Galang duduk dikursinya sambil terus memperhatikan kotak makan siang yang diberikan Thea. Ia membuka kotak tsb sesaat setelah Nayla pergi. Ia tersenyum saat melihat isi makanannya. "Dasar itik buruk rupa. Gadis gila. Dia seorang chef tapi hanya membuatkanku makanan seperti ini?" Ucap Galang tersenyum penuh arti. Tak ada yang special dari makanan tsb, hanya ada nasi dengan saus yang diberikan dua buah mata dan sebuah senyuman, sosis yang dibentuk sangat mirip dengan gurita, beberapa potong brokoli dan jagung manis, telur dadar yang digulung kemudian dipotong, beberapa buah nugget, dan beberapa potong strawberry sebagai pelengkap. Tak ada wanita yang pernah membuatkan makan siang untuknya, bahkan Nayla pun tak pernah karena dia terlalu sibuk bekerja. Lagi-lagi ia tersenyum sambil menggelengkan kepalanya. Ada yang salah dengan diriku. Batin Galang. Ia kemudian mengambil sendok dan mulai memakan makan siangnya. Entah mengapa, namun ia merasa makanan ini jauh lebih enak dibandingkan dengan makanan di restaurant. "Mengapa terasa begitu nikmat? Apa karena gadis gila itu yang membuatnya?" Tanya Galang entah pada siapa. Tiba-tiba wajah Thea yang melihatnya sedang berciuman melintas dipikirannya. Gadis itu terlihat marah dan kecewa. Apa dia cemburu? Tapi kami bahkan tak ada hubungan apa-apa. Batin Galang. Namun saat ia mengingat wajah gadis itu penuh dengan sendu, entah mengapa ia merasa ikut bersedih. "Apa yang harus aku lakukan? Aku bingung" ucap Galang meremas rambutnya pelan. Ia menghela nafas berat. Besok ia harus menemui gadis itu ditempatnya bekerja.
Terlihat Thea sedang memberikan sentuhan terakhir pada pumpkin soupnya. Dengan senyum penuh arti ia meletakkan daun parsley diatasnya. "Hei" bisik seseorang tiba-tiba tepat ditelinga Thea. "Whoaaa!!" Pekik Thea kaget membuat orang-orang didapur menoleh kearahnya. Thea refleks mundur dan pelipisnya langsung terkena ujung rak yang ada diatas. "Argh!!" Ringis Thea pelan sambil mengusap pelipisnya yang terasa sakit. Teman-teman wanitanya langsung kembali bekerja karena mereka tahu yang datang adalah calon tunangan Thea. Galang terlonjak kaget saat ia melihat Thea meringis. "Hei otak tumpul!!" Ucap Thea sedikit berteriak. Galang hanya meringis menyadari kekesalan Thea. "Apa yang kau lakukan disini?!" Pekik Thea membuat Galang kaget. "Apa tidak ada pekerjaan lain selain menggangguku dan membuatku kaget?" Ucap Thea lagi kali ini lebih pelan, sambil terus mengelus-elus pelipis kanannya. "Maaf" ucap Galang pelan, merasa bersalah. "Aku hanya ingin,," Galang mengangkat wajah. Tiba-tiba ia terlonjak kaget saat melihat pelipis Thea. "Hm,, hei,, itu,, itu,, darah" ucap Galang terbata-bata menunjuk pelipis kanan Thea. Thea menaikan sebelah alisnya. Ia mengusap pelan pelipisnya dan ternyata benar darah segar keluar dari pelipis kanannya pantas ia merasa sedikit pusing. "Aku ikut aku, biar aku obati" ucap Galang menarik tangan Thea. "Otak tumpul!! Kau kira ini hotelku sampai aku bisa bertingkah seenaknya saja?!" Ucap Thea menghentakan tangannya. Darah segar mengucur melewati matanya, pandangan mata sebelah kanannya mulai mengabur. "Aku salah satu pemegang saham terbesar disini, jadi aku berhak melakukan apa saja!!" Ucap Galang dengan nada sedikit tinggi. Thea hanya menganga, ia tidak tahu kalau Galang adalah salah satu dewan direksi disini. "Dan kau itu berdarah, gadis gila!!" Ucap Galang sedikit berteriak sambil menarik tangan Thea kembali keluar dari dapur menuju ruang istirahat. Thea hanya bisa cemberut sambil terus berjalan dengan sedikit pincang.
Galang mengambil kotak P3K yang disimpan didalam rak kecil. "Apa kakimu masih sakit?" Tanya Galang sambil mengeluarkan beberapa kapas, alkohol dan betadine. "Sedikit" ucap Thea datar. Galang berdiri kemudian mengambil air dingin dalam wadah. "Sedang apa kau disini?" Tanya Thea saat Galang kembali duduk. "Sudah ku bilang ini hotelku" ucap Galang datar. "Bukan itu maksudku!! Sedang apa kau disini, datang ke dapur, dan sekarang bersamaku mencoba mengobati lukaku?" Tanya Thea mulai tak sabar. Jujur ia sendiri bingung, mengapa laki-laki ini ada disini, bersamanya. Bukankah kemarin ia sedang berciuman dengan seorang perempuan yang mungkin bisa saja kekasihnya, lalu apa yang dia lakukan sekarang disini?. "Aku hanya membalas kebaikanmu" ucap Galang datar. Thea mengangkat alis tak mengerti. "Makan siang" ucap Galang mulai membersihkan darah Thea dengan air. Dengan lembut dan perlahan ia mengobati Thea. Ada yang salah dengannya. Batin Thea. "Dan aku ingin menjelaskan,, kalau kemarin itu,, kemarin,," ucap Galang terbata-bata. Thea tahu arah pembicaraan ini mengenai apa. "Soal kemarin, aku tak apa-apa. Toh aku sudah biasa melihat pasangan berciuman didepan umum" ucap Thea bohong, ada beban dihatinya saat ia mengatakan hal itu. "Oh, apakah dia kekasihmu?" Tanya Thea mengalihkan pembicaraan. Galang hanya mengangguk pelan, ia menuangkan alkohol ke kapas, kemudian mengusapkannya kembali. Seketika Thea meringis. "Pelan-pelan otak tumpul!! Sakit!!" Pekik Thea memukul pelan lengan Galang. "Ini sudah pelan buruk rupa!" Ucap Galang sedikit kesal. Thea hanya cemberut.
