Part 4

214 12 0
                                    

Thea terlihat duduk merenung di salah satu taman tak jauh dari sungai Seine. Pandangannya kosong, pikirannya benar-benar kalut sekarang. Tiba-tiba ada seseorang yang menepuk bahunya. Thea menoleh pelan. Ia memutar bola matanya malas, saat tahu siapa orang yang menepuk bahunya. "Mau apa kau kesini?" Tanya Thea dengan nada sedingin mungkin. Laki-laki itu menghela nafas. Ia duduk disamping Thea. "Maafkan aku soal masalah tadi.." ucap Tristan lembut. Tristan mencoba menyentuh tangan Thea, namun gadis itu menarik tangannya. "Kau tau kan sebentar lagi aku akan ikut pameran. Ini kesempatan untukku kau tau itu.." ucap Tristan lagi. "Kau selalu bilang begitu. Kau tau terkadang aku lelah, harus selalu mengerti dirimu. Sedangkan kau sendiri tak pernah mau mengerti perasaanku" ucap Thea pelan. Ia benar-benar lelah, dan ia tak ingin berdebat sekarang. "Maafkan aku.." ucap Tristan menarik bahu Thea pelan kedalam pelukannya. Thea hanya menghela nafas. Selalu seperti ini. Batin Thea. **** "Kau darimana saja?" Tanya Galang sedikit kesal saat ia masuk ke apartment Nayla. "Tentu saja bekerja. Apalagi?" Ucap Nayla datar, ia mengambil kaus santai dan celana jeans pendek kemudian masuk ke kamar mandi. "Kau tau, aku menghubungimu beberapa kali. Tapi malah tak aktif. Kau tahu itu sangat menyebalkan!!" Ucap Galang kesal. "Maaf.. Hari ini aku ada meeting. Kau tau kan, kalau sedang meeting aku tak ingin diganggu?" Ucap Nayla duduk dipangkuan Galang. Ia memeluk Galang manja. "Jangan marah.." ucap Nayla mengeratkan pelukannya. Galang menghela nafas. "Aku akan dijodohkan" ucap Galang tiba-tiba. Nayla langsung melepaskan pelukannya. "Apa?!" Pekik Nayla. "Ayah memaksaku agar aku mau dijodohkan dengan anak sahabatnya" ucap Galang tertenduk lesu. "Lalu bagaimana dengan kita? Bagaimana denganku??" Tanya Nayla berdiri. Ia melangkah mendekati jendela. "Hei. Bagaimana pun aku selalu mencintaimu.. aku setuju menikah dengannya hanya untuk mendapatkan warisan ayah, setelah aku mendapatkannya aku akan menceraikan wanita itu" ucap Galang memeluk Nayla dari belakang. Nayla hanya terdiam.

Thea mengendarai mini cooper putihnya dengan kecepatan agak tinggi. Hari ini rencananya keluarganya dengan keluarga Harun akan bertemu di hotel. Ia sedikit terlambat karena tadi ia harus bekerja dahulu. "Kenapa juga aku harus mengikuti apa kata ayah? Kenapa aku tak kabur saja?" Tanya Thea pada dirinya sendiri. "Tapi kalau aku sampai melakukan itu, ayah pasti akan marah besar karena aku sudah mempermalukannya" ucap Thea pelan. Ia menghela nafas, berat. "Andai ibu masih hidup,, mungkin ayah tak akan sekejam ini padaku" Thea mencengkram kemudinya kuat. "Dan kenapa juga, kemarin aku harus bertemu laki-laki bodoh itu?!" Thea memekul pelan kemudinya, sungguh ia kesal setengah mati. Berharap ia tak akan pernah bertemu dengannya lagi. **** Mengapa ia harus bertemu dengan gadis gila itu?. Padahal hampir 10 tahun mereka tak pernah bertemu setelah lulus sekolah. Mengapa sekarang mereka dipertemukan lagi?. Dan kakinya,, ugh,, kakinya masih terasa sakit hingga sekarang. Bagaimana tidak diinjak dengan hak high heels dengan tinggi 7cm, membuat punggung kakinya membiru. Gadis itu harus membayarnya, lihat saja nanti!. Batin Galang. Ia kemudian berjalan masuk ke dalam mobilnya. "Mengapa aku menyetujui ayah untuk bertemu keluarga mereka hari ini?" Galang memijit pelipisnya yang terasa sakit. Ia menjalankan mobilnya dengan kecepatan sedikit tinggi menuju hotel

"Maaf aku terlambat" ucap Galathe bersamaan. Mereka masuk dari pintu yang berbeda. Keduanya menoleh. Seketika mata keduanya membesar karena kaget. "Sedang apa kau disini?!" Tanya Galathe bersamaan dengan nada sedikit kesal. "Jadi kalian sudah saling mengenal?" Tanya Russel datar. "Baguslah kalau begitu.. ayah senang mengetahui kalian sudah saling mengenal. Dengan begitu kalian bisa dengan cepat bertunangan" Timpal Harun tak menyadari wajah Galathe yang sudah memucat. "Apa yang ayah katakan?" Tanya Galang menghampiri ayahnya. "Ayah, apa ayah tidak salah? Dia yang mau ayah jodohkan denganku? Aku tidak mau!!" Ucap Thea dengan nada sedikit tinggi. Ia menyilangkan tangannya didepan dada. "Hei! Itik!! Aku juga tau mau menikah denganmu!! Siapa juga yang mau menikah dengan itik buruk rupa sepertimu!!" Ucap Galang dengan nada sinis. "HEI!! Otak tumpul!!" Teriak Thea sambil menunjuk Galang dengan wajah yang penuh emosi. Digo dan Sisi hanya terdiam melihat kedua kakaknya yang beradu mulut. "Sebaiknya kita keluar" bisik Digo. Sisi hanya mengangguk pelan. Mereka bahkan tak menyadari kalau Disi sudah pergi. "Kaupikir dirimu tampan? Aku bahkan tak sudi harus melihat wajahmu yang tak karuan itu!!" Ucap Thea sarkastik. "Diam" ucap Russel datar. "KAU!!" Geram Galang mengepalkan tangannya menahan amarah. "DIAM!!" Teriak Harun menggebrak meja membuat keduanya terlonjak kaget.

"Duduk!!" perintah Harun dengan nada dingin. Galathe masih terdiam. "AKU BILANG DUDUK!!" Teriak Harun lagi dengan tegas. Dengan berat hati Galathe langsung duduk. "Ada apa dengan kalian? Mengapa tingkah kalian seperti anak kemarin sore yang tak pernah sekolah?" Tanya Russel datar. "Dia duluan ayah!! Dia yang sudah,," "Hei! Kau yang duluan!!. Kemarin,," "AKU BILANG DIAM!!" Teriak Harun. Keduanya langsung merengut. "Sekali lagi kalian membuka mulut, aku tidak akan segan2 menghukum kalian" ucap Harun dingin. Thea menelan ludah. Ia tak menyangka ayah seorang Galang Harun ternyata lebih menakutkan dari anaknya. "Pertunangan kalian satu bulan lagi" ucap Russel datar. "Apa?!" Pekik keduanya. Russel dan Harun hanya memutar bola matanya. Kalau dipikir-pikir anak mereka sama-sama kompak. Terbukti dari tadi ucapan dan nada mereka selalu sama. Tapi mereka sama sekali tak menyadarinya. "Tapi ayah, apa.." "Keputusan kami tidak bisa diganggu!" Ucap Harun tegas. Galang hanya menganga karena ucapannya kembali dipotong. Kemudian ia menghela nafas berat. "Ayo kita pergi, Russel" ucap Harun berdiri melangkah pergi. Galathe hanya menganga melihat keduanya pergi. Apa ada yang salah dengan mereka? Atau sebenarnya yang salah itu diri mereka sendiri?? Batin Galathe.

"Hei. Apa-apaan mereka itu?? Kenapa mereka tidak menanyakan pendapat kita dulu?!" Tanya Galang antara bingung dan kesal. "Ini semua gara-gara kau!!" Ucap Thea dengan sedikit nada tinggi. "Gara-gara aku? Harusnya kau yang bercermin!!" Ucap Galang kesal karena disalahkan. Thea mendengus. "Kalau kau tidak mengajakku adu mulut, mungkin ini tak akan terjadi" ucap Thea berdiri. "Aku tidak mengajakmu adu mulut. Itu memang kenyataan!!" Ucap Galang membela diri. Ia ikut berdiri. Keduanya menggertakan rahangnya menahan amarah. "Dasar. Laki-laki arogant. Tak tahu diri. Hanya bisa mengandalkan kekayaan orang tua, sama sekali tidak berguna" ucap Thea datar. Ia melangkah pergi. Kening Galang berkedut. "Jaga ucapanmu!!" Ucap Galang mencengkram keras tangan Thea. Thea meringis. "Apa?! Bukankah benar!! Kalau kau tidak mengandalkan kekayaan ayahmu,, aku rasa kau bukanlah siapa-siapa" Thea memandang Galang dengan tatapan mengintimidasi. Galang terdiam. Ada sebagian hatinya yang membenarkan perkataan gadis ini. "Tarik ucapanmu!! Kalau tidak,," "Kalau tidak apa?!" Tantang Thea. Galang mengerjapkan matanya kaget. "Dasar otak tumpul!!" Thea mengangkat kaki kanannya, ingin menginjak kaki Galang namun dengan cepat Galang menghindar. Galang tersenyum puas. "Tidak untuk yang kedua kali!" ucap Galang menyeringai. Dengan cepat Thea menginjak kaki kiri Galang. Refleks genggaman tangan Galang terlepas. "Aw!!" Teriak Galang meringis. Ia meloncat-loncat sambil memegang kaki kirinya. "Kau harus lebih pintar" Thea menyeringai, ia menyenggol bahu Galang kemudian melangkah pergi. Galang menoleh. "Gadis gila!!" Teriak Galang masih memegang kakinya.

Bersambung

POPWhere stories live. Discover now