Delapan

7.1K 454 10
                                    

Aku menyimpan seseorang lekat-lekat dalam hatiku. Sementara, pada hatinya aku tak pernah ada.

Seseorang yang mencintaimu dengan dingin,
-A

...

"ANJIR!"

Alvan mengumpat dengan kasar, ketika melihat seorang gadis yang sedang duduk di pinggir lapangan terkena lemparan bola basket. Alvan berniat menghampiri gadis itu, tapi ia mengurungkan niatnya untuk mendekati gadis yang terkena lemparan bola basket itu. Seorang lelaki sudah menghampiri gadis itu terlebih dahulu daripada Alvan.

Alvan merasakan sesuatu yang bergejolak dan berdegup kencang ketika ada seseorang yang menghampiri gadis itu. Terlebih lagi, orang yang menghampiri gadis itu sangat tidak disukai Alvan.

Seperti ada sesuatu yang menancap tepat di jantungnya.

Perih.

Alvan tidak tahu, perasaan apa yang menyerangnya saat ini, yang jelas Alvan tak rela melihat gadis itu dekat dengan laki-laki lain. Kedua bola mata dengan iris cokelat hazel itu terus menatap lekat-lekat pemandangan yang perlahan, tapi pasti membuat jantungnya berdebar dengan sangat cepat----menahan gejolak amarah yang terus mengompori otaknya untuk menghajar objek yang menjadi fokusnya saat ini.

Tanpa ia sadari, selama kedua matanya menatap objek yang asik berdua layaknya sepasang kekasih, saat itu juga Alvan mengepalkan tangannya dengan emosi yang masih tertahan. Hingga, kedua mata seorang gadis yang terkena lemparan basket itu menangkap basah Alvan yang melihat ke arahnya.

Kedua mata mereka saling bertemu. Iris hitam pekat Latisha bertemu dengan iris cokelat hazel Alvan. Latisha yang sudah terlanjur bertemu pandang dengan Alvan sampai tidak mempedulikan suara khawatir seorang lelaki yang menanyakan keadaannya saat ini.

Seorang lelaki yang selalu membuat Latisha tersenyum sendiri layaknya pasien rumah sakit jiwa.

Alvin Kripton Avogadro, sosok yang Latisha kagumi dari kelas sepuluh, kini tepat berada di hadapannya. Lemparan basket yang mengenai kepalanya secara tidak sengaja membuat dirinya sedikit bersyukur, karena Latisha bisa sedekat ini dengan Alvin. Tapi, di sisi lain Latisha merasakan pusing yang lumayan membuat lingkungan sekitarnya terasa bergoyang.

Sedangkan Alvin menatap Alvan dengan tatapan mata tajam. Alvin terlihat merangkul Latisha. Di detik selanjutnya, Latisha mengalihkan tatapannya dari Alvan seraya mendongak dan sedikit tersentak, karena Alvin yang tiba-tiba merangkul dirinya.

Alvin membopong Latisha untuk pergi ke UKS. Latisha menatap Alvan sejenak, ketika Alvan membuang muka. Alvin tersenyum kecut, ketika melihat Alvan membuang muka.

Alvan tidak tahu, kenapa hatinya menjadi seperti ini. Ia bingung dengan perasaannya sendiri.

Kenapa ia menjadi kesal dan marah ketika Latisha bersama lelaki lain? Terlebih lagi ketika Latisha bersama Alvin. Padahal, Alvan tau jika dirinya bukan siapa-siapa yang berhak melarang Latisha untuk mendekati lelaki lain.

Alvan hanya merasakan sakit yang tak terelakkan ketika melihat gadis itu bersama lelaki lain. Itu saja.

***

Alvan menatap sebatang cokelat yang sedari tadi ia pegang. Bel pulang sekolah telah berbunyi sejak lima menit yang lalu. Alvan kini sedang berdiri di dekat tempat sampah di depan kelasnya. Alvan mencuri-curi pandang kepada gadis manis berkacamata yang masih sibuk menyalin catatan pelajaran sejarah di papan tulis.

Sudah sekitar lima menit Alvan berdiri di depan kelasnya, tanpa Latisha ketahui tentunya. Sejak awal pelajaran, Latisha memang tidak bertegur sapa dengan Alvan. Biasanya ada saja tingkah laku Latisha yang membuat Alvan kesal sekaligus gemas untuk memarahi gadis itu.

Alvan & AlvinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang