Tiga

9.6K 635 47
                                    

"BAIKLAH, saya akan membagikan hasil ulangan harian matematika beberapa hari yang lalu," ujar seorang laki-laki berusia empat puluh lima tahun dengan rambutnya yang klimis, Pak Beta.

'Anjir! Mampus gue!' umpat batin Alvan. Dia sudah sangat malas jika bertemu dengan pelajaran yang membuatnya sangat bosan. Apalagi, pelajaran ini selalu membahas hitung-hitungan yang membuatnya harus sedikit memutar otak.

Apalagi jika sudah memutar otak hingga puluhan kali dan hasil hitungannya ternyata adalah nol, rasanya dia ingin memusnahkan semua buku-buku yang berkaitan dengan matematika. Tak jarang, Alvan sering sekali cabut ketika pelajaran matematika berlangsung.

"Aleandra Puspita."

"Naura Adriana."

Satu per satu murid yang dipanggil pun maju untuk mengambil hasil ulangan pelajaran matematika mereka. Hingga akhirnya, tiba giliran nama Alvan yang dipanggil oleh Pak Beta.

"Alvan Kripton Avogadro."

Pak Beta terlihat menggelengkan kepalanya, ketika melihat hasil ulangan matematika Alvan. Dengan langkah gontai, Alvan melangkahkan kedua kakinya untuk mengambil hasil ulangan harian matematikanya.

Ketika Alvan ingin mengambil kertas tersebut dari tangan Pak Beta, Pak Beta menahannya dan menatap lamat-lamat Alvan.

"Alvan," pak Beta mengambil jeda sejenak, "saya benar-benar tidak tau harus memberitau kamu bagaimana lagi."

Alvan memejamkan matanya sejenak dan menghela napas pendek. Dia tahu, Pak Beta yang notabenenya adalah wali kelas XII-IIS 3 itu pasti akan menceramahi dirinya. Namanya juga Alvan, masuk telinga kanan, keluar telinga kiri.

"Saya sudah lelah, Van. Banyak sekali nilai-nilai pelajaran kamu yang lain bermasalah dan kamu tau? Bahkan, tidak jarang para guru banyak yang mengadu ke saya mengenai perilaku kamu di kelas. Kamu sudah kelas dua belas, Van. Tidak adakah sedikit niat untuk berubah?" tanya Pak Beta yang diakhiri helaan napas panjang.

Baru pertama kalinya ia melihat wajah Pak Beta yang benar-benar sudah lelah dengan sikap Alvan. Menurut Alvan, Pak Beta termasuk orang yang sangat sabar menghadapi sikap Alvan setelah Pak Wawan tentunya. Baru kali ini, semua ucapan Pak Beta membuat dirinya perlahan tersadar.

"Dengan berat hati, saya akan mengatakan..., saya tidak akan bisa membantu kamu lagi ketika rapat kelulusan berlangsung nanti. Jika kamu ada niat untuk berubah, bahkan kamu bisa melakukan perubahan terhadap nilai-nilai pelajaran kamu..., saya siap mempertahankan kamu di rapat kelulusan nanti. Saya akan berusaha untuk membuat kamu lulus, itupun jika kamu mau berubah." jelas Pak Beta panjang lebar.

Murid-murid kelas XII-IIS 3 terdiam, pandangan mereka tertuju ke arah Alvan yang tiba-tiba terdiam di meja Pak Beta. Siswa-siswi yang duduk di bangku paling depan menguping obrolan Alvan dan Pak Beta secara diam-diam.

"Dengarkan saya, untuk kali ini saja. Jika kamu memang tidak bisa melakukan perubahan terhadap nilai-nilai pelajaran, minimal kamu harus melakukan perubahan terhadap sikap kamu. Sudah banyak sekali catatan-catatan buruk dari guru BK mengenai sikap kamu," jelas Pak Beta.

"Hanya itu saja yang bisa saya sampaikan kepada kamu. Pilihan kamu mau berubah atau tidak, itu semua ada pada diri kamu sendiri, Alvan," Pak Beta menyerahkan selembar kertas hasil ulangan harian sejarah milik Alvan, "ini hasil ulangan kamu."

40.

Iris cokelat Alvan tertuju pada kolom nilai di sudut kanan kertas, dia mendapatkan nilai 40 kali ini. Alvan melenggang pergi menuju tempat duduknya dan menatap tajam teman-temannya yang langsung menatap dirinya.

Alvan & AlvinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang