Aku menjatuhkan pandangan pada jalan depan rumah ku,mengabaikan dua anak manusia yang kini sedang asik bersenda gurau.
Seperti inilah rasanya tinggal di sebuah kompleks,sepi! hanya beberapa kendaraan saja yang berlalu lalang.
Entah kenapa tiba-tiba aku merasa rindu pada ayah dan bunda yang saat ini tinggal di negri seberang.
Seandainya saja ayah dan bunda mengizinkan aku dan bang Arkan tinggal di Paris, mungkin aku tidak akan merasakan sakit seperti ini, jatuh cinta sendirian pada teman baik ku yang mencintai sahabatku.
Mungkin ini sudah takdir Allah, mempertemukan ku dengan Satrio tetapi Dia juga menghadirkan Ica di antara aku dan Satrio.
Rumit memang, tapi aku yakin ini adalah jalan terbaik dari-Nya agar aku selalu ingat bahwa segala sesuatu yang kita inginkan tak semua bisa kita dapatkan.
Perlahan air mataku jatuh membasahi pipi, meratapi sebuah kesalahan yang tidak seharusnya aku lakukan.
Seandainya saja waktu bisa di ulang, aku kan lebih memilih tinggal bersama kedua orang tua ku di sana.
Tapi apa daya, takdir berkata lain,Allah punya jalan sendiri untuk hidupku.
"Na Lo kenapa nangis?" Tiba-tiba Ica menyadarkan lamunanku.
Aku segera menyeka air mataku" gue gpp kok"ku lemparkan seluas senyumku kepada Ica.
"Beneran Lo gpp?" Kini Satrio yang mulai bertanya.
Aku hanya menggelengkan kepala.
" Cerita kali na sama gua" pandangan Satrio kini beralih padaku.
"Gue gpp yo, emm udh malem juga kayanya, kalian pulang aja deh" sejujurnya aku tidak enak hati harus menyuruh mereka pulang.
"Tapi Lo kenapa" Ica membawaku kedalam pelukannya.
"Gpp ca"
"Lo sakit? Ada masalah?" Satrio menggengam tanganku, tapi aku melepaskan genggamannya.
"Gue gpp kok" aku juga melepaskan pelukanku dari Ica.
"Cerita sih sama gue" kata Satrio sedikit memaksa.
Bagaimana aku bisa cerita padamu sedangkan sumber masalahnya ada di kamu.
"Aku gpp, kalian pulang aja udh malem juga, nanti Ica kemaleman di jalan, gak baik anak perawan pulang larut malam" aku memeluk Ica sebentar lalu melepaskannya dan melemparkan seluas senyumku.
"Yaudh kita pulang ya na, klo ada masalah cerita aja na," Ica mengelus punggung ku.
"Gue pulang ya, istirahat yang cukup, inget klo ada apa apa-apa cerita aja" Satrio mengelus pucuk kepalaku.
Aku hanya mengangguk seraya tersenyum sebagai jawaban dari perkataan Satrio.
"Kita pulang na, assalammualaikum" pamit Ica dan Satrio.
Setelah mereka hilang di telan kejauhan, aku segera masuk untuk melanjutkan istirahatku.
Tapi tiba-tiba
"Udh pulang mereka?" Bang Arkan ternyata sudah berdiri di ambang pintu.
"Astagfirullah bang Arkan, bisa gak,gak usah ngagetin aku? Mau emang kalo adenya mati?" Aku mengerucut kan bibirku.
"Lebay, Abang gak mungkin bunuh kamu dengan cara halus kaya gini" dia menepuk jidatku.
"Terus?" Aku membulatkan bola mataku
"Kalo Abang mau kamu mati, Abang tinggal ambil pisau abis itu tusuk aja ke perut kamu" ku lihat ada sebuah senyum lebar yang tercetak di wajah bang Arkan.
Subhanallah, senyuman itu selalu mampu menularkan pada seseorang yang melihatnya.
"Ihh bang Arkan jahat sama adeknya sendiri" aku segera menyusulnya yang kini telah berjalan meninggalkan aku.
"Kalo Abang jahat kenapa masih mau tinggal sama Abang?" Kini dia berbalik menghadap ku.
Mendengar pertanyaan bang Arkan sontak membuat darahku membeku.
Aku terdiam,
"Husna,dih ngambek" kini bang Arkan telah membawaku kedalam pelukannya.
"Bang bunda sama ayah kapan ya pulang kesini? Tinggal sama kita lagi?" Air mataku perlahan mulai jatuh membasahi pipi.
"Kamu kangen ayah sama bunda?" Bang Arkan makin mengeratkan pelukannya.
Sepertinya bukan hanya aku yang rindu pada ayah dan bunda tapi bang Arkan juga.
Aku mengangguk lemah
"Dek, sejauh apapun mereka, sesibuk apapun pekerjaannya, Abang yakin mereka selalu inget sama kita kok, mereka pasti selalu mendoakan kita disana, Husna harus tau, bukan cuma Husna yang rindu sama ayah dan bunda, jika boleh jujur bang Arkan juga. Tapi Abang tau semua ini mereka lakukan untuk kita, mereka ingin kita bahagia" sebuah kecupan kini mendarat di keningku, aku memejamkan mataku merasakan hangatnya kasih sayang bang Arkan untuk aku.
Ya Allah jagalah bang Arkan di manapun dia berada, jauhkan dia dari segala macam bahaya, berilah kebahagiaan untuk hidupnya.
"Husna sayang bang Arkan, jangan pernah tinggalin Husna bang"aku memeluk bang Arkan erat-erat.
"Abang juga sayang Husna"
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku Bukan Pilihan
Espiritualseandainya cinta bisa memilih kepada siapa ia akan jatuh, aku tidak akan pernah memilih mu