H-8. Terlihat Galang sedang merenung disalah satu kursi disamping kamar Thea. "Galang" sapa Nayla lembut. Laki-laki itu menoleh dengan wajah tak semangat. "Darimana kau tau aku disini?" Tanya Galang mengangkat alis. Nayla menggelengkan pelan kepalanya. "Aku ingin menjenguk Thea. Bukan menemuimu" ucap Nayla tersenyum jail. Galang diam, ia sama sekali tak mood untuk bercanda. Hening kemudian. "Delapan hari lagi" ucap Galang tiba-tiba. Nayla menoleh dengan wajah tak mengerti. "Kami akan menikah delapan hari lagi. Tapi ia bahkan lupa padaku" Galang tersenyum pahit, ia mengepalkan tangannya.Nayla tersenyum kemudian menyentuh bahu Galang. "Aku yakin, dia akan segera ingat padamu. Kau hanya perlu berusaha agar dia mengingatmu" ucap Nayla tulus. Galang menghela nafas berat. "Digo bilang, Thea menderita lacunar amnesia*. Dia hanya melupakanku, dia melupakan segala sesuatu tentangku. Dia melupakan kenangan kami" ucap Galang dengan nada bergetar. Mata Galang sudah berkaca-kaca. "Hei. Galang yang aku kenal, dia akan selalu mempertahankan apa yang sangat berarti untuknya" Nayla menggenggam tangan Galang erat. Galang sekilas tersenyum. "Merci" Nayla mengangguk. "Ngomong-ngomong darima kau tau Thea kecelakaan?" Tanya Galang penasaran. "Aku tau dari Tristan kalau Thea kecelakaan. Dia diberi tahu oleh Digo. Tristan sedang ada di Inggris kemarin dan mungkin sebentar lagi sampai kesini" ucap Nayla dengan nada datar malah membuat Galang menegang. Rahang Galang tiba-tiba mengeras mengetahui hal itu. "Nayla" ucap seorang laki-laki dengan sedikit berteriak. Galang menoleh perlahan, dan benar saja laki-laki yang baru saja ia bicarakan sudah muncul dihadapannya. Nayla berdiri dan Tristan langsung memeluk Nayla. "Aku merindukanmu adikku sayang" Galang terus memperhatikan Tristan. Nayla melepaskan pelukannya kemudian tersenyum. "Aku juga" Nayla tersenyum. *: kehilangan ingatan ttg suatu peristiwa khusus yang terjadi sebelum kecelakaan.
"Lama tak jumpa Galang" Tristan mengulurkan tangannya. Galang berdiri kemudian menerima uluran tangan Tristan dengan tatapan tajam. Tristan hanya tersenyum melihatnya. "Sedang apa kau disini?" Tanya Galang dingin. Tristan mendengus. "Menjenguk calon istrimu" ucap Tristan datar. Galang mengepalkan tangan menahan amarah. Tristan menoleh kearah Nayla kemudian mengangguk. Nayla menghela nafas, kemudian sekilas menoleh kearah Galang. Wajah laki-laki itu sudah memerah. Tristan menarik tangan Nayla untuk masuk ke kamar Thea. Galang hanya bisa mengikutinya dari belakang. "Tristan!" Pekik Thea. Ia terlihat lebih segar sekarang. Thea langsung menghambur ke pelukan Tristan. Ia memeluk laki-laki itu dengan erat, seakan ia tak pernah bertemu lama. Melihat itu, rahang Galang terlihat mengeras namun ia diam saja. "Aku merindukanmu Tristan!. Apa kau tak merindukan kekasihmu?" Tanya Thea dengan nada manja membuat Galang ingin muntah mendengarnya. Sekilas Tristan ia melirik Galang, ia tahu kalau Thea hilang ingatan. Namun apa daya, ia memang merindukan gadis itu. "Aku juga merindukanmu Thea" ucap Tristan mengelus punggung Thea. "Kau kemana saja? Aku kecelakaan, kenapa kau sama sekali tak ada disampingku, heh?" Ucap Thea sedikit kesal, ia melepaskan pelukannya. Thea menepuk pelan ranjang disampingnya, agar Tristan duduk. Tristan mengikuti apa yang gadis itu mau. Galang hanya bisa diam bersabar, padahal amarah sudah menguasai dirinya. "Maafkan aku, aku ada pekerjaan di Inggris. Maaf, aku baru tau kalau kau kecelakaan. Maafkan aku, oke" ucap Tristan mengelus rambut Thea lembut. Galang mengepalkan amarah, refleks ia maju satu langkah namun Nayla menggenggam tangannya. "Ya sudah tak apa. Oiya, besok aku pulang dari sini. Kau jemput aku ya?" Tanya Thea dengan wajah berbinar.
