bahagia banget deh Lun. Keliatan dari gestur jalannya."
Luna menautkan alisnya sebal. Apaan banget deh anak itu. Sok tahu! Luna hanya memutar bola matanya sekilas. Ia harus tetap menjaga level moodnya. Jangan sampai ia menurunkan kembali level itu dengan meladeni mahkluk tidak jelas macam Eliana.
"Ngapain aja kamu sama Rama?" Gadis itu kembali bicara. Kini gadis itu sudah berada di hadapan Luna. Yang membuat Luna mau tak mau menghentikan langkahnya.
"Ngapain kamu nanya-nanya, kepo!"
Eliana melirik jendela yang memang langsung memampang gerbang rumah. "Tadi aku denger suara motor Rama. Kamu dianter dia!?" terdengar nada difensif dari pertanyaan Eliana tadi yang membuat Luna semakin jengkel
dibuatnya."Emang kenapa, itu bukan urusan kamu tau gak!"
"Jelas itu urusan aku! Rama itu sahabat aku!"
"Sahabat?"
"Kenapa, kaget?" Eliana mendengus, "pasti selama ini kamu pikir aku baru kenal Rama kan? Kamu salah. Aku sama Rama udah kenal dari kita kelas satu SMP. Dan aku tau banget gimana dia. Apalagi tentang gimana bencinya Rama sama kamu."
"Benci?"
Eliana tertawa dengan nada sinis. "Iya, benci. Dia sering cerita gimana muaknya dia dengan semua kelakuan kamu selama ini sama dia. Dia bilang kamu itu cewek sinting yang terobsesi sama dia sedangkan dia, sama sekali gak punya rasa sama kamu. Selain, ya, rasa benci itu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Altair & Aquila
Подростковая литератураLuna berpikir, hidupnya tak jauh beda seperti bulan sabit. Redup, sendiri, dan tak utuh. Padahal, jauh dari kehidupannya masih ada yang memiliki kekelaman yang lebih kejam darinya. Luna tidak tahu, ia hanya berpikir. Hanya dirinyalah yang paling me...