"Baiklah kalau begitu" ucap Thea melangkah menuju pintu ruangan Galang. "Eh, nona,, tunggu" ucap Michelle sedikit kaget. Namun terlambat. Thea menyentuh kenop pintu kemudian membukanya, seketika ia terdiam melihat pemandangan didepannya. Mata Thea membesar. Ia tertegun. Ekspresi wajahnya bercampur antara kaget, bingung dan marah. Bahkan kotak makannya hampir saja terjatuh. Thea menggigit bibir atasnya kemudian berdehem pelan. Namun kedua insan didepannya belum menyadari keberadaannya. Ia menggeram kesal. "Ehem!!" Thea berdehem keras membuat kedua insan itu refleks melepas ciumannya. Keduanya terlonjak kaget dengan wajah sedikit memerah, karena tertangkap basah sedang berciuman didalam kantor. Thea mendengus. "Hm,, aku kesini hanya ingin mengembalikan ini,," Thea meletakan jaket Galang diatas sofa yang tak jauh dari pintu. Ia sama sekali tak mau melangkah mendekat. "Dan memberimu ini" Thea meletakan kotak makan disamping jaket. Kedua insan itu masih terdiam, memperhatikan Thea. "Hm, kalau begitu aku permisi. Maaf mengganggu" ucap Thea datar, ia melangkah keluar. Laki-laki itu mengerjap. "Hm,, itu siapa?" Tanya Nayla. Galang mendengus. "Calon tunanganku" ucap Galang dengan nada yang sulit diartikan. "Eh, apa?!" Pekik Nayla kaget. Galang terlihat meremas rambutnya pelan. "Sebaiknya kau kejar dia" ucap Nayla dengan nada lembut, tak ada amarah atau apapun. Galang melenggeleng pelan. "Untuk apa? Dia bahkan tak ada hubungan denganku" ucap Galang dengan nada yang sulit diartikan. Ada rasa tak rela saat ia mengatakan hal itu. "Kau yakin? Dia terlihat marah dan terluka saat tadi melihat kita" ucap Nayla merasa bersalah. Padahal ia statusnya kekasih Galang dan ia tidak merebut Galang dari gadis itu. "Biarkan saja. Dia juga punya kekasih. Untuk apa aku menjelaskan padanya" ucap Galang sedikit kesal mengingat kekasih Thea pernah memeluk pinggang gadis itu dan memukul wajahnya. Nayla menghela nafas. "Ya sudah. Terserah kau saja" ucap Nayla mengalah. Galang hanya bisa mengepalkan tangannya, marah. Lebih tepatnya marah pada dirinya sendiri.
"Dasar otak tumpul!! Apa-apaan dia itu?! Berciuman didalam kantor. Bagaimana kalau sampai karyawannya melihat mereka?! Dasar bodoh!! Otak tumpul!!" Omel Thea sedikit kesal. Ia melangkah keluar dari lift. "Dia memang tak tahu malu" ucap Thea pelan. Tiba-tiba matanya memanas. Air matanya menetes. "Eh, mengapa aku menangis?" Tanya Thea lebih tepatnya pada diri sendiri. Ia menghapus kasar air mata yang keluar. "Sepertinya aku merindukan Tristan. Sampai-sampai aku mengeluarkan air mata" ucap Thea tersenyum pahit. ***** Thea mengetuk pintu apartment Tristan. Lama menunggu, akhirnya ia membuka pintu dengan rambut sedikit basah. Thea menghela nafas. Kemudian masuk tanpa menghiraukan Tristan yang bingung melihat wajahnya. "Ada apa dengan wajahmu? Dan kenapa kakimu?" Tanya Tristan bingung. Thea menghempaskan dirinya di sofa. "Kakiku terkilir" ucap Thea pelan. Ia langsung merebahkan dirinya dibantal sofa, menaikan kakinya yang masih sakit. "Tumben sekali kau tidak memakai high heels" Goda Tristan. "Kakiku terkilir. Kau ingat" ucap Thea sedikit kesal. Tiba-tiba ucapan Galang yang menyuruhnya untuk tak memakai high heels terngiang. Ia sedikit tersenyum mengingat hal itu. Entah mengapa Galang yang bahkan tak ada hubungan dengannya begitu perhatian padanya meski dengan caranya sendiri, namun Tristan yang notabene kekasihnga, dia bahkan sama sekali tak peduli. Tristan terlihat kembali fokus ke lukisannya. Thea menggeleng pelan saat ia menyadari telah membanding-bandingkan kekasihnya. "Lusa aku akan mengikuti pameran. Kau ingat?" Tanya Tristan tanpa mengalihkan pandangan. Thea terdiam kemudian tersenyum sinis. Yang kekasihnya pedulikan hanyalah lukisan dan pekerjaannya, mengingat hal itu membuat amarah Thea sedikit naik. "Kau jangan lupa datang ya" lanjut Tristan lagi. Thea hanya bergumam malas. Tiba-tiba ia mengingat kembali Galang yang sedang berciuman. Thea hanya menutup wajahnya memakai bantal, membiarkan memori itu memenuhi pikirannya.
Bersambung
YOU ARE READING
POP
FantasyOrang bilang, cinta dan benci itu perbedaannya tipis. Mungkin ini sebuah klise, namun ini benar-benar terjadi pada kehidupan mereka. Takdir mempertemukan mereka kembali setelah 10 tahun dipisahkan. Banyak kebencian disana. Namun perlahan cinta mulai...