Sembilan Belas

5.8K 401 26
                                    

SUASANA riuh saat istirahat tiba mengisi ruang kelas XII-IIS 3. Beberapa anak ada yang memutuskan untuk pergi ke kantin, mengisi perut mereka setelah selama dua jam tadi bertegang-tegang ria dengan guru killer. Ada juga yang kembali sibuk bermain ponsel dan laptop mereka, khususnya dengan anak laki-laki yang akhir-akhir ini sibuk dengan game mereka.

"Van, ikut main sini daripada gabut," ajak salah satu teman kelasannya.

"Gak tertarik," jawab Alvan dengan malas. Bukannya tidak tertarik, tapi bermain game seperti itu mengingatkan dirinya dengan sang kembaran dan dia tidak suka mengingat-ingat Alvin.

Ketika dirinya ingin memutuskan untuk keluar dari kelas, pandangannya tertarik dengan sebuah notebook abu-abu yang tertumpuk dengan buku-buku tebal di atas meja Latisha. Ketika bel istirahat menggema ke seluruh penjuru kelas, Latisha pun langsung keluar dengan terburu-buru tanpa berbasa-basi dengan Alvan. Biasanya Latisha menawarkan Alvan untuk pergi ke kantin bersama, tetapi Alvan selalu menolak dengan alasan 'mengantuk', padahal ujung-ujungnya dia akan pergi ke rooftop.

Kedua tangan Alvan yang semula di saku celana abu-abunya, ia mengeluarkan tangan kanannya dan meraih notebook milik Latisha. Alvan telihat penasaran. Cover notebook abu-abu itu tertera nama sang pemilik.

Tangan Alvan pun membawanya memasuki lembaran pertama notebook milik Latisha. Ketika sampai di halaman pertama, Alvan membacanya dalam hati, tertera sebuah tulisan mengenai diri Latisha dan impiannya.

'Dia suka nulis? Cita-citanya juga mau jadi penulis?' batin Alvan bertanya-tanya.

Alvan kembali membuka lembaran kedua. Tinta hitam menggores selembar kertas putih bergaris. Beberapa kalimat yang indah terlihat membentuk sebuah tulisan yang membuat Alvan terperangah. Indah, satu kata yang terlintas di otaknya saat ini. Beberapa puisi dengan kata-kata yang mengalir begitu saja.

Bukan hanya puisi, ternyata Latisha juga menulis konsep alur untuk cerita yang mungkin menurut Alvan akan dipost di blognya, juga di aplikasi tempat menulis dan membaca. Ya, di halaman pertama juga tertera nama blog Latisha dan akun username untuk mempublish karya tulisnya di aplikasi menulis dan membaca.

Ternyata, di balik kesibukannya Latisha juga suka menulis. Alvan merogoh saku celananya untuk mengambil sebuah benda tipis hitam, ia membuka aplikasi memo dan segera mencatat nama blog Latisha serta akun username. Alvan segera menaruh kembali notebook Latisha ke tempat semula, ketika persis sang pemilik notebook muncul dari balik pintu. Padahal, Alvan masih penasaran dengan isi halaman berikutnya. Alvan langsung beranjak dari tempat duduk Latisha.

"Loh? Kamu gak ke kantin, Van?" tanya Latisha. Nampaknya ada yang berbeda dengan wajah Latisha.

Alvan menautkan kedua alisnya ketika menyadari wajah dan bibir Latisha pucat. Alvan pun segera memegang dahi Latisha—layaknya seorang Ibu yang sedang mengecek suhu tubuh anaknya. Latisha pun sempat bingung dengan tingkah laku Alvan, tapi ia tetap tidak berkutik.

"Lo sakit?" tanya Alvan dengan tatapan datar.

Seketika Latisha tergugup dan terpaksa menjawab jika dia baik-baik saja.

"Gak punya bakat bohong, ya gak usah bohong!" tukas Alvan yang seketika menarik Latisha untuk pergi ke UKS.

"Van, lepasin! Gak enak diliatin orang-orang."

Alvan & AlvinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang