"BUNDA?!"
Perempuan berusia kisaran tiga puluh tahun itu berdiri, tidak jauh beberapa langkah dari Alvan. Perempuan itu mengenakan baju putih panjang yang terlihat berkilau, rambut hitam legamnya terurai hingga ke pinggang. Perempuan cantik itu tersenyum melihat anaknya yang berlari menuju ke arahnya.
Alvan, tidak menyangka jika dirinya akan bertemu sang Bunda. Dengan mata yang berkaca-kaca, dia menatap sang Bunda. Tanpa banyak bicara lagi, dia langsung memeluk sang Bunda. Alvan menangis dipelukan sang Bunda. Dengan penuh kelembutan sang Bunda mengusap kepala Alvan.
"Bunda, Alvan kangen bunda," ungkap Alvan yang masih tenggelam di pelukan Bundanya.
"Bunda juga kangen sama kamu, Alvan," balas sang Bunda.
Alvan melepas pelukannya dan menatap Bundanya dengan mata yang basah. "Bunda, Alvan mau ikut bunda aja."
Sang Bunda tersenyum mendengar pernyataan Alvan. "Alvan, jangan menyerah. Kamu masih diberi kesempatan untuk hidup, kamu harus memanfaatkan kesempatan itu. Ingat Alvan, Tuhan benci dengan orang yang berputus asa. Akan ada waktunya kamu akan kembali, tapi bukan sekarang waktunya."
"Bunda, Alvan udah jadi anak baik. Alvan udah baikan sama Alvin, Papa, dan mamah Diandra. Tapi, kenapa malah hidup Alvan semakin kacau dan berantakan, bun?" Alvan terjatuh duduk mengacak-acak rambutnya dengan frustrasi.
Sang Bunda ikut duduk di samping Alvan. Dia kembali tersenyum melihat anaknya yang sudah terlihat kacau dan putus asa.
"Bunda mengerti perasaan kamu, Alvan," ujar sang Bunda dengan lembut.
Alvan menoleh menatap sang Bunda. "Alvan kecewa sama Tuhan, Bun. Kenapa harus hidup Alvan yang kayak gini? Alvan pikir, setelah Alvan berubah menjadi orang baik, hidup Alvan bakalan baik-baik aja. Tapi nyatanya? Semuanya enggak sesuai dengan harapan."
"Alvan, jangan pernah bosan menjadi orang baik. Kamu harus ingat satu hal, segala sesuatu tidak selamanya akan berjalan sesuai dengan harapan. Kalau hidup berjalan sesuai dengan harapan, kita tidak akan pernah belajar bahwa kecewa itu menguatkan," sang Bunda tersenyum sejenak, "percayalah, seseorang yang kamu cintai, suatu saat nanti pasti akan merasa kehilangan kamu. Dia akan membalas perasaan kamu. Ya, suatu saat nanti. Tapi, Bunda tidak tahu kapan itu akan terjadi, itu semua akan menjadi rahasia Tuhan."
Sang Bunda mencium kening Alvan, kemudian berdiri. Alvan pun ikut berdiri, sang Bunda mulai berjalan, pergi meninggalkan Alvan.
"Bunda! Bunda mau kemana?! Bunda, jangan tinggalin Alvan, bun!" teriak Alvan seraya terus mengejar kepergian sang Bunda.
"BUNDA!!!" teriak laki-laki itu yang kemudian terbangun dengan napas terengah-engah, keringat mengucur di pelipisnya.
Kepalanya terasa sangat pusing, dia melihat kedua tangannya yang terlihat agak pucat. Dia merasa sesuatu mengalir keluar dari kedua lubang hidungnya. Tangannya menyentuh bawah hidungnya, cairan merah menodai tangannya cukup banyak. Alvan segera mengambil tisu yang ada di atas nakas. Dia melirik jam beker yang ada di ata nakasnya, jam sudah menunjukkan pukul sembilan pagi.
Tiba-tiba dia merasakan perutnya sangat mual, dia pun memutuskan untuk segera pergi ke kamar mandi. Alvan mengeluarkan isi perutnya di kloset, dia terduduk lemas setelah berkali-kali mengeluarkan isi perutnya. Ini pasti efek dari dia terlalu banyak minum-minuman beralkohol semalam. Napasnya terengah-engah, dia merasa tubuhnya kehabisan energi----ya, setelah semuanya terkuras saat dia muntah tadi.
Alvan pun berusaha untuk berdiri dan menuju ruang makan. Alvan melihat Diandra yang sedang sibuk membuat sarapan di dapur.
"Pagi, mah," sapa Alvan, tapi di detik selanjutnya Alvan kembali pergi ke kamar mandi dan kembali mengeluarkan isi perutnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alvan & Alvin
Teen Fiction"Gue sama lo beda dan gue gak suka dibanding-bandingin sama lo." -Alvan Kripton Avogadro "Gue emang lebih unggul dari lo." -Alvin Kripton Avogadro Highest rank : #1 in Brothership [31 May 2018] #1 in Twins [2 August 2018] Copyright 2017 © queenxia...