Nafas Galang sudah menderu. Wajah itu, ia selalu merindukan wajah itu. Wajah bahagia ketika sedang bersamanya. Tristan hanya tersenyum. "Maafkan aku, besok aku ada pekerjaan. Bagaimana kalau aku menemanimu setelah dirumah?. Biar Digo yang menjemputmu" ucap Tristan dengan nada lembut. Thea hanya bisa mengangguk pelan meski sedikit kecewa. Tristan memang selalu mengutamakan pekerjaannya. Tristan hanya bisa tersenyum hangat, membuat kekecewaaan dalam hati Thea seketika menguap. Thea ikut tertawa, refleks ia mencium bibir Tristan lembut. Tubuh Tristan menegang karena kaget. Praangg.. Tiba-tiba suara pecahan kaca terdengar. Refleks Thea melepaskan ciumannya kemudian menoleh perlahan. Terlihat Galang meninju sebuah cermin yang berada tak jauh dari ranjang Thea dengan tangan kanannya dan melihat Tristan dengan tatapan membunuh. Darah segar mengalir dari sela-sela jarinya. Nayla hanya bisa menutup mulut karena kaget. Rahang Galang mengeras dan matanya begitu gelap diselimuti kemarahan, namun entah mengapa ada kesedihan mendalam disana. Thea yang melihat itu hanya bisa berwajah datar, lagi-lagi ia melihat Galang dengan tatapan yang sulit diartikan. Entah mengapa ada sudut kecil dalam hatinya, yang terasa sakit saat melihat laki-laki itu. Ia benar2 tak mengerti apa yang terjadi dan apa hubungannya ia dengan laki-laki itu. Galang melepas tinjuannya, kemudian melangkah keluar tanpa menoleh sama sekali. Nayla yang melihat itu, langsung mengejarnya. Tristan hanya bisa menghela nafas, ia tak tahu kalo Thea tadi akan menciumnya.
H-7. Terlihat Thea sudah bersiap-siap untuk pulang. Keadaannya sudah jauh membaik. Digo membantu mengeluarkan tas Thea. Mereka berjalan keluar kearah mobil. Digo mempersilahkan Thea masuk ke kursi penumpang di belakang supir. Digo berlari ke sebelah kanan, disamping supir. "Mengapa ayah tidak menjemputku Digo? Apa dia tidak merindukanku? Ia malah menyuruh supir untuk menjemputku" keluh Thea dengan nada kesal. Digo hanya tersenyum. "Ayah sedang sibuk. Jangan seperti anak kecil" ucap Digo sedikit kesal. Thea hanya bisa memanyunkan bibirnya kesal. Ia mengalihkan pandangan keluar jendela. Tiba-tiba wajah Galang terlintas. Rasa sakit, menyeruak dalam hatinya. Ada sesuatu yang ia rasakan pada laki-laki menyebalkan itu, tapi ia tak ingat apa itu. Kemarin melihat laki-laki itu meninju cermin membuatnya sedikit cemas dan takut. Apakah laki-laki itu baik-baik saja?. Air matanya menetes tanpa ia sadari. Thea terlonjak kaget, kemudian menghapus pelan air matanya. Ada apa denganku? Mengapa tiba-tiba aku menangis? Batin Thea. "Bagaimana kalau kita ke Arc de Triomphe dulu?" Usul Digo tiba-tiba. Thea menoleh. "Boleh" ucap Thea dengan wajah tak semangat. Tak butuh waktu lama mereka sampai diatas Arc de Triomphe. "Digo mau apa kita kesini?" Tanya Thea saat melihat kota Paris dari atas. Senyum mengembang diwajahnya. Hening. Tak ada jawaban. Thea menoleh kebelakang. Matanya membesar saat sosok Digo tiba-tiba berubah menjadi sosok lain. "Apa yang kau lakukan disini otak tumpul?! Dimana Digo??" Ucap Thea sedikit berteriak. Galang hanya diam sambil terus memandang kearah Thea dengan pandangan yang dalam, membuat jantung Thea tiba-tiba berdebar.
"Dimana Digo?" Tanya Thea mengulang ucapannya. "Sekarang hanya ada kau, aku dan kota ini" ucap Galang pelan. Ia melangkahkan kakinya, refleks Thea melangkah mundur. "Aku mohon jangan menjauh" ucap Galang parau, ia mengulurkan tangan kanannya. Terlihat tangan kanannya di lilit perban. Melihat itu, Thea hanya bisa menuruti ucapan laki-laki ini. Mata Galang tiba-tiba berkaca-kaca membuat Thea tertegun. Ada apa dengan laki-laki ini, ia tak pernah melihat laki-laki menyebalkan ini dengan tingkah aneh seperti ini. Ada rasa sakit dan kerinduan dalam wajahnya, dan Thea bisa merasakan hal itu. Air mata Galang tiba-tiba menetes. Ia menundukan wajah, laki-laki itu tak mau terlihat lemah didepan gadis ini, namun ia sungguh tak bisa menahan kesedihannya. Entah ada dorongan apa, perlahan Thea menyentuh pelan bahu Galang. Galang mengangkat wajah dan melihat Thea tersenyum hangat kearahnya. Tangan Thea terulur dan ia menghapus air mata Galang dengan lembut. "Aku tak tahu apa yang terjadi denganmu. Tapi aku tak mau melihat kau menangis" ucap Thea dengan tatapan tulus. Galang tertegun kemudian senyum mengembang diwajahnya. Galang melangkah menjauhi Thea, gadis itu hanya bisa terdiam. "Saat melihatmu kecelakaan, jantungku seakan ikut berhenti" ucap Galang memecah keheningan. Thea terus melihat kearah Galang tanpa berbicara sepatah katapun. "Saat kau sadar, aku benar-benar bahagia karena aku bisa melihatmu tersenyum kembali" Galang menoleh kemudian tersenyum hangat, namun wajah itu tiba-tiba berubah sendu.
Bersambung

YOU ARE READING
POP
FantasyOrang bilang, cinta dan benci itu perbedaannya tipis. Mungkin ini sebuah klise, namun ini benar-benar terjadi pada kehidupan mereka. Takdir mempertemukan mereka kembali setelah 10 tahun dipisahkan. Banyak kebencian disana. Namun perlahan cinta mulai...