Dua

11.3K 744 42
                                    

BRUK!

"Aduh! Sakit!"

"Alvin! Ya ampun!"

Bocah laki-laki berusia tujuh tahun itu berlari dengan panik ke arah kembarannya. Alvan segera menyingkirkan sepeda yang menindih tubuh Alvin. Alvan terlihat panik ketika melihat cairan merah kental yang mengalir dari lutut Alvin.

"Aduh, lagian kamu enggak pelan-pelan sih mainnya. Jadi jatuh gini kan," ujar Alvan yang menatap bingung luka di lutut kembarannya itu.

Alvin masih menangis menahan rasa perih luka yang ada di lututnya. "S—sakit, Van. Perih, hiks..., hiks...."

Alvan tidak mempunyai pilihan lain. Ia pun membuka bajunya dan melilitkan bajunya ke lutut Alvin yang terluka, agar darah tersebut berhenti mengalir.

"Udah, jangan nangis lagi, Vin. Ayo, sini Alvan boncengin sampai rumah," ujar Alvan seraya membantu Alvin berdiri.

Alvan pun menaiki sepeda dan memboncengi Alvin hingga sampai ke rumah. Sekitar lima menit, mereka pun sampai di rumah.

"Alvin! Ya ampun sayang, kamu kenapa?!" histeris perempuan berusia tiga puluh lima tahun itu menghampiri Alvin dan memeluknya.

Alvan memarkirkan sepedanya, dia menunduk takut di hadapan Ibunya. Alvan sangat siap, jika nanti dia akan dimarahi oleh Ibunya.

"Kamu kenapa? Jatuh?" tanya Alna kepada Alvin.

"I... iya, Bun. Tadi aku jatuh dari sepeda," ujar Alvin.

Alna—Ibu kandung dari kedua anak laki-laki itu menghela napas berat. Tak lama, datang seorang laki-laki yang usianya berbeda lima tahun dengan Alna, Alfred Avogadro—Ayah Alvan dan Alvin.

"Ada apa ini?" tanya Alfred.

"Alvin jatuh dari sepeda, Pa," jawab Alvan seadanya.

"Apa?! Kok bisa?! Kamu kenapa enggak jagain Alvin dengan benar, Van?!" bentak Alfred dengan sangat marah. 

Alna memegang pundak Alfred, berharap dia dapat menenangkan sang suami.

"Pa, udah. Alvan kan enggak tau kalau ternyata bakalan kayak gini. Lagi pula, Alvin kan jatuh sendiri, bukan gara-gara Alvan," jelas Alna, bermaksud untuk membela Alvan.

Alvan hanya terdiam dan tidak bisa menjawab pertanyaan Ayahnya. Ketika mendengar penjelasan Alna, Alfred malah semakin kesal. Beberapa kali pukulan pun mendarat di kaki dan anggota tubuh Alvan yang lainnya.

"Pa! Sakit, Pa! Ampun, Pa! Alvan minta maaf, Pa! Jangan pukul Alvan, Pa! Ampun!" ringis Alvan seraya memegangi bagian-bagian tubuhnya yang dipukuli oleh ayahnya.

Alna pun berusaha menutup mata dan telinga Alvin, kemudian Alna membawa Alvin masuk ke dalam rumah.

"Pa, ini bukan salah Alvan, Pa! Pa, jangan pukul Alvan! Kasian Alvan, Pa!" teriak Alvin yang berharap Papanya mendengar penjelasannya.

Tetapi, apa daya? Alvin dibawa Alna untuk masuk ke dalam rumah. Sedangkan Alvan hanya bisa berteriak menahan perih, akibat pukulan yang diberikan oleh Papanya. Alvin menangis menatap kembarannya yang lagi-lagi dipukuli oleh Papanya.

"Alvin!"

Seseorang menepuk pundak Alvin dengan sangat kencang, membuat Alvin terlonjak kaget. Alvin mengusap kasar wajahnya. Kejadian masa kecilnya kini kembali terputar ulang di pikirannya, tanpa ada izin sekalipun. Alvin mengaduk jus mangga kesukaannya dan menyeruputnya.

Alvan & AlvinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang