Part 8

167 12 0
                                    

"Sebenarnya siapa laki-laki itu? Kau mengenalnya??" Tanya Tristan dengan nada kesal. Ia mencengkram kemudinya, mengingat kata-kata tak pantas yang diucapkan laki-laki tadi. Thea menghela nafas. "Dia calon tunanganku" ucap Thea mengalihkan pandangan kearah jendela. Entah mengapa kata-kata Galang kali ini benar-benar menusuk hatinya. Padahal ia sudah biasa mendengar kata-kata seperti itu dari mulut Galang. Tapi kenapa sekarang ia merasa sakit?. Ada apa dengannya?. "Itu orang yang akan dijodohkan denganmu? Orang seperti itu?? Ya ampun.." ucap Tristan tak percaya. Thea menghela nafas. "Apa kau akan menerima begitu saja perjodohan itu? Dia bahkan orang yang tak bisa menghargai perempuan. Bagaimana kalau nanti setelah menikah ia malah menyiksamu?" Ucap Tristan. "Ia tidak pantas untukmu. Ayahmu tak tahu apa yang terbaik untuk kebahagiaanmu" ucap Tristan lagi saat Thea tak kunjung menjawabnya. Thea lagi-lagi menghela nafas. "Sudahlah Tristan. Kau sama sekali tak membantu" ucap Thea pelan. Ia tak ingin berdebat dengan Tristan sekarang. Ia terlalu lelah. Hatinya lelah.. Ia menyandarkan kepalanya ke jendela. Tanpa sadar air matanya menetes.

"Ka, ayah memanggilmu" ucap Sisi dari arah pintu. Terlihat Galang sedang duduk di meja kerjanya. Galang menoleh. "Ada apa?" Sisi hanya mengangkat bahu tak tahu apa-apa. Galang berdiri kemudian melangkah dengan malas. "Apa tadi kalian ribut lagi?" Tanya Sisi saat mereka keluar dari kamar Galang. Galang hanya bergumam. "Mengapa kalian terus saja bertengkar? Tidak bisakah dua laki-laki dirumah ini sekali saja akur? Aku pusing mendengar kalian selalu ribut" ucap Sisi sedikit kesal. "Tanyakan itu pada ayah" ucap Galang datar. Sisi hanya mendengus. "Ada apa ayah?" Tanya Galang sesaat setelah ia duduk bergabung bersama ayahnya di sofa. "Kau harus mulai pendekatan dengan calon istrimu" ucap Harun datar tanpa mengalihkan pandangannya. Galang tahu ayahnya masih marah padanya perihal tadi siang. "Maksud ayah?" Kening Galang mengkerut, tanda tak mengerti. "Kau bodoh atau apa? Dekati dia, agar kalian saling mengenal. Besok jemput dia di hotel tempat dia bekerja, setelah itu ajak dia jalan-jalan dan makan malam" ucap ayahnya lagi. Kali ini ia menoleh kearah Galang. Galang yang mendengar hal itu, tiba-tiba merasa kesal. "Aku tidak mau" ucap Galang datar. "Baik. Kalau kau memang tak mau. Ayah akan menyuruh orang untuk mencelakai kekasihmu" ucap Harun dengan nada dingin. Galang menoleh dengan wajah kaget. Ia tahu ayahnya tidak pernah main-main dengan kata-katanya, dan ia tak akan bisa melihat Nayla disakiti. Galang menghela nafas berat. "Baiklah, aku akan melakukannya" ucap Galang pelan terdengar putus asa. Harun tersenyum penuh arti.

Galang mengendarai motor ninjanya dengan kecepatan sedang. Ia memakai jaket tebal karena tadi malam salju telah turun. Ia berhenti di tempat parkir salah satu hotel bernama Saint James Paris Hotel. Galang melihat jam. "Seharusnya dia sudah keluar" ucap Galang turun dari motornya. Setengah jam menunggu, akhirnya sosok yang ia tunggu keluar. Gadis itu sedang tersenyum bersama teman-temannya. Galang terus memperhatikannya. Tiba-tiba ada perasaan aneh yang merasuk ke dalam hatinya, saat ia melihat gadis itu tersenyum. Wajah gadis itu terlihat sangat bahagia. Galang menggeleng pelan kemudian melangkah mendekat. "Hei" tegur Galang dengan wajah datar. Thea yang masih tertawa menoleh tak sadar, kemudian menoleh kembali ke teman-temannya. Satu detik, dua detik. Thea kembali menoleh dengan wajah kaget. "Sedang apa kau disini?!" Tanya Thea dengan nada sedikit tinggi. "Tentu saja menjemputmu" ucap Galang datar. Kening Thea mengkerut. Apa-apaan laki-laki ini? Kekasihnya saja bahkan tak pernah menjemputnya ditempat kerja. "Siapa laki-laki tampan ini?" Tanya salah satu teman wanita Thea. Galang tersenyum bangga. Thea yang mendengar hal itu hanya mendengus. "Dia bukan siapa-siapa/aku calon tunangannya" ucap Galathe bersamaan. Thea menoleh dengan mata membesar. "Whoaa. Kalian akan bertunangan?!" Pekik salah satu teman Thea yang agak kurus. "Selamat ya. Kalian terlihat sangat serasi" timpal temannya berambut pirang. Thea menggeleng-geleng sambil menyilangkan tangannya. "Benarkah kami serasi?" Tanya Galang mencoba menggoda Thea. Jujur ia ingin mencairkan suasana kemarin. Ia ingin meminta maaf pada gadis ini. Ketiganya mengangguk. "Jangan lupa mengundang kami" ucap temannya lagu yang berambut hitam. "Pasti" Galang tersenyum lebar. Thea mendengus. Kemudian ketiga temannya pamit pergi.

"Apa yang kau lakukan otak tumpul?!" Tanya Thea dengan kesal. Urat lehernya terlihat keluar. Galang tersenyum saat gadis itu mencacinya. Entah mengapa, tapi ia lebih suka Thea yang seperti ini daripada Thea yang kemarin, yang melihatnya dengan kecewa, sakit dan mata yang berkaca-kaca. Galang mengangkat bahu. "Aku menjemputmu" ucap Galang datar. "Bukan itu pertanyaanku!! Lagipula aku membawa mobil" ucap Thea kesal. "Aku tidak peduli. Ayah yang memintaku" Galang menarik tangan Thea menuju motornya. "Apa kau gila?!" Pekik Thea. "Kau mengendarai motor di cuaca dingin seperti ini. Dimana otakmu?! Lagipula aku memakai high heels dan aku bahkan tidak membawa baju hangat" ucap Thea menghentakan tangannya. "Kau cerewet sekali. Nih pakai" ucap Galang melemparkan baju hangatnya. Thea terlihat tertegun. Galang memang memakai baju hangatnya dua lapis, tapi tetap saja dengan jaket super tipis begitu dan mengendarai motor di musim dingin, dia pasti akan sakit. Thea menggeleng saat menyadari pikirannya. "Aku bilang tidak mau!!" Ucap Thea memalingkan pandangannya. "Baik. Kau mau aku gendong? Atau kau mau aku menciummu agar kau mau naik?" Tanya Galang datar. Thea menoleh dengan terkejut, tak lama kemudian ia menggeram dengan kesal. "Oke!! Dasar pemaksa!! Laki-laki menyebalkan!!" Gerutu Thea sambil naik keatas motor Galang. Galang hanya mendengus tak peduli.

Diatas motor, Thea mulai mengenakan jaket Galang. Aroma khas dari tubuh Galang langsung menyapa penciuman Thea. Apa aroma pria kaya memang selalu seperti ini? Batin Thea dalam hati, ia menggeleng pelan. Galang mulai menstarter motornya. Disaat ia memasukan gigi dan mulai menancap gas, tiba-tiba motornya mendadak mati. Tubuh Thea terhempas ke depan, dan refleks memeluk Galang. Untuk beberapa saat Galathe terdiam karena kaget. Perlahan jantung keduanya mulai berdebar dua kali lebih cepat, menyadari hal itu Thea langsung mundur dan melepaskan tangannya dengan cepat. "Hei! Otak tumpul!! Kalau kau tak bisa mengendarai motor dengan baik, biar aku saja yang membawanya!!" Ucap Thea sedikit kesal bercampur gugup. Galang hanya mendengus. Ia langsung menstarter kembali motornya. "Pegangan. Aku tak akan bertanggung jawab kalau kau sampai jatuh" ucap Galang datar. Thea mendengus kesal mendengar hal itu. Dengan jari telunjuk dan ibu jarinya, ia memegang ujung jaket Galang yang super tipis. Galang mulai menjalankan motornya dengan kecepatan sedang. "Kita mau kemana??" Tanya Thea bingung saat motor Galang memasuki distrik Fashion. "Tentu saja membeli jaket. Kau pasti tidak akan mau merawatku kalau sampai aku sakit kan?" Ucap Galang dengan nada sinis. Thea menggeram kesal. Ingin sekali ia menimpuk kepala laki-laki menyebalkan ini. Mereka turun di sebuah butik yang cukup besar. Galang langsung melihat-lihat jaket tebal yang bergantung di salah satu rak. Thea hanya mengikutinya dari belakang dengan malas. Ia mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan. Ia menoleh saat menemukan sosok laki-laki yang tak asing tak jauh dari tempat ia berdiri.

Bersambung

POPWhere stories live. Discover now