LAKI-laki itu berniat menghampiri kamar sang Ayah. Setelah Dokter mengatakan jika kondisi sang Ayah perlahan sudah membaik, sang Ayah pun diperbolehkan Dokter untuk pulang dan melakukan rawat jalan. Laki-laki itu melangkahkan kedua kakinya menuju kamar sang Ayah, setibanya ia di depan pintu kamar sang Ayah, ia menahan dirinya untuk membuka kenop pintu kamar sang Ayah.
Samar-samar sebuah percakapan terdengar hingga ke luar kamar. Percakapan antara kedua orangtuanya itu membuat Alvin menempelkan telinganya ke pintu kamar, guna untuk mendengar suara percakapan lebih jelas lagi.
"Sudah aku bilang, anak kamu yang bernama Alvan gak akan pernah mau mempedulikan kamu, Pa,"
Terdengar jeda sejenak, laki-laki itu kini menjauhkan telinganya, terlihat berpikir apa maksud perkataan sang Ibu? Kenapa sang Ibu bisa sampai berbicara seperti itu?
"Kenapa? Kamu gak percaya? Yang paling pertama datang ke rumah sakit pas kamu kecelakaan, Alvin, bukan Alvan. Bahkan, waktu kamu butuh pendonor, yang donorin darah itu Alvin, bukan Alvan,"
Sesegera mungkin Alvin menjauhkan telinganya dari pintu. Ia benar-benar terkejut dengan ucapan sang Ibu, Diandra. Kenapa Diandra harus berbohong seperti tadi? Alvin pergi meninggalkan kamar sang Ayah, ia merasa sang Ibu akan segera keluar dari kamar. Alvin memutuskan untuk pergi ke kamarnya. Setelah ia memastikan jika sang Ibu sudah keluar dari kamar, ia pun kembali ke kamar sang Ayah.
Ketika Alvin masuk, sang Ayah sedang membelakangi dirinya. Alfred, terlihat sibuk melihat sesuatu.
"Sudahlah, saya gak mau ribut lagi tentang Alvan dan Alvin," ujar Alfred yang sepertinya salah sangka, padahal yang masuk ke kamar bukanlah sang Istri, melainkan Alvin.
Alvin terpaku sejenak ketika menghampiri sang Ayah, ia melihat sang Ayah sedang melihat-lihat sebuah album foto dirinya dan Alvan, juga sang Ibu yang terlihat cantik dan tersenyum bahagia. Alvan dan Alvin kecil terlihat gembira di dalam foto tersebut. Tanpa terasa, sudut bibir Alvin tertarik ke atas, membentuk sebuah senyuman.
"Papa kangen sama Alvan?" tanya Alvin dengan spontan. Ucapannya terlontar begitu saja dari mulut Alvin.
Alfred terdiam sejenak, ia terlihat kaget, karena tiba-tiba malah ada suara Alvin, bukan suara Diandra. Seketika Alfred memutar kursi rodanya.
Alvin sedikit gelagapan, karena ia masuk tanpa mengetuk pintu kamar. Ia tahu itu tidak sopan. "Maaf, Pa. Tadi Alvin enggak—"
"Tidak apa-apa," potong Alfred seraya tersenyum tipis. Alfred meletakkan kembali album foto ke sebuah laci, ia menghampiri Alvin yang sedang duduk di tepi tempat tidur. "Gimana kabar anak itu? Dia sudah bikin onar berapa kali bulan ini?"
Alvin menatap lantai kamar. "Alvan yang sekarang, bukan Alvan yang dulu. Sekarang, dia hampir enggak pernah berbuat onar di sekolah. Bahkan, datang ke sekolah pun udah mulai enggak pernah terlambat."
"Astaga! Kenapa dia tidak dari dulu seperti itu? Kenapa baru kelas dua belas seperti sekarang?" protes Alfred kepada Alvin yang tidak tahu-menahu apapun.
"Bukannya lebih baik berubah menjadi lebih baik daripada enggak sama sekali? Gak ada kata terlambat buat berubah menjadi lebih baik. Itu kan yang pernah Papa bilang ke Alvan dan Alvin. Tapi itu dulu, ketika Bunda masih ada," ucap Alvin.
Alfred tersenyum tipis menanggapinya, ia mengacak-acak pelan rambut Alvin. "Ingatan kamu rupanya kuat sekali ya. Persis seperti Bunda kamu, Bunda Alna."
"Pa," Alvin mengambil jeda sejenak, "Papa mau ketemu sama Alvan?"
Alfred mengalihkan tatapannya ke sembarang arah, menyunggingkan senyum kecut. "Buat apa Papa ketemu anak itu? Kamu sendiri tau, setiap kali Papa ketemu anak itu, pertemuan Papa sama dia selalu berakhir dengan perang dingin."
KAMU SEDANG MEMBACA
Alvan & Alvin
Teen Fiction"Gue sama lo beda dan gue gak suka dibanding-bandingin sama lo." -Alvan Kripton Avogadro "Gue emang lebih unggul dari lo." -Alvin Kripton Avogadro Highest rank : #1 in Brothership [31 May 2018] #1 in Twins [2 August 2018] Copyright 2017 © queenxia...