KEDUA matanya sibuk menatap layar laptop yang berada di hadapannya. Beberapa jarinya juga sibuk menyentuh keyboard laptop, dia harus menyelesaikan beberapa pekerjaan yang menumpuk. Kondisinya yang menyebabkan beberapa pekerjaannya menumpuk.
Dia menghela napas lega, setelah akhirnya menyelesaikan beberapa pekerjaannya. Dia meraih ponsel yang berada di dekatnya. Dia berniat ingin menelepon seseorang. Saat dia ingin menekan ikon gagang telepon di layar ponselnya, seketika dia membatalkan niatnya saat melihat seseorang masuk ke dalam kamar rawatnya.
"Teresa?"
Perempuan berambut blonde sepinggang itu tersenyum manis. Dia membawa sebuah plastik berisi kotak makan. Alvan membalasnya dengan senyuman. Dia tampak terperangah dengan penampilan Teresa selama beberapa detik. Namun, di detik selanjutnya dia menyadarkan dirinya.
"Kebetulan sekali, barusan saya ingin menelepon kamu," ucap Alvan seraya memperbaiki posisi duduknya.
"Ah? Ada apa kamu ingin menelepon saya?" Teresa meletakkan bungkusan yang dibawanya di atas nakas.
"Saya mau tanya tentang proyek besar yang ditawarkan oleh Perusahaan Lenz Generation. Kemarin saya dapat telepon dari pihak perusahaan, mereka ingin secepatnya kita membicarakan proyek tersebut," jelas Alvan.
Teresa mengambil posisi duduk di kursi yang berada di dekat ranjang. Dia menghela napas. "Tapi bagaimana dengan kondisi kamu? Apa luka di perut kamu sudah pulih?"
Alvan melihat kilas perutnya. Dia tersenyum kecil. "Jangan khawatir. Saya sudah diperbolehkan pulang sore nanti. Besok saya sudah bisa masuk ke kantor seperti biasa."
"Kamu serius, Alvan? Kamu tidak memohon-mohon dengan dokter kan?"
Alvan tertawa pelan. "Kamu lucu ya. Saya tidak akan melakukan hal konyol seperti itu. Luka saya memang sudah pulih, Teresa."
"Syukurlah, saya turut senang mendengarnya. Omong-omong, saya membuatkan kamu beberapa sandwich," Teresa mengambil bungkus plastik tersebut dan mengeluarkan kotak makan yang berisi sandwich, "kamu suka sandwich, kan?"
Alvan terdiam ketika Teresa menawarkan sandwich kepadanya. Alvan merasa penampilan perempuan itu nampak berbeda dari biasanya. Lebih terlihat cantik, namun Alvan tetap bersikap seperti biasa. Alvan melihat ke arah dress yang dipakai oleh Teresa. Dress yang dipakai Teresa terlalu terbuka dan terlalu pendek membuat Alvan menggeleng pelan. Alvan beranjak dari ranjang dan mengambil coat miliknya.
"Sudah berapa kali saya bilang, jangan memakai pakaian terlalu terbuka dan pendek seperti ini," tutur Alvan seraya menutupi tubuh Teresa dengan coat cokelat miliknya.
Teresa terperanjat melihat tingkah Alvan. Teresa terlihat gugup dan kedua pipinya terlihat memerah. Dia menyelipkan beberapa helai anak rambut yang jatuh menutupi wajahnya ke belakang telinga. Dia menunduk, berharap Alvan tidak melihatnya. Alvan langsung pergi ke toilet yang berada di kamar rawat, tentunya setelah menutupi tubuh Teresa dengan coat.
Alvan mencuci muka, dia menatap lekat-lekat pantulan wajahnya melalui cermin yang ada di hadapannya. Dia sempat melihat wajah Teresa yang sepertinya blushing, Alvan tidak mengerti dengan sikap Teresa.
'Dia enggak mungkin suka sama gue, 'kan? Dia juga enggak mungkin baper, 'kan? Ya, dia enggak mungkin baper. Toh, gue enggak melakukan apa-apa kok,' batin Alvan berbicara.
Alvan pun menyelesaikan urusannya di toilet. Setelah selesai, dia pun keluar dari toilet. Dia kembali duduk di ranjang, dia masih melihat Teresa yang kini terlihat sibuk mengupas buah apel.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alvan & Alvin
Teen Fiction"Gue sama lo beda dan gue gak suka dibanding-bandingin sama lo." -Alvan Kripton Avogadro "Gue emang lebih unggul dari lo." -Alvin Kripton Avogadro Highest rank : #1 in Brothership [31 May 2018] #1 in Twins [2 August 2018] Copyright 2017 © queenxia...