Galang lagi-lagi mengoleskan alkohol ke pelipisnya, kali ini dengan lebih pelan. Thea hanya memperhatikan wajah Galang yang sedang serius mengobatinya. Wajah mereka begitu dekat. Ia bisa merasakan nafas Galang mengenai wajahnya. Tiba-tiba jantungnya berdebar dua kali lebih cepat, seperti sedang dikejar-kejar anjing namun ini lebih menyenangkan. Senyum Thea mengembang. Tiba-tiba mata Galang turun kebawah. Ia melihat mata Thea dengan pandangan yang sulit diartikan. Thea hanya terdiam. Jantungnya kali ini berdebar lebih cepat dari sebelumnya saat Galang melihatnya seperti itu. Rasanya ia seperti terjebak dalam tatapan matanya dan tak bisa keluar lagi. Tiba-tiba Galang mendekatkan wajahnya dan mencium Thea. Mata Thea membesar. Ia masih tak sadar dengan apa yang terjadi. Tiba-tiba wajah Tristan melintas dalam pikirannya. Ia mencoba mendorong dada Galang dengan kedua tangannya, namun laki-laki itu sama sekali tak bergeming. Akhirnya tak lama kemudian Galang melepas ciumannya. Nafas keduanya memburu. Satu tamparan keras mendarat dipipi Galang. Nafas Thea memburu, wajahnya merah menahan amarah dan matanya berkaca-kaca. "APA YANG KAU LAKUKAN OTAK TUMPUL?!" teriak Thea marah. Galang masih terdiam, ia sendiri bingung dengan apa yang baru saja ia lakukan. "Kita sama-sama punya kekasih, kau tau itu. Dasar bodoh!!" Ucap Thea melangkah pergi. Galang meremas pelan rambutnya, kemudian melangkah mengejar Thea. Ia menarik tangan Thea pelan. "Lepaskan aku!!" Ucap Thea sedikit berteriak sambil mennghempaskan tangan Galang. "Maaf, maafkan aku.. aku hanya,, terbawa suasana" ucap Galang menghela nafas. Thea terlonjak kaget. Kenapa,, kenapa harus meminta maaf? Ada apa denganku?? Laki-laki ini benar-benar membuatku bingung. Batin Thea. Matanya berkaca-kaca tak terasa air matanya menetes.
Galang tertegun melihat Thea meneteskan air mata. Apa dia telah menyakiti gadis itu? Ia tahu ia seharusnya tak menciumnya. Namun entah mengapa ada gejolak dalam hatinya yang tidak bisa ia tahan lagi. "Maaf,, maaf kalau aku telah lancang karena menciummu tadi. Maafkan aku karena berbuat kasar padamu dulu. Maaf" ucap Galang tulus, ia menarik tubuh Thea pelan kedalam pelukannya. Thea hanya diam, ia tak menolak ataupun membalas pelukan Galang. Yang ada hanya isak tangis pelan. "Ayo, sekarang kita obati lagi lukamu" ucap Galang melepas pelukannya. Thea masih diam. Galang menarik Thea kembali untuk duduk. Ia mengoleskan betadine, kemudian menempelkan plester di pelipisnya. Thea hanya memperhatikan Galang dalam diam. "Sudah selesai" ucap Galang sedikit tersenyum. "Apa kau masih kesal padaku?" Tanya Galang saat Thea hanya diam sambil memandangnya dengan pandangan yang sulit diartikan. Thea menggeleng pelan. "Terima kasih" ucap Thea datar. Ia kemudian melangkah pergi meninggalkan Galang yang masih terpaku. **** "Besok kau akan datang ke pameran kan?" Tanya Tristan. Thea baru saja pulang kerja dan sedang duduk dikursinya sambil termenung. "Hm, aku akan datang" ucap Thea tak bersemangat. Ia mengelus pelan pelipisnya. "Aku akan menunggumu disana. Aku merindukanmu, sungguh" ucap Tristan pelan. Thea mendengus geli. "Aku juga" ucap Thea datar. "Aku mencintaimu Thea.." ucap Tristan dengan nada sedikit tinggi. Ia menutup teleponnya. "Aku juga Tristan" ucap Thea masih mengelus pelipisnya. Ia kemudian menyentuh bibirnya. Ia teringat saat Galang tiba-tiba menciumnya. Ada rasa hangat yang menjalar dari dada menuju wajahnya. Kini wajahnya terasa begitu panas. "Apa yang aku pikirkan?!" Ucap Thea melangkah menuju kamar mandi.
Bersambung
YOU ARE READING
POP
FantasyOrang bilang, cinta dan benci itu perbedaannya tipis. Mungkin ini sebuah klise, namun ini benar-benar terjadi pada kehidupan mereka. Takdir mempertemukan mereka kembali setelah 10 tahun dipisahkan. Banyak kebencian disana. Namun perlahan cinta mulai...