Tiga Puluh Empat

5.6K 411 67
                                    

HARI ini adalah awal dari perjalanan panjang yang akan dilalui oleh laki-laki itu. Dia menatap sebuah koper dan backpack miliknya. Hari ini adalah hari terakhir dia berada di Indonesia. Dua jam lagi dia akan pergi ke Bandara Soekarno-Hatta untuk melakukan penerbangan ke Inggris.

Alvan menghela napas pendek, dia begitu senang ketika mengetahui dirinya berhasil diterima di sebuah kampus yang sangat terkenal di seluruh dunia, Oxford University. Selain itu, dia juga berhasil mendapatkan beasiswa. Walaupun dia sadar bahwa dirinya termasuk orang berada, tapi Alvan berusaha untuk hidup mandiri. Dia tidak ingin merepotkan sang Papa yang harus mengeluarkan banyak biaya. Karena, biaya hidup di luar negeri tidaklah murah.

Di sisi lain, Alvan merasa berat meninggalkan papanya dan orang-orang di sekitarnya. Beberapa hari sebelumnya pun, Arsalan sempat kesal karena Alvan baru memberitahu Arsalan kalau dia akan kuliah di luar negeri. Namun, mau bagaimanapun juga itu adalah keputusan Alvan dan Arsalan pun menghargai keputusan sahabatnya itu. Tidak hanya itu, beberapa hari sebelumnya Alvan juga menitipkan geng motor Victorious Rider kepada Arsalan. Dalam artian, Arsalan menjadi ketua geng motor tersebut.

Alvin juga tidak kalah dengan Alvan. Alvin diterima di Universitas Negeri yang sangat terkenal dan menjadi incaran siswa-siswi pintar. Alvin juga mendapatkan beasiswa.

Seketika bayangan-bayangan masa kecilnya bersama Alvin terputar ulang begitu saja. Dia rindu masa kecilnya yang bahagia. Dia rindu keluarganya yang dulu. Dia rindu segalanya yang ada di rumah ini. Sekali lagi, Alvan berusaha menyingkirkan kenangan-kenangan masa lalunya itu jauh-jauh. Dia tidak mau melihat ke belakang. Kini, masa depan sudah menantinya.

Alvan melirik kilas jam tangan hitam yang melingkar di pergelangan tangannya, jam sudah menunjukkan pukul sembilan. Sekitar dua jam lagi dia sudah harus tiba di Bandara.

"Hey! What's up?" Alvan menyapa hewan peliharaannya yang berada di dalam sebuah kotak kaca berukuran sedang.

"I will miss you, guys," ujar Alvan seraya tersenyum menatap sepasang kura-kura tersebut.

Seseorang mengetuk pintu kamar Alvan. Di detik selanjutnya, muncul seseorang dari balik pintu seraya tersenyum lebar. Alvan meresponnya dengan wajah datar.

"Ngapain lo ke sini?" tanya Alvan seraya duduk di pinggir tempat tidurnya.

Laki-laki berusia sama seperti Alvan itu masuk ke dalam dan mendengkus kesal, karena kehadirannya ternyata tidak diinginkan. Arsalan, duduk di sofa yang ada di kamar Alvan tanpa adanya aba-aba dari sang pemilik kamar.

"Kenapa emang? Gak boleh?" sarkas Arsalan. "Gue mau ikut lo ke Bandara, lagian pasti bakalan lama lagi ketemu sama lo."

Alvan tertawa kecil. "Udah kayak pacar gue aja lo. Eh, iya Ar. Gue mau nitip sesuatu, boleh?"

Arsalan mengangkat sebelah alisnya. "Apa?"

Alvan memberi tatapan ke arah sebuah kotak berukuran sedang, berisi sepasang kura-kura, hewan peliharaan kesayangan Alvan. Arsalan mengikuti arah tatapan Alvan dan memutar kedua bola matanya ketika mengetahui sesuatu yang akan dititipkannya.

Arsalan memutar kedua bola matanya. "Titip lagi? Lo udah titip Victorious Rider ke gue, sekarang titip apa lagi? Banyak banget sih yang mau dititip, lo pikir gue tempat penitipan barang, hah?"

Seketika Alvan segera memperlihatkan wajah cemberutnya, serta memberikan tatapan tajam kepada Arsalan dan bergumam, "Dasar, pelit!"

Arsalan menggeleng pelan kepalanya dan tertawa lepas. "Itu muka tolong dikontrol. Gak usah cemberut kayak gitu, gak ada cutenya lo kayak gitu."

Alvan & AlvinